Pengepungan Istana Keadilan
Pengepungan Istana Keadilan merupakan sebuah serangan pada tahun 1985 terhadap Mahkamah Agung Kolombia, saat para anggota gerakan gerilyawan kiri M-19 mengambil alih Istana Keadilan di Bogotá dan menyandera para anggota Mahkamah Agung, dengan niatan untuk melangsungkan pengadilan terhadap Presiden Belisario Betancur. Kelompok gerilyawan menyebut kelompok mereka sebagai "Iván Marino Ospina Company" yang berasal dari nama seorang komandan M-19 yang tewas dibunuh oleh militer Kolumbia pada 28 Agustus 1985.[1] Beberapa jam kemudian, setelah dilakukan penyerbuan oleh militer, insiden ini menyebabkan hampir setengah dari dua puluh lima anggota Mahkamah Agung tewas terbunuh.[3][4] Luis Otero bertindak sebagai pemimpin berwenang yang mengarahkan aspek militer dalam pengepungan ini.[5] Latar belakangBandar narkotika telah memberikan ancaman pembunuhan terhadap para anggota Mahkamah Agung sejak 1985, dengan tujuan memaksa mereka mengesampingan Perjanjian ektradisi dengan Amerika Serikat.[6] Pengetahuan sebelumnyaBerdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Pengadilan Instruksi Khusus yang dibuat oleh Dektir nomor 3300 tahun 1985, agen keamanan negara dan bahkan beberapa agensi media state security agencies and even the media memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda-beda tentang pengepungan sebelum penyerangan.[7] [8] Sebulan sebelumnya, dua gerilyawan ditangkap berkeliaran disekitar Istana dan memiliki denah bangunan. Otoritas militer juga menemukan, dalam sebuah penyerbuan di pemukiman di selatan Bogota, sebuah kaset yang menyebutkan proklamasi dari M-19 yang hendak menyebarkannya sebagai salah satu permintaan mereka.[9] Sebagai tambahan, terdapat kecurigaan terkait kecepatan dari respon militer, terlihat dari dengan cepatnya kemunculan kendaraan lapis baja, meskipun terdapat jarak yang jauh antara pangkalan mereka dan Istana Keadilan. Pada tahun 2007 testimoni dari saksi, mantan polisi dan agen intelijen Ricardo Gámez, memberikan dukungan terhadap klaim yang menyebut bahwa negara telah mengetahui sebelumnya. Gamez, yang awalnya mencoba untuk memasukkan laporan pelanggaran pada 1989 namun dianggap tidak dapat diandalkan oleh Kantor Kejaksaan Agung untuk Kantor Kejaksaan dan Militer, namun bagian dari kesaksiannya kemudian dikuatkan dengan penemuan rekaman video yang menampilkan sandera yang kemudian hilang atau mati dalam penyiksaan sedang dievakuasi dari Istana. Saksi mengatakan bahwa beberapa hari sebelum pengambilalihan Istana Keadilan, semua petugas intelijen dikumpulkan dan diberi peringatan bahwa sesuatu akan terjadi dan bahwa sebuah komando operasi telah dibentuk di Casa del Florero. Pada jam 5:30 (UTC-5), beberapa jam sebelum pengambil alihan, dia dan beberapa agen intelijen berada di Carrera Septima dekat Taman Santander, menunggu serangan dimulai.[10] PengepunganHari pertama: 6 NovemberPada 6 November 1985, jam 11:35, tiga kendaraan yang mengangkut 35 gerilyawan (25 pria dan 10 wanita) menyerbu Istana Keadilan Kolumbia, memasukinya melalui ruang bawah tanah.[11][12][13][14] Sementara itu, kelompok gerilyawan lainnya menyamar sebagai warga sipil mengambil alih lantai pertama dan pintu masuk utama.[12] Gerilyawan membunuh petugas keamanan Eulogio Blanco dan Gerardo Díaz Arbeláez dan manager gedung Jorge Tadeo Mayo Castro.[15] Jorge Medina, seorang saksi di ruang bawah tanah pada awal pengepungan, mengatakan bahwa "secara tiba-tiba, gerilyawan memasuki ruang bawah tanah dengan truk. Mereka menembaki dengan senapan mesin terhadap siapapun yang sedang berada disitu".