Bahasa Batak TobaBahasa Batak Toba (Surat Batak: ᯂᯖ ᯅᯖᯂ᯲ ᯖᯬᯅ, transliterasi: Hata Batak Toba) adalah bahasa yang dituturkan oleh orang-orang Batak Toba di sekitar Danau Toba, Pulau Samosir, dan wilayah Tapanuli bagian utara di Sumatera Utara, Indonesia. Bahasa Batak Toba termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia dan merupakan bagian dari kelompok bahasa-bahasa Batak. Saat ini diperkirakan terdapat kurang-lebih 2.000.000 orang penutur Bahasa Batak Toba yang tinggal di bagian barat dan selatan Danau Toba. Sistem penulisan bahasa ini dalam sejarahnya pernah menggunakan Surat Batak, tetapi saat ini para penuturnya hampir selalu menggunakan alfabet Latin untuk menuliskannya. Herman Neubronner van der Tuuk adalah salah seorang pionir awal penelitian atas bahasa Batak Toba, yaitu dalam aktivitasnya menulis Alkitab berbahasa Batak Toba. Bahasa Batak Toba agak lebih mirip dengan bahasa Batak Angkola dan Batak Mandailing, sehingga ketiga etnis ini lebih mudah untuk saling memahami satu sama lain dibandingkan dengan bahasa-bahasa Batak lainnya (Simalungun, Karo, dan Pakpak).[3] Bahasa Batak Toba tidak hanya digunakan oleh penutur yang tinggal di wilayah Danau Toba, tetapi di daerah lain juga terdapat banyak penggunanya, terlebih orang tua yang tinggal di luar Danau Toba masih menggunakan bahasa tersebut saat berkomunikasi sehari-hari kepada anaknya, sesama suku, dan orang-orang yang memahami bahasa Batak Toba. FonologiDeskripsi berikut ini mengikuti Nababan (1981).[4] Konsonan
Vokal
Catatan:
SejarahPengamatan awalDi antara pengamatan awal terhadap bahasa Batak Toba yang dilakukan oleh orang dari luar masyarakat Batak adalah catatan para misionaris Baptis, yakni Nathan Ward, Evans Meers, dan Richard Burton, yang berkunjung ke wilayah Silindung pada tahun 1824. Mereka menilai bahwa bahasa Batak memiliki kesamaan dengan bahasa Melayu. Secara substansi, satu dari tiga kata dalam bahasa Batak sama atau mirip dengan bahasa Melayu sehingga dapat dikenali oleh pakar bahasa Melayu.[5] Meskipun adjektiva, verba, dan adverbia memiliki perbedaan yang sangat besar, perubahan pada verba memiliki prinsip yang sama seperti yang diterapkan pada bahasa Melayu. Bahasa Batak memiliki prefiks dan afiks yang lebih banyak dibandingkan bahasa Melayu, khususnya untuk nomina verba, bahkan partikel untuk memenuhi kebutuhan artikulasi dari masyarakat Batak yang lembut dan ramah. Salah satu perubahan kata yang paling mencolok, yaitu afiks "-hon" pada bahasa Batak yang penggunaannya sama dengan afiks "-kan" pada bahasa Melayu.[6] Pengaruh bahasa Sanskerta pada bahasa Batak lebih besar dibandingkan pada bahasa Melayu karena ketiadaan turunan bahasa dari bahasa Arab. Perbedaan dengan bahasa Melayu semakin terlihat jelas pada ragam percakapan sehari-sehari (hata tohop) dibandingkan ragam bahasa tulis (hata habaitan). Karena huruf-hurufnya bersumber dari Sanskerta, maka tulisan bahasa Batak dimulai dari kiri ke kanan. Selain dalam komunikasi, susunan puisi (umpasa) dalam bahasa Batak juga mirip dengan pantun pada bahasa Melayu.