ThagyaminThagyamin (bahasa Burma: သိကြားမင်း, diucapkan [ðədʑámɪ́ɴ]; dari bahasa Sanskerta ၐကြ Śakra), yang dipandang sebagai Raja para Nat, diidentifikasikan dengan Dewa Sakka dan Dewa Hindu Indra. Ia biasanya digambarkan berada di atas gajah putih berkepala tiga, membawa kulit keong pada salah tangan, dan sapu ekor yak di tangan lainnya.[1] Thagyamin merupakan satu-satunya Nata di dalam panteon resmi yang tidak mengalami kematian yang mengenaskan. KultusRaja para NatMenurut kepercayaan tradisional Buddhisme Myanmar, Thagyamin memimpin di alam keberadaan pada Nat (dewa) yang disebut Tāvatiṃsa (တာဝတိံသာ). Thagyamin ditunjuk sebagai pemimpin dalam panteon resmi para Nat oleh Raja Anawrahta di abad ke-11 Masehi, dalam usaha sang raja untuk mempersempit praktik animisme di dalam masyarakat dan menggabungkan praktik ini dengan agama Buddha aliran Theravāda.[2] Menurut Daw Khin Myo Chit, penulis terpelajar Burma yang cukup dikenal, Thagyamin berperan penting dalam kehidupan penduduk Burma. a respected Burmese scholar and writer, Thagyamin may be mythical but he plays an important role in the lives of many Burmese. Namanya sering diucapkan dalam percakapan sehari-hari, seperti "Thgayamin tahu bahwa diriku tidak berbohong", dan sebagainya.[3] Festival ThingyanFestival Thingyan, selain merupakan perayaan tahun baru Myanmar, juga untuk merayakan kedatangan Thagyamin ke dunia manusia untuk memberi berkahnya pada tahun yang baru. Setiap rumah menyambut kedatangannya dengan meletakkan bebungaan dan daun palem di pintu depan rumah.[4] Para astrolog Myanmar menghitung kapan Thagyamin akan datang, hewan apa yang ia kendarai, warna apa yang akan ia kenakan untuk pakaiannya, dan alat apa yang akan ia bawa; semuanya dipercaya akan mempengaruhi kejadian sepanjang tahun. Penjelasan tersebut dicetak dan tersebar luas di kalangan penduduk dengan nama Thingyan Sar atau "Surat Thingyan". Misalnya pada tahun 2004, Thagyamin mengunjungi kediaman manusia antara tanggal 13-16 April, mengenakan pakaian merah, dan mengendarai garuda sambil membawa timbangan dan sabit. Ia juga selalu membawa daun emas dan kulit anjing untuk mencatat nama-nama manusia, daun emas untuk nama-nama manusia yang baik dan kulit anjing untuk mencatat nama orang yang melakukan dosa.[3][5] Masyarakat Burma percaya bahwa jika ada petir menyambar-nyambar dan guntur selama Thingyan, hal tersebut disebabkan oleh Thagyamin untuk menghukum para pelaku kejahatan.[3] LegendaPagoda KyaiktiyoPagoda Kyaiktiyo dibangun oleh Raja Tissa sekitar abad ke-11 Masehi untuk menempatkan relik rambut Buddha Sakyamuni. Relik tersebut harus diletakkan di atas sebuah batu yang bentuknya menyerupai kepala manusia. Thagyamin membantu Raja Tissa menemukan batu yang sesuai dari dasar laut. Batu tersebut dibawa dengan kapal menuju ke lokasinya yang sekarang (lokasi Batu Emas), sementara kapal yang membawa konon berubah menjadi batu beberapa ratus meter dari lokasi pagoda.[4] Kultur populer
Galeri
Lihat pulaReferensi
|