[16] Laporan resmi menyebutkan bahwa gerilyawan merencanakan operasi pengambilalihan untuk menjadi "pengambilalihan berdarah".[17] Menurut sumber resmi ini[18] gerilyawan "mengatur untuk menembak membabi-buta dan meledakan bom yang menggetarkan gedung sambil meneriakkan teriakan perang yang memuji M19." M-19 kehilangan satu gerilyawan dan seorang perawat pada penyerbuan awal bangunan.[19] Setelah gerilyawan menetralkan anggota keamanan yang menjaga gedung, mereka menempatkan pos bersenjata pada beberapa tempat strategis, seperti di tangga dan di lantai empat.[19] Sekelompok gerilyawan dipimpin oleh Komandan Luis Otero naik ke lantai empat dan menculik Presiden Mahkamah Agung, Hakim Kepala Alfonso Reyes Echandía.[19] Sementara itu, banyak sandera melarikan diri ke ruangan kosong di lantai pertama, dimana mereka bersembunyi hingga sekitar jam 14.00.[17] Gerilyawan menahan 300 orang menjadi sandera, termasuk 24 hakim agung dan 20 hakim lainnya. Sandera pertama dari kelompok gerilyawan adalah Hakim Agung dan Presiden Mahkamah Konstitusi, kemudian mereka memanggil Sala Constitucional, Manuel Gaona Cruz,[20] yang bertugas memberikan pendapat di pengadilan who was in charge of delivering the opinion of the court sehubungan dengan konstitusionalitas perjanjian ekstradisi antara Kolombia dan Amerika Serikat. Setelah tiga jam pasca serangan awal, prajurit Angkatan Darat menyelamatkan sekitar 200 sandera[21] dari tiga lantai bawah bangunan; gerilyawan bersenjata dan sisa sandera menempati dua lantai teratas. Sebuah rekaman dikirimkan ke sebuah stasiun radio setelah penyerangan, mengatakan bahwa kelompok M-19 telah mengambil alih bangunan "dalam nama keadilan sosial dan damai".[butuh rujukan] Dari dalam Mahkamah Agung, anggota M-19 meminta melalui sambungan telepon agar Presiden Belisario Betancur datang ke Istana Keadilan dalam rangka mendapatkan pengadilan dan negosiasi. Presiden menolak datang dan memerintahkan rapat kabinet darurat. Hari kedua: 7 NovemberPemberontak M-19 membebaskan Penasehat Negara Reynaldo Arciniegas pada pukul 8:30, dengan sebuah pesan untuk pemerintah agar membiarkan masuk kelompok Palang Merah dan memulai dialog. Namun, kemudian serangan ke Istana Keadilan berlangsung beberapa saat kemudian.[12] SeranganOperasi untuk mengambil kembali gedung dipimpin oleh Jenderal Jesús Armando Arias Cabrales, Komandan Brigade Angkatan Darat ke-13 di Bogotá; dia menunjuk Kolonel Alfonso Plazas, komandan dari batalion kavaleri lapis baja, untuk secara personal mengawasi operasi ini.[butuh rujukan] Pengambilalihan kembali gedung mulai berlangsung hari itu dan berakhir pada 7 November, saat prajurit Angkatan darat Kolumbia menyerbu Istana Keadilan, setelah menduduki beberapa lantai pertama selama hari pertama dari pengepungan. Setelah mengelilingi bangunan gedung dengan kendaraan lapis baja EE-9 Cascavel dan EE-11 Urutu dan prajurit dipersenjatai dengan senapan serbu G3 dan senapan submesin MP5, mereka menyerbu bangunan gedung sekitar setelah jam 14:00. EE-9 menghancurkan pintu besar di gerbang utama, dan menembak langsung dinding struktur luar. Hasil pengujian yang dilakukan oleh ahli balistik dan penyelidik mendemonstrasikan bahwa penyebab utama dari kebakaran catatan kriminal, yang mengandung bukti dan surat perintah penahanan atas banyak kriminal, adalah efek dari roket angkatan darat dan bukan bagian dari aksi M-19. Hasil tes membuktikan bahwa jika ditembakkan oleh seorang prajurit yang berdiri dua puluh kaki dari dinding berbahan kayu dari perpustakaan yang menyimpan arsip legal, panas berlebih yang dihasilkan oleh bagian belakang roket akan memicu panel kayu. Dalam banyak peristiwa, di area dengan tumpukan kertas tua, berkas, buku dan koran, kualitas peledak yang digunakan oleh militer akan menjamin sebuah kebakaran besar."