PetroChina
PetroChina Company Limited (Hanzi sederhana: 中国石油天然气股份有限公司; Hanzi tradisional: 中國石油天然氣股份有限公司) adalah sebuah perusahaan minyak dan gas asal Tiongkok yang merupakan anak usaha dari China National Petroleum Corporation (CNPC). Perusahaan ini berkantor pusat di Distrik Dongcheng, Beijing.[3] Perusahaan ini kini merupakan produsen minyak dan gas terbesar di Asia[4] dan merupakan produsen minyak terbesar kedua di Tiongkok pada tahun 2006.[5] Perusahaan ini melantai di Hong Kong Stock Exchange dan New York Stock Exchange. Pada bulan November 2007, perusahaan ini mengumumkan rencananya untuk melantai di Shanghai Stock Exchange,[5] dan saham perusahaan ini kemudian menjadi salah satu komponen dari Indeks SSE 50. Pada daftar Forbes Global 2000 tahun 2020, PetroChina menempati peringkat ke-32.[6] SejarahPetroChina didirikan pada tanggal 5 November 1999 sebagai bagian dari restrukturisasi CNPC. Dalam restrukturisasi tersebut, CNPC menyerahkan sebagian besar aset dan liabilitasnya yang terkait dengan eksplorasi, produksi, pemurnian, pemasaran, bahan kimia, dan gas alam kepada PetroChina. Karena hubungan Sinopec ke Sudan melalui China Petrochemical Corporation, sejumlah investor institusional, seperti Harvard dan Yale pun memutuskan, pada tahun 2005, untuk keluar dari Sinopec. Upaya divestasi dari Sudan kemudian dipusatkan di PetroChina sejak saat itu.[7] Fidelity Investments, setelah mendapat tekanan dari kelompok aktivis, dalam sebuah berkas juga mengumumkan bahwa mereka telah menjual 91% American Depositary Receipt di PetroChina pada kuartal pertama tahun 2007.[8] Pada awal bulan Mei 2007, perusahaan ini mengumumkan bahwa mereka telah menemukan cadangan minyak terbesar di Tiongkok dalam satu dekade terakhir, yakni di ladang minyak Jidong Nanpu di Teluk Bohai.[9] Pada bulan Mei 2008, jumlah cadangan minyak yang ditemukan dikoreksi menjadi lebih rendah.[10] Pada tanggal 7 November 2007, Hang Seng Indexes Company mengumumkan bahwa PetroChina akan menjadi salah satu komponen dari Indeks Hang Seng mulai tanggal 10 Desember 2007.[11] PetroChina juga mendapat perhatian dari organisasi internasional, karena tetap berbisnis dengan pemerintah Sudan yang terlibat dalam Perang Darfur. Pada tanggal 19 Agustus 2009, PetroChina meneken kesepakatan senilai A$50 milyar dengan ExxonMobil untuk membeli LNG dari ladang Gorgon di Western Australia.[12][13] Kesepakatan yang dianggap sebagai kontrak terbesar yang pernah diteken antara perusahaan asal Tiongkok dan Australia tersebut menjamin pasokan LNG ke Tiongkok setidaknya selama 20 tahun, sehingga menjadi pasokan "energi bersih" terbesar di Tiongkok.[14][15] Kesepakatan tersebut berhasil diteken, walaupun hubungan antara Australia dan Tiongkok berada di titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, karena kasus spionase Rio Tinto dan pemberian visa untuk Rebiya Kadeer.[16] Kilang milik PetroChina di Distrik Dushanzi mulai dioperasikan secara penuh pada tanggal 24 September 2009. Kilang tersebut merupakan kilang terbesar di Tiongkok dengan kapasitas tahunan mencapai 10 juta ton minyak dan 1 juta ton etilen. Kilang tersebut merupakan bagian dari ambisi Tiongkok untuk mengimpor minyak dari Kazakhstan.[17] Pada bulan Februari 2011, PetroChina setuju untuk membeli 49% saham aset serpih Duvernay milik Encana di Kanada dengan harga $5,4 milyar. Kesepakatan tersebut pun menjadi investasi terbesar dari sebuah perusahaan asal Tiongkok untuk gas serpih hingga saat ini.[18] Anak usaha PetroChina di Kanada diberi nama PetroChina Canada dan berkantor pusat di Calgary. PetroChina Canada dipimpin oleh Li Zhiming.[19] Pada tahun 2016, Tiongkok meneken kesepakatan dengan Nepal Oil Corporation untuk menjual 30% dari total konsumsi minyak bumi di Nepal. Tiongkok pun berencana membangun jalur pipa ke Panchkhal beserta depo penyimpanan minyaknya.[20] Pada tahun 2017, harga saham PetroChina naik setelah harga gas alam untuk kebutuhan komersial juga naik.[21] Pada bulan Februari 2019, sebagai bagian dari joint venture Arrow Energy dengan Royal Dutch Shell, perusahaan ini mendapat pinjaman sebesar AU$10 milyar untuk mengerjakan proyek Surat di Queensland, Australia.