Thompson Hs
Tomson Parningotan Hutasoit (dikenal sebagai Thompson Hs; lahir 12 September 1968) adalah seniman Indonesia. Namanya dikenal melalui karya sastra berupa artikel, puisi, dan esai sastra yang dimuat di sejumlah media massa seperti Media Indonesia, Majalah Tapian, Kompas, Batak Pos, dan Inside Sumatra. Di luar itu, dia juga menulis skenario dan menjadi pemain teater. Thompson merupakan pelopor bangkitnya opera Batak yang surut sejak tahun 1980-an. Dia telah menerima sejumlah penghargaan dan mementaskan karyanya di beberapa negara. Atas prestasi dan pengabdiannya di dunia kesenian, Thompson masuk salah satu sosok dari 45 tokoh inspiratif versi Harian Kompas tahun 2010.[1][2][3][4] Latar belakangThompson Hs lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 12 September 1968. Pendidikan formalnya ditempuh di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Aktif berteater sejak masih duduk di bangku kuliah. Ketertarikannya untuk kembali menghidupkan opera Batak berawal pada tahun 2002, ketika ia menjalin komunikasi dengan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). Saat itu ATL menggagas program revitalisasi tradisi lisan di nusantara. Perwakilan ATL di Sumatera Utara, antropolog Prof Robert Sibarani dan ahli linguistik Prof Ahmad Samin Siregar (alm) kemudian mengajaknya untuk menghidupkan kembali opera Batak. Bersama ATL, Thomson memulai proyek revitalisasi opera Batak dengan mengajari 20 pemuda di Taruntung, Tapanuli Utara, tentang seni peran hingga disiplin akting. Mereka juga diajari musik khas opera Batak. Dari sinilah terbentuk Grup Opera Silindung (GOS). Inilah kelompok Opera Batak pertama sejak kematiannya pada tahun 1980-an. Selama kurun waktu 2002-2004, GOS telah menampilkan pertunjukan opera Batak diberbagai tempat. Mulai dari kampung warga Batak Toba di Tarutung, Sipoholon, Laguboti, hingga Pematangsiantar, lalu ke Jakarta. GOS menjadi grup percontohan upaya menghidupkan tradisi lisan. Upaya Thompson menghidupkan kembali opera Batak kemudian berlanjut pada tahun 2005, saat sastrawan Sitor Situmorang, Barbara Brouwer, dan Lena Simanjuntak menerima ide mendirikan Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) dengan menawarkan pentas ulang opera batak Pulo Batu. Tahun 2008, dokumentasi pertunjukan PLOt dijadikan sebagai salah satu bahan pameran di Apeldoorn, Belanda selama satu tahun. Di PLOt, Thomson aktif memberi pelatihan opera Batak kepada generasi kedua GOS. PLOt juga menghubungi para pemain lama opera Batak di Pematangsiantar dan Simalungun. Pada akhir tahun 2005, PLOt kerap mendapatkan kesempatan untuk pentas dari Badan Informasi dan Komunikasi Provinsi Sumatera Utara di antaranya untuk mensosialisasikan bantuan langsung tunai di Balige. Selain itu PLOt juga sering di undang pentas oleh para calon kepala daerah di sekitar Tapanuli guna menarik massa dalam Pilkada. Sebagai Direktur Artistik PLOt, ia merancang beragam produksi dan pelatihan bagi generasi muda dari 10 kota dan kabupaten. Pelatihan tersebut dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Keberhasilan PLOt tersebut lalu menarik minat banyak pemerintah daerah di sekitar Danau Toba.[5] Bibliografi
Terjemahan
Sinematografi
Teater
Penghargaan
Referensi
|