[5] Umpasa sangat jarang sekali dijadikan sebuah tulisan karena biasanya hanya digunakan kepada pasangan, sebagai orasi atau untuk mencari popularitas dan keunikan baik saat berdebat atau sebagai penghibur sehingga memori para suku Batak Toba saat itu terekam dalam umpasa. Penampilan umpasa dilakukan oleh dua orang anak muda sebagai hiburan dalam beragam pertemuan yang dilaksanakan dari 10 hingga 12 jam secara terus menerus tanpa berhenti. Selain sebagai hiburan, mereka juga menggunakan umpasa dalam percakapan sehari-hari untuk memberikan penekanan terhadap pernyataan mereka. Mereka membagi umpasa menjadi empat kelas, yaitu untuk pasangan, nasihat untuk anak muda, orang tidak mampu dan aspirasi kepada Tuhan. [6] Pengucapan dan penulisanKetika suku kata pada verba diakhiri huruf vokal, partikel transitif yang digunakan semuanya menggunakan hon seperti pada kaya poda yang artinya mengajar , menjadi podahon yang diterjemahakan menjadi mengajarkan. Akan tetapi, bila akhir kalimat merupakan gabungan suku kata, maka partikel yang digunakan akan menyesuaikan dengan hurudf akhir kata sehingga tidak menghasilkan suara yang dianggap kasar dan tidak sopan, seperti pada pajop, merawat, menjadi pajoppon ; énét, menarik, menjadi enetton; dok yang diterjemahkan memerintah menjadi dokkon. Namun, penggunaan aturan ini tidak selalu digunakan secara pasti untuk menyesuaikan agar kata dapat diterima oleh teringa suku batak sehingga pada beberapa kata terjadi perubahan pengucapan yang tidak sesuai dengan tulisannya. seperti pada kata in jam , meminjam yang seharusnya injamhon menjadi injappon yang merubah akhiran m menjadi p; ambolong, mengeluarkan yang seharusnya ambolonghon, menjadi ambolokkon yang merubah pengucapan ng menjadi k;[6] Menurut Gr Surung Sihombing yang merupakan pakar bahasa Batak Toba, perubahan Ng menjadi k pada penggunaan partikel hon tidak diterapkan secara benar pada penggunaan untuk istilah Gokhon Dohot Jou-Jou yang merupakan undangan acara untuk budaya Batak Toba karena menurutnya, seharusnya istilah ini dituliskan menjadi Gonghon Dohot Jou-Jou bila mengacu pada penerapan peraturan ini.[7] Selain perubahan untuk partikel -hon, kata-kata seperti dénggan yang bermakna baik yang dituliskan menggunakan partikel -ton menjadi dengganton, diucapkan deng -gat-ton dengan merubah pengucapan huruf n menjadi t dan untuk kata ogos, menggosok yang ditulis ogosson menggunakan partikel son diucapkan menjadi ogochchon dengan mengganti s menjadi ch.[6] AksaraAksara dasar (ina ni surat) dalam surat Batak merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren /a/. Terdapat 19 karakter dasar yang dimiliki semua varian aksara Batak, sementara beberapa karakter dasar yang hanya digunakan pada varian tertentu. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:[8]
Bentuk-bentuk di atas merupakan bentuk yang digeneralisasi, tidak jarang suatu naskah menggunakan varian bentuk karakter atau tarikan garis yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan bahasa Batak lainnya, sesuai daerah asal dan media yang digunakan.[9] Karakter i (ᯤ) dan u (ᯥ) hanya digunakan untuk suku kata terbuka, misal pada kata dan ina ᯤᯉ dan ulu ᯥᯞᯮ. Untuk suku kata tertutup yang diawali dengan bunyi i atau u, digunakanlah karakter a (ᯀ atau ᯁ) bersama diaktirik untuk masing-masing vokal, misal pada kata indung ᯀᯪᯉ᯲ᯑᯮᯰ dan umpama ᯀᯮᯔ᯲ᯇᯔ.[10] DiakritikDiakritik (anak ni surat) adalah tanda yang melekat pada karakter utama untuk mengubah vokal inheren katakter utama yang bersangkutan, bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:[8]
Blok UnicodeAksara Batak telah ditambahkan ke dalam standar Unicode versi 6.0 sejak Oktober 2010 dalam rentang U+1BC0–U+1BFF:
Referensi
Daftar Pustaka
Pranala luarWikipedia juga mempunyai edisi Bahasa Batak Toba
|