Serikat Indonesia BaroeSerikat Indonesia Baroe (disingkat SIBAR), adalah salah satu diantara dua organisasi nasionalis Indonesia yang aktif di Australia pada masa pendudukan Jepang. Organisasi ini dipimpin oleh tokoh-tokoh bekas tahanan Boven Digoel yang diungsikan ke Australia, rata rata mereka adalah tokoh yang berlatar belakang sosialis/komunis.
Pada tahun 1942, ketika Hindia Belanda jatuh ke tangan tentara Jepang, Belanda segera melakukan pengungsian interniran dari Boven Digoel ke Australia. Pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan pemerintahan pengasingan di Australia. Tokoh-tokoh yang diungsikan dari Digoel dahulu adalah aktivis-aktivis yang menentang sistem kolonial, dan sebagian berhaluan komunis. Sardjono dan Winanta adalah dua diantara banyak tokoh komunis yang dahulu aktif didalam PKI. Di Australia, Sardjono dan kelompok digulis lainnya mendapat dukungan dari mantan Gubernur Jawa Timur Charles van der Plas untuk mendirikan pergerakan nasionalis anti-fasis yang bertujuan menentang rezim pendudukan Jepang. Pada 6 Agustus 1944, surat kabar Penjoeloeh mengkabarkan berdirinya sebuah organisasi nasionalis di Australia yang bernama Serikat Indonesia Baroe, atau biasa disingkat SIBAR.[1] Didalam akta pendirian, jabatan ketua dipegang oleh Sardjono, wakil ketua oleh Budisucitro, dan sisanya dipegang oleh tokoh digulis lainnya seperti Poedjosoebroto, Winanta, Almassawa, dan masih banyak lagi. Lewat SIBAR, Sardjono dan lainnya menyuarakan semangat anti-fasisme, dan seruan untuk mendukung pemerintahan pengasingan Belanda dalam melawan pendudukan Jepang. SIBAR berhasil mendapatkan banyak dukungan dari tokoh eks-Digulis, terutama mereka yang dahulu terlibat dalam PKI dan PNI. Hubungan dengan Partai Kebangsaan IndonesiaPada Februari 1945, organisasi nasionalis lain didirikan di Australia, yaitu Partai Kebangsaan Indonesia, atau dikenal sebagai Parki. Di dalam hubungannya dengan SIBAR, Parki sering kali menunjukkan penentangan dengan SIBAR. Jika dilihat dalam komposisi anggotanya sendiri, SIBAR lebih banyak diisi oleh tokoh-tokoh komunis atau sosialis berhaluan Comintern yang dahulu mendukung Pemberontakan 1926/1927, sementara Parki diisi oleh tokoh-tokoh yang tidak begitu menonjol, yang sebagian diantaranya merupakan sosialis berhaluan lebih lunak. Tokoh-tokoh Parki diketahui sebagian bersimpati dengan gagasan-gagasan Tan Malaka.[2] Kekalahan Jepang dan Pembubaran SIBARKetika berita mengenai kekalahan Jepang sampai di Australia, pimpinan SIBAR memberitakan dalam Penjoeloeh bahwa organisasi akan segera dibubarkan karena tujuan mereka untuk melawan rezim militer Jepang telah usai. Berita ini disampaikan pada 15 Agustus 1945, dan cabang-cabang di berbagai daerah secara resmi telah dibubarkan pada September 1945. Para tokoh pimpinan Sibar sebagian kembali ke Indonesia untuk kembali berpolitik, namun sisanya memilih untuk berhenti. Sekembalinya dari Australia, Sardjono kembali menjadi ketua umum PKI menggantikan Mohamad Jusuf pada 29 Maret 1946. Kontroversi dan PenolakanBukannya tanpa hambatan, sebagian fraksi politik di dalam tubuh Sayap Kiri, khususnya tokoh PKI banyak mengkritik haluan SIBAR yang dianggap berkomplot dengan Belanda, atau secara kasar disebut sebagai imperialis. Hal ini didasari dari laporan-laporan mengenai campur tangan Van der Plas dalam pendiriannya. Maka dari itu terdapat sentimen tersendiri kepada tokoh-tokoh eks-Sibar yang kembali ke Indonesia. Hal yang sama juga berlaku untuk Sardjono, terlebih lagi ketika ia tidak menepati janjinya mengenai posisi Winanta didalam tubuh PKI. Referensi
|