[22] Secara total, lebih dari 6000 dokumen berbeda terbakar. Kebakaran terdari selama 2 hari, meskipun banyak langkah telah dilakukan oleh pemadam kebakaran yang mencoba menjinakkan api. Sebuah teori yang diselidiki tentang "hilangnya" entitas yang hilang dalam pengepungan adalah bahwa mereka hangus dalam api, dan tidak dapat diidentifikasi dengan cara apa pun, dan tanpa ditemukan, entitas tersebut dianggap hilang dalam aksi. Teori ini masih dipelajari dalam berbagai persidangan kasus.[23] 98 orang tewas selama serangan ke Istana. Mereka yang tewas terdiri dari sandera, prajurit, dan gerilyawan, termasuk pemimpin mereka, Andrés Almarales, dan empat komandan senior M-19. Setelah penyerbuan, salah satu hakim agung lainnya meninggal di rumah sakit setelah mengalami serangan jantung. AkibatPengepuangan dan penyerbuan Istana Keadilan merupakan salah satu serangan paling mematikan di Kolumbia dalam perang melawan pemberontak kiri. Kelompok M-19 masih menjadi kekuatan yang cukup kuat setelah penyerbuan, namun terhambat oleh kematian lima pimpinannya. Pada Maret 1990, kelompok ini menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah. Setelah pengepungan, pemadam kebakaran bergegas menuju lokasi serangan dan menjinakkan beberapa api tersisa di istana. Kelompok penyelamat lainnya membantu dengan memindahkan reruntuhan yang tersisa. Presiden Betancur muncul di TV nasional pada malam hari ke-7, mengatakan bahwa dia bertanggung jawab secara penuh untuk "mimpi buruk mengerikan"; Dia menawarkan belasungkawa bagi keluarga korban yang meninggal, warga sipil dan pemberontak, dan mengatakan bahwa dia akan melanjutkan mencari solusi damai dengan pemberontak. Tepat seminggu kemudian, pada 14 November, dia menawarkan belasungkawa untuk tragedi lainnya: [[Letusan gunung berapi Nevado del Ruiz, yang menewaskan 25,000 orang pada tragedi Armero. "Kita mengalami satu tragedi nasional dan lainnya", kata dia. Pengepungan ini menjadi titik awal pembentukan satuan AFEUR pada Angkatan Darat Kolumbia untuk menangani situasi semacam ini dimasa depan. Angkatan bersenjata Kolumbia tidak memiliki satuan anti-teror yang dilatih secara khusus untuk operasi di perkotaan sebelum pengepungan ini, dan beberapa pihak menyalahkan hasil yang terjadi karena kurangnya pengalaman dari prajurit yang ditugaskan. Hakim yang tewasDua belas hakim yang tewas:[24]
Dugaan terkait kartel nakrobaTidak lama setelah pengepungan, pihak Amerika Serikat dan Menteri Kehakiman Kolumbia Enrique Parejo meyakinkan bahwa perdagangan narkotika telah mendanai operasi ini untuk menyingkirkan berbagai dokumen kriminal yang hilang selama peristiwa ini, dalam rangka menghindari ektradisi.[25] Kurang dari seminggu setelah insiden ini, Humberto Murica, seorang pensiunan hakim Mahkamah Agung yang selamat dari pengepungan menyatakan pada Washington Post bahwa dia menolak klaim yang menyebutkan bahwa M19 prihatin dengan berkas yang didasarkan pada percakapan para militan.[26] Dicatat pula bahwa penghancuran berkas yang disimpan di Istana Keadilan tidak akan mencegah ektradisi karena salinan berkas disimpan ditempat lain, termasuk di Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan besar Amerika Serikat.[27] Komisi Penyelidikan Khusus, yang dibentuk oleh pemerintah Betancur setelah adanya tekanan publik yang kuat,[28] dirilis pada Juni 1986 melaporkan dan menyimpulkan bahwa penghancuran berkas bukan merupakan sasaran operasi M19.