Sakramen Lutheran merupakan "tindakan kudus pranata ilahiah".[1] Penganut ajaran Lutheran meyakini bahwa kapanpun mereka diberikan secara benar dengan penggunaan komponen fisik yang diperintahkan Tuhan bersamaan dengan sabda pranata ilahi, Tuhan melalui cara yang khusus pada setiap sakramen hadir di dalam kata-kata & sabda serta komponen fisik.[1] Lutheranisme pun mengajarkan bahwa Tuhan sesungguhnya memberikan pengampunan dosa dan keselamatan abadi bagi semua yang menerima sakramen dan Tuhan bekerja di dalam setiap penerima sakramen untuk membuat mereka menerima pelbagai berkat dan untuk meningkatkan keyakinan yang mereka miliki.[1]
Karakteristik sakramen
Pada Konfesi Pengakuan Iman Augsburg, sakramen dimaknai sebagai
If we define the sacraments as rites, which have the command of God and to which the promise of grace has been added, it is easy to determine what the sacraments are, properly speaking. For humanly instituted rites are not sacraments, properly seen because human beings do not have the authority to promise grace. Therefore signs instituted without the command of God are not sure signs of grace, even though they perhaps serve to teach or admonish the common folk. – Apabila kita mengartikan sakramen sebagai ritus yang memiliki perintah Tuhan dan yang janji kasih karunia telah ditambahkan, sangat mudah untuk menentukan apa saja sakramen itu. Karena ritus yang dibentuk oleh manusia bukanlah sakramen, dilihat dengan tepat karena manusia tidak memiliki kuasa untuk menjanjikan kasih karunia. Oleh karenanya, tanda-tanda yang ditetapkan tanpa perintah Tuhan bukanlah tanda kasih karunia yang sejati, meskipun hal tersebut mungkin berfungsi untuk memberikan pengajaran dan nasihat manusia umumnya.[2]
Rujukan
- ^ a b c Graebner, Augustus Lawrence (1910). Outlines Of Doctrinal Theology. Saint Louis, MO: Concordia Publishing House. hlm. 161. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-21.
- ^ Article XIII: The Number and Use of the Sacraments, vv 3–4, Apology of Augsburg Confession, The Book of Concord, Minneapolis, MN: Augsburg Fortress, 2000, 219 – 220.