Gereja Santo Antonius, Kotabaru
Gereja Katolik Santo Antonius atau lebih dikenal dengan nama Gereja Katolik Kotabaru (bahasa Belanda: Nieuw Wijk Katholieke Kerk) (bahasa Jawa: ꦒꦿꦺꦗꦏꦠꦸꦭꦶꦏ꧀ꦱꦤ꧀ꦠꦺꦴꦄꦤ꧀ꦠꦺꦴꦤꦶꦪꦸꦱ꧀ꦏꦺꦴꦠꦧꦫꦸ, translit. Gréja Katulik Santo Antonius Kotabaru) merupakan salah satu gereja Katolik di wilayah DI Yogyakarta yang merupakan peninggalan zaman Belanda. Bangunan gereja ini dijadikan bangunan cagar budaya semenjak tahun 2014. Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru terletak di persimpangan Jalan Abu Bakar Ali (Boulevard Jonquière) dan Jalan I Dewa Nyoman Oka (Sultansboulevard) Yogyakarta.[2] SejarahNieuwe WijkPertumbuhan jumlah warga Belanda di Yogyakarta akibat berkembangnya perkebunan dan industri gula pada peralihan abad ke-19 dan 20 menyebabkan Residen Belanda saat itu, Canne, memohon kepada Sri Sultan Hamengkubuwana VII untuk memberikan wilayah khusus bagi masyarakat Belanda. Sri Sultan mengabulkan dan rancangan perluasan lahan diatur dalam Rijksbland van Sultanaat Djogjakarta No 12 tahun 1917. Wilayah Kotabaru (saat itu bernama Nieuwe Wijk) mulai dikerjakan pada tahun 1917-1920 dengan arsitektur bergaya Belanda. Area perumahan tersebut dilengkapi berbagai fasilitas seperti rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah.[3] Pada mulanya, warga Belanda yang tinggal di sana mayoritas beragama Kristen sehingga pada tahun 1923 dibangun Gereja Kristen Gereformeerd (Gereformeerd Kerk) (sekarang bernama Gereja Huria Kristen Batak Protestan, Yogyakarta) bagi warga Belanda. Penduduk Jawa di Kotabaru juga memiliki gereja Kristen sendiri, yaitu Gereja Kristen Jawa. Setelah penduduk Belanda beragama Katolik berdatangan, kegiatan keagamaan dilakukan di rumah pribadi milik Perquin.[3] Pembangunan gerejaBangunan gereja Santo Antonius dibangun sebagai bagian dari kawasan khusus perumahan dengan fasilitas lengkap oleh Belanda sekitar tahun 1920an. Sebelum gereja dibangun, pada tanggal 18 Agustus 1922, Romo Xaverius Strater SJ membangun Kolese Santo Ignatius (Kolsani) dan Seminari Tinggi (Novisiat Kolsani). Karena kebutuhan umat semakin meningkat sementara kapasitas kapel di Kolose Santo Ignatius hanya terbatas, Romo Strater mengusulkan pembangunan tempat ibadah yang lebih luas. Melalui perantaraan Romo J. Hoeberechts, Provinsial Serikat Jesus Indonesia saat itu, dana dapat diperoleh dari Belanda dengan pesan bahwa nama gereja yang akan dibangun selanjutnya diberi nama Santo Antonius van Padua. Gereja Santo Antonius berada di bawah naungan Paroki Kidul Loji hingga akhirnya pada tanggal 1 Januari 1934 menjadi paroki tersendiri. Sebagaimana kebanyakan gereja lainnya, aktivitas di Gereja Santo Antonius sempat berhenti selama pendudukan Jepang di Indonesia.[1][2] Romo J. Strommesand SJ melanjutkan kepemimpinan Romo Strater. Ia mengembangkan pendidikan dan membangun berbagai sekolahan seperti Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Kanisius di berbagai tempat, dan Sekolah Menengah Atas Stella Duce dan SMA Kolese De Britto Yogyakarta.[1] Jadwal misa
Galeri
Lihat pulaReferensi
|