[29] Penulis Ana Carrigan, yang mengutip laporan Juni 1986 pada bukunya mengenai pengepungan dan awalnya mengesampingkan keterkaitan antara M-19 dan kartel Medellín, mengatakan kepada majalah Cromos pada akhir 2005 bahwa dia sekarang percaya bahwa kartel mungkin mendanai dan mendukung M-19.[30] Anak dari Pablo Escobar mengklaim bahwa meski ayahnya tidak muncul dengan rencana pengepungan, dia membayar M-19 jutaan dollar. Escobar mengatakan bahwa dia mendukung M-19 karena "dia percaya idealisme" dari M-19 dan "mencari cara untuk menjaga dan mendukung mereka".[31] Pada hari yang sama dengan pengepungan, acara di pengadilan Mahkamah Agung awalnya adalah untuk memulai penundaan pertimbangan konstitusional terkait perjanjian ektradisi antara Kolumbia-Amerika Serikat. M-19 secara terbuka menentang ektradisi dengan dasar nasionalisme. Beberapa hakim sebelumnya diancam oleh pemimpin bandar narkoba untuk mencegah kemungkinan keputusan positif terkait perjanjian ini. Setahun setelah pengepungan, perjanjian ini disebut sebagai tidak konstitusional.[32][33] Mantan asisten Jaksa Agung Kolumbia, Wakil pengawas nasional, penulis dan professor terkenal Jose Mauricio Gaona (anak dari hakim agung yang terbunuh Manuel Gaona Cruz [es])[34] bersama dengan mantan Menteri Kehakiman dan Duta besar Kolumbia untuk Inggris, Carlos Medellín Becerra (anak dari hakim agung Carlos Medellín Forero [es]), secara rutin mendorong penyelidikan lebih lanjut dan luas tidak hanya perkiraan keterkaitan antara M-19 dan kartel Medellín, tetapi juga kemungkinan lain seperti keterkaitan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata. Presiden Gustavo Petro, seorang mantan gerilyawan M-19, telah menolak tuduhan ini dan membubarkannya sebagai tidak konsisten karena berasal dari pernyataan bandar narkoba. Petro mengatakan bahwa anggota M-19 yang selamat mengakui peran mereka selama peristiwa ini, atas nama organisasi keseluruhan, namun menolak segala keterkaitan dengan perdagangan narkotika.[35] ImpunitasPenyelidikan lebih lanjut dan komentator mempertimbangkan bahwa baik M-19 dan militer bertanggung jawab atas kematian para hakim agung dan warga sipil didalam bangunan. Beberapa menyalahkan Presiden Belisario Betancur yang tidak mengambil langkah lebih lanjut dan gagal melakukan negosiasi, dan lainnya berkomentar mengenai kemungkinan dari de facto "kudeta 24-jam", pada saat militer menguasi situasi secara penuh. Menurut buku Ana Carrigan tahun1993 berjudul The Palace of Justice: A Colombian Tragedy, Kepala Mahkamah Agung Alfonso Reyes tampaknya dibakar hidup-hidup dalam pengepungan ini, selayaknya orang yang terbakar badannya setelah dituangi bensin. Buku ini menegaskan bahwa, setelah pengepungan berakhir, sekitar dua puluh delapan mayat dibuang ke kuburan massal dan tampaknya dilaburi oleh asam, untuk membuat identifikasi menjadi sulit. Carrigan berpendapat bahwa mayat korban Letusan gunung berapi Nevado del Ruiz, yang menimbun kota Armero dan membunuh lebih dari 20,000 warga, dibuangkan ke kuburan massal yang sama, membuat penyelidikan forensik lebih lanjut tidak mungkin.[36][37] Meskipun banyak penyelidikan dan tuntutan hingga saat ini, impunitas berlaku pada sebagian besar dekade berikutnya. Ana Carrigan menegaskan dalam bukunya di 1993 bahwa "Kolumbia telah maju... Kolumbia telah melupakan pengepungan Istana Keadilan", dalam cara yang sama, menurut pendapatnya, Warga Kolumbia juga telah lupa atau mengadopsi posisi penolakan dari peristiwa tragis lainnya, seperti Pembantaian Santa Marta di tahun 1928. Tidak ada yang bertanggung jawab ditentukan oleh pemerintah ataupun oleh para penyintas dari gerakan M-19 yang diampuni setelah mereka didemobilisasi. Eduardo Umaña, penuntut pertama yang mewakili keluarga dari korban yang terbunuh selama pengepungan, dibunuh pada 1998, dan beberapa anggota keluarga tersebut melarikan diri ke Eropa karena menerima ancaman pembunuhan.[38] Menghilang
