Paus Gregorius I
Paus Gregorius I (lahir 540 – wafat 12 Maret 604), atau lebih dikenal dengan julukan Gregorius Agung, adalah Paus Gereja Katolik Roma dari tanggal 3 September 590 hingga akhir hayatnya. Gregorius terkenal dengan tulisan-tulisannya, yang lebih beragam daripada semua paus pendahulunya.[1] Ia juga dikenal sebagai Santo Gregorius Sang Dialogis dalam Gereja Ortodoks Timur karena karya tulisnya yang berjudul “Dialog-dialog”. Untuk alasan ini, terjemahan namanya dalam bahasa Inggris dari teks Gereja Ortodoks adalah "Gregorius Dialogus". Dia adalah paus pertama dengan latar belakang biarawan. Gregorius adalah seorang Pujangga Gereja