[22] Pada bulan Mei 2019, Liaoyang Petrochemical Corp, salah satu unit dari PetroChina, untuk pertama kalinya, mengekspor bahan bakar ke Eropa.[23] Pada tahun 2019, PetroChina mencatatkan laba sebesar US$4 milyar.[24] PetroChina PipelinesPetroChina Pipelines adalah anak usaha dari PetroChina yang mengelola tiga jalur pipa gas.[25] Jalur Pipa Gas Barat–Timur ISejarahKonstruksi jalur pipa ini dimulai pada tahun 2002, dan mulai diuji coba pada tanggal 1 Oktober 2004. Jalur pipa ini pun mulai dioperasikan secara penuh pada tanggal 1 Januari 2005. Jalur pipa ini dimiliki dan dioperasikan oleh PetroChina West–East Gas Pipeline Company, anak usaha dari PetroChina. Awalnya, disetujui bahwa PetroChina akan memiliki 50% saham dari jalur pipa ini, sementara Royal Dutch Shell, Gazprom, dan ExxonMobil masing-masing memegang 15%, sedangkan Sinopec hanya memegang 5%. Namun pada bulan Agustus 2004, dewan direksi PetroChina mengumumkan bahwa setelah mengadakan diskusi dengan semua perusahaan yang terlibat di jalur pipa ini, tidak ada kesepakatan yang dapat dicapai, sehingga perjanjian bingkai kerja joint venture tersebut pun dibatalkan.[26] Fitur teknisJalur pipa sepanjang 4.000 kilometer (2.500 mi) ini membentang dari Lunnan di Xinjiang ke Shanghai.[27] Jalur pipa ini melewati 66 kota di 10 provinsi di Tiongkok.[28] Gas alam yang diangkut oleh jalur pipa ini digunakan untuk membangkitkan listrik di wilayah delta Sungai Yangtze. Terdapat juga rencana untuk menggantikan batu bara dengan gas di Shanghai pada tahun 2010. Kapasitas jalur pipa ini mencapai 12 miliar meter kubik (420 miliar kaki kubik) gas alam per tahun.[29] Biaya pembangunan jalur pipa ini mencapai US$5,7 milyar. Pada akhir tahun 2007, kapasitas jalur pipa ini direncanakan untuk ditingkatkan menjadi 17 miliar meter kubik (600 miliar kaki kubik). Untuk itu, sepuluh stasiun kompresor gas baru pun akan dibangun dan delapan stasiun kompresor gas yang telah ada akan ditingkatkan.[30] HubunganJalur Pipa Gas Barat–Timur terhubung dengan jalur pipa Shaan-Jing melalui tiga jalur pipa cabang.[31] Jalur pipa cabang Ji-Ning sepanjang 886 kilometer (551 mi) antara Stasiun Distribusi Qingshan dan Stasiun Distribusi Anping mulai dioperasikan pada tanggal 30 Desember 2005. Sumber pasokanJalur pipa ini dipasok dari ladang gas dan minyak Tarim Basin di Provinsi Xinjiang. Sementara Ladang Changqing di Shaanxi berfungsi sebagai sumber gas sekunder. Ke depan, direncanakan bahwa jalur pipa gas Kazakhstan-Tiongkok akan terhubung dengan jalur pipa ini. Mulai tanggal 15 September 2009, jalur pipa ini juga dipasok dengan coalbed methane dari Qinshui Basin di Shanxi.[32] Jalur Pipa Gas Barat–Timur IIKonstruksi jalur pipa ini dimulai pada tanggal 22 Februari 2008. Jalur pipa sepanjang 9.102 kilometer (5.656 mi) ini, yang meliputi jalur utama sepanjang 4.843 kilometer (3.009 mi) dan delapan jalur cabang, akan membentang dari Khorgas di barat daya Xinjiang ke Guangzhou di Guangdong. Hingga Gansu, jalur pipa ini akan berdampingan dan terinterkoneksi dengan Jalur Pipa Gas Barat–Timur I. Sisi barat dari jalur pipa ini diharapkan dapat mulai dioperasikan pada tahun 2009, sementara sisi timur diharapkan dapat mulai dioperasikan pada bulan Juni 2011.[33] Kapasitas jalur pipa ini mencapai 30 miliar meter kubik (1,1 triliun kaki kubik) gas alam per tahun. Jalur pipa ini terutama dipasok oleh jalur pipa gas Asia Tengah-Tiongkok. Biaya pembangunan jalur pipa ini diperkirakan mencapai US$20 milyar.[33][34] Jalur pipa ini dikembangkan oleh China National Oil and Gas Exploration and Development Corp. (CNODC), sebuah joint venture antara China National Petroleum Corporation dan PetroChina.[35] Jalur Pipa Gas Barat–Timur IIIKonstruksi jalur pipa ini dimulai pada bulan Oktober 2012 dan diharapkan selesai pada tahun 2015. Jalur pipa ini akan membentang dari Horgos di timur Xinjiang ke Fuzhou di Fujian.[36] Jalur pipa ini akan melewati Provinsi Xinjiang, Gansu, Ningxia, Shaanxi, Henan, Hubei, Hunan, Jiangxi, Fujian, dan Guangdong. ReferensiRujukan
Sumber
Pranala luar
|