Setidaknya 11 orang menghilang selama peristiwa pengepungan, kebanyakan adalah pegawai kafetaria, nasib sepuluh dari mereka tidak diketahui. Kemungkinan besar mayat mereka termasuk pada beberapa mayat yang tidak teridentifikasi dan tercerai berai, satu orang diidentifikasi melalui pengujian DNA yang dilakukan oleh National University of Colombia, menyisakan nasib 10 orang lainnya dipertanyakan.[44] Menurut Ana Carrigan, Irma Franco, seorang mahasiswi hukum dan gerilyawan M-19, menghilang setelah dia ditangkap. Carrigan menyatakan bahwa Franco telihat dalam penahanan oleh pasukan khusus Kolumbia yang menahan beberapa sandera. Dia juga menyatakan bahwa gerilyawan kabur dengan beberapa sandera dan tidak pernah terlihat lagi.[45] Komisi penyelidikan khusus mengkonfirmasi hilangnya Franco, dan hakim meminta penyelidikan kasusnya dikejar.[46] Seminggu setelah pengepungan, M-19 merilis siaran pers yang mengklaim bahwa enam pemimpin, termasuk Franco, dan "tujuh pejuang lainnya" semuanya telah "menghilang dan dibunuh" oleh Angkatan Darat. Dari rekaman militer dan polisi diketahui bahwa intelijen angkatan darat menahan setidaknya tujuh belas orang dalam rentang dua hari pengepungan. Tidak seorangpun dari pemimpin M-19, dengan pengecualian Andrés Almarales, yang diidentifikasi di Kamar Jenazah.[47] Perkembangan selanjutnyaPeristiwa terkait pengepungan Istana Keadilan mendapatkan cakupan baru dari media Kolumbia selama peringatan 20 tahun tragedi tersebut. Diantara media tersebut, koran harian terbesar El Tiempo, mingguan El Espectador, dan majalah Cromos menerbitkan beberapa artikel, wawancara dan potongan pendapat, termasuk cerita dari penyintas, dan juga nasib buruk dari kerabat korban dan mereka yang hilang.[48][49] 2005–2006 Komisi kebenaranMahkamah Agung membentuk sebuah komisi kebenaran untuk menyelidiki pengepungan itu. Komisi mulai bekerja pada 3 November 2005.[50] 2006–2007 Proses peradilanPada 22 Agustus 2006, Jaksa Agung Mario Iguarán mengumumkan bahwa mantan Kolonel Edilberto Sánchez, mantan kepala intelijen Brigade Angkatan Darat ke-13, akan dipanggil untuk ditanyai dan diselidiki untuk kejahatan penculikan dan penghilangan paksa. Penuntut umum membuka kembali kasus setelah mengamati rekaman video dan mengidentifikasi manajer kafetaria Carlos Augusto Rodríguez dibawa keluar dari Istana Keadilan dalam keadaan hidup oleh seorang prajurit, bersama dengan mantan sandera M-19.[51] Sánchez kemudian ditahan. Pada Mei 2007, dia ditanyai oleh penuntut mengenai kemungkinan perannya pada hilangnya Irma Franco dan setidaknya dua pekerja kafetaria, yang meninggalkan Istana dalam keadaan hidup. Sánchez menolak tuduhan ini dan mengklaim tidak bersalah. Dia mengaku bahwa dia dapat menerima perintah untuk menutup pintu keluar beberapa sandera dari Istana Keadilan.[52] 2008 Kesakian Virginia VallejoPada 11 Juli 2008, Virginia Vallejo, pembawa berita televisi yang memiliki hubungan intim dengan Pablo Escobar dari tahun 1983 hingga 1987 dan penulis buku "Amando a Pablo, odiando a Escobar" (2007) (Mencintai Pablo, Membenci Escobar),[53] diminta untuk bersaksi dalam pembukaan kembali kasus pengepungan Istana Keadilan, dalam rangka untuk mengkonfirmasi peristiwa-peristiwa yang dia jabarkan dalam memoirnya, pada bab "Istana dalam Api", pada halaman 230 hingga 266.