Gunoto Saparie
Gunoto Saparie (kelahiran 22 Desember 1955) adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Ia memublikasikan puisi, cerita pendek, cerita bersambung, dan esai sastranya di berbagai media massa, daerah, maupun nasional, bahkan Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Aktif di berbagai organisasi antara lain Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Jawa Tengah, Perkumpulan Penulis Indonesia "Satupena" Jawa Tengah, Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (FWPK) Jawa Tengah, Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Tengah, Komunitas Puisi Esai Jawa Tengah, Forum Kreator Era AI Jawa Tengah, [1]dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah. Pernah menjadi Redaktur Utama, Redaktur Pelaksana Harian Wawasan Semarang, dan Staf Ahli Pemimpin Umum Bidang Pengendalian Mutu pada perusahaan pers tersebut.[2][3] Kehidupan PribadiGunoto Saparie lahir di Desa Tlahab, Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Ayahnya, Saparie Sarpani, adalah seorang kepala desa dan Gunoto merupakan anak sulung dari 13 bersaudara. Masa kecilnya dilewati dengan bermain layang-layang di sawah, mandi dan mencari ikan di sungai, petak umpet, dan gobak sodor di halaman rumah pada malam bulan purnama. Pendidikan dasar dilalui di desa tetangga dengan berjalan kaki, pendidikan menengah pertama di kota kecamatan, dan pendidikan menengah atas dia selesaikan di kota kabupaten (Kendal), dengan naik sepeda. Pendidikan keagamaan (Islam) ditempuh di langgar, masjid, pondok pesantren, dan madrasah ibtidaiyah islamiyah di kampung halamannya. Kemudian dia melanjutkan kuliah di Akademi Uang dan Bank Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang Gunoto mulai mengenal puisi-puisi Indonesia modern ketika diberi tugas oleh Sumaryadi, gurunya di SD, untuk mendeklamasikan puisi Chairil Anwar berjudul "Aku" dan "Doa" pada acara peringatan Hari Kemerdekaan RI (17 Agustus). Ketika itu ia masih duduk di bangku Kelas 4 SD Kadilangu Kecamatan Cepiring (kini Kecamatan Kangkung) Kabupaten Kendal. Ia harus menghafalkan teks dua puisi penyair pelopor Angkatan 45 di bidang puisi itu. Berawal dari itu ia mulai penasaran terhadap puisi dan meminjam buku kumpulan puisi Chairil Anwar dan Amir Hamzah di perpustakaan sekolah yang masih sederhana. Namun, sesungguhnya Gunoto sebelumnya telah mengenal puisi-puisi tradisional berupa tembang dolanan anak dari lingkungan pergaulan di desa dan nadhom yang diajarkan di madrasah diniyah dan pondok pesantren. Gunoto Saparie mengawali debutnya sebagai penulis sejak masih duduk di bangku SMP Negeri Cepiring atas dorongan gurunya, Ragil Edy Junaedy Sentonoputro. Kala itu, karyanya, terutama puisi, dimuat di mingguan Sophia Weekly (Semarang), Pos Minggu (Semarang), dan Adil (Surakarta), selain di majalah dinding sekolahnya. Karena kecintaannya terhadap dunia sastra ketika menjadi siswa SMEA Kabupaten Kendal (kini SMEA Negeri 1 Kendal); uang sakunya dan honorarium tulisan-tulisannya pun ditabung untuk membeli majalah sastra Horison, Basis, Budaja Djaja, dan buku-buku kumpulan puisi, kumpulan cerita pendek, dan novel. Selain itu, ia suka meminjam buku sastra di taman bacaan kota kecamatan dan perpustakaan sekolah. Dari sana ia mulai mengenal karya-karya sastra Indonesia, misalnya karya Mochtar Lubis, Pramoedya, Marah Rusli, Idrus, Motinggo Boesye, Nugroho Notosusanto, Rendra, Goenawan Mohamad, dan lain-lain. Di kampung halamannya saat itu ia memiliki beberapa teman yang karya-karya mereka juga dimuat di media massa, seperti S.Ibnu Syams, Tachlish Abdillah, Thoha Masrukh Abdillah, Hudiyarto, Abdul Karim Husain, dan Noeng Runua. Dengan mereka ia sering melakukan diskusi sastra secara informal dan saling tukar informasi. Ketika itu ia mengetik karya-karyanya dengan mesin ketik milik kelurahan, meminjam mesin ketik milik ayah, dan kadang mesin ketik milik orang tua temannya yang kebetulan carik (sekretaris desa) di desa tetangga. Di Yogyakarta saat kuliah di Akademi Uang dan Bank (AKUB), aktivitas dan kreativitas sastranya makin meningkat karena pergaulannya dengan sejumlah sastrawan muda Kota Pelajar saat itu, seperti Korrie Layun Rampan, Linus Suryadi AG, Emha Ainun Nadjib, Arwan Tuti Artha, Suwarna Pragolapati, Sutirman Eka Ardhana, Yoko S. Passandaran, Djihad Hisyam, Halim HD, Suminto A. Sayuti, dan lain-lain. Dengan Korrie Layun Rampan ia sempat membikin antologi puisi bersama. Sebenarnya ia diterima di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, namun tidak melakukan pendaftaran ulang karena telah terlanjur membayar uang gedung dan SPP ke AKUB. Di Yogyakarta dia bisa lebih mudah mendapatkan buku-buku sastra, baik di toko buku, kios buku bekas, maupun meminjam di sejumlah perpustakaan, selain mendapatkan kemudahan informasi dan akses ke media massa seluruh Indonesia. Tulisan-tulisannya selain dimuat di media massa terbitan Yogyakarta, juga Semarang, Solo, Surabaya, Denpasar, Lampung, Banjarmasin, Bandung, Jakarta, Bandar Seri Begawan (Brunei Darussalam), Kuala Lumpur (Malaysia), Singapura, dan Bangkok (Thailand). Sebagai pengagum Chairil Anwar, Amir Hamzah, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Iwan Simatupang, Emily Dickinson (Amerika Serikat), dan Yasunari Kawabata (Jepang), Gunoto merasa bisa menulis dengan baik saat larut malam, begadang sampai subuh, di tengah kesunyian. Selain menulis di bidang kesusastraan berupa puisi, cerita pendek, novel, dan esai, Gunoto Saparie juga membuat artikel tentang ekonomi, keuangan, sosial, politik, kebudayaan, filsafat, dan agama, di sejumlah media cetak dan daring. Kemampuannya di kancah kesenian, khususnya kesusastraan, menjadikan dirinya sering diundang menjadi juri dan membacakan karyanya serta menyampaikan risalah dan makalah di berbagai seminar di sejumlah kota Indonesia maupun luar negeri, antara lain di Kelantan dan Kuala Trengganu, Malaysia (1981), Bangkok, Thailand (1987, 1991), Singapura (1991, 2009), Malaka, Malaysia (1991), Johor Bahru, Malaysia (1991, 2009), Kuala Lumpur, Malaysia (1991, 2009), Serawak, Malaysia (2008), Manila, Filipina (1992), Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam (2010), Isparta, Turki (2015), dan Tbilisi, Georgia (2019). Salah satu puisi karya Gunoto masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Karya sastra dan kiprahnya diulas oleh sejumlah kritikus sastra, antara lain Korrie Layun Rampan, Piek Ardijanto Soeprijadi, Suwarna Pragolapati, Ahmadun Yosi Herfanda, Herman KS, Herman J. Waluyo, Pamusuk Eneste, dan lain-lain. Di samping itu, karya-karya sastra dan biografinya menjadi bahan kajian dalam skripsi di sejumlah perguruan tinggi. Sejumlah puisinya juga menjadi contoh karya sastra Indonesia mutakhir dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Sebelum menjadi wartawan, Gunoto Saparie pernah bekerja di bidang keuangan, perbankan, konstruksi, perdagangan, penyuluhan, dan pendidikan. Kegemarannya membaca dan menulis sejak remaja membuat ia merasa lebih cocok menjadi jurnalis. Dalam bidang jurnalistik, ia mengaku banyak belajar dari Soetjipto, Supriyadi RS, dan Bambang Sadono, tiga wartawan senior di Semarang. Di bidang organisasi, saat ini Gunoto Saparie aktif mengelola Dewan Kesenian Jawa Tengah dan Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Jawa Tengah sebagai ketua umum serta Komite Seni Budaya Nusantara Jawa Tengah sebagai salah seorang deputi. Ia juga aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Jawa Tengah sebagai salah seorang pengurus, di Komunitas Puisi Esai Jawa Tengah sebagai koordinator, di Yayasan Cinta Sastra Jakarta sebagai pengurus, dan Persatuan Wartawan Online Independen Jawa Tengah sebagai Dewan Pembina. Gunoto Saparie juga pernah aktif sebagai fungsionaris Partai Golkar Jawa Tengah dan kemudian pindah ke Partai Nasdem Jawa Tengah, Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Tengah, Ketua Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (FWPK) Jawa Tengah, dan Sekretaris Forum Komunikasi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah. Gunoto pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Jateng (2009, 2014), dan mengikuti Konvensi Calon Wakil Bupati Kendal, Jawa Tengah, dari Partai Golkar (2004, 2009). Bersama keluarga ia tinggal di Jalan Taman Karonsih 654, Semarang 50181, menikmati masa tuanya dengan bermain bersama cucu, membaca, dan menulis.[4][5] Karier
Karya sastraPernyataanPernyataan adalah sebuah sajak yang ditulis oleh Gunoto Saparie dalam nuansa semangat menjalani kehidupan yang berubah-ubah. Pesan yang disampaikan tentang tekad dan keberanian seorang laki-laki untuk menjalani kehidupan melalui pernikahan untuk mencapai masa depan yang bahagia.[6] Bibliografi
Lihat pulaReferensi
|