[54] Di Konsulat Kolumbia di Miami, dibawah sumpah, dia menjabarkan hubungan antara sang bandar narkotika dengan Pemerintah Sandinista Nikaragua[55][56] dan M-19; juga, mengenai pertemuan antara Escobar dengan komandan pemberontak Ivan Marino Ospina, yang mana dia hadir saat itu, dua minggu sebelum Ospina tewas dibunuh oleh Angkatan Darat, pada 28 Agustus 1985.[57] Dalam pernyataan yudisialnya, Vallejo membenarkan bagaimana, pada pertengahan tahun 1986, Escobar memberitahunya bahwa dia telah membayar satu juta dolar tunai kepada para pemberontak, dan satu juta dolar lagi dalam bentuk senjata dan bahan peledak untuk mencuri arsipnya dari Istana Kehakiman, sebelum persidangan. Mahkamah Agung mulai mempelajari ekstradisi para anggota terkemuka kartel kokain ke Amerika Serikat.[58] Selama kesaksiannya yang berlangsung selama lima jam, sang jurnalis menjabarkan foto dari enam belas mayat yang dia terima secara anonim pada tahun itu. Menurutnya, Escobar mengidentifikasi korban sebagai pegawai kafetaria dari Istana dan dua anggota pemberontak wanita yang telah ditahan oleh Angkatan Darat setelah pengepungan, dan telah disiksa dan menghilang atas perintah Kolonel Edilberto Sánchez, direktur of B-2, Intelijen Militer.[58] Meskipun kesaksiannya dilindungi, beberapa kutipannya muncul pada 17 Agustus 2008 di El Tiempo, koran milik keluarga Santos, termasuk Wakil Presiden Francisco Santos, dan menteri pertahanan Juan Manuel Santos.[59][60] Di stasiun radio,[61] Vallejo menuduh kantor Jaksa Agung Kolumbia menyebarkannya ke media dan memalsukan isinya, untuk melindungi militer dan mantan kandidat presiden Alberto Santofimio, sekutu politik Escobar.[62][63] Pada 3 Juni 2010, Virginia Vallejo mendapatkan suaka politik dari Amerika Serikat.[64] Vonis dan pengampunan Kolonel Plazas VegaPada 2010, purnawirawan Kolonel Alfonso Plazas Vega divonis hingga 30 tahun penjara untuk keterlibatannya pada penghilangan paksa pasca pengepungan.[65] Presiden Kolumbia, Álvaro Uribe, bereaksi dengan menyebut bahwa dia "sedih dan terluka" oleh keputusan ini. Dia mengumumkan niatannya untuk mencari perubahan terhadap cara militer dinilai di Kolumbia dan meminta hukuman penjara bagi mereka yang dia sebut sebagai "penghasut" dari pembantaian tersebut.[66] Uribe juga melakukan pertemuan dengan komandan militer mencari cara untuk melindungi mereka dari "keputusan pengadilan yang bertentangan dengan pekerjaan mereka".[67] Namun demikian, Jaksa Agung Kolumbia menyebut bahwa kejahatan kemanusiaan terjadi selama pengepungan, yang dapat melanjutkan pemrosesan kolonel lainnya dan seorang jenderal yang terlibat dalam insiden ini.[38] María Stella Jara, hakim yang memberikan vonis kepada Kolonel Plazas meninggalkan negeri setelah menerima banyak ancaman pembunuhan baginya dan anaknya. Dia dan keluarganya harus tinggal dalam pengawasan ketat selama masa persidangan.[68] Pada 16 Desember 2015 Kolonel Plazas Vega dinyatakan tidak bersalah berdasarkan voting lima berbanding tiga oleh Mahkamah Agung Kolumbia dan mengampuni vonis 30-tahun penjara sebelumnya. Pernyataan tersebut dipengaruhi oleh peninjauan kembali kasus tersebut di Mahkamah Agung ketika keabsahan keterangan empat saksi dipertanyakan, serta tidak adanya bukti konklusif untuk membuktikan bersalah dalam dakwaan yang diajukan kembali ke Plazas Vega..[69] Referensi
Bacaan lebih lanjutBuku
Laporan pemerintah/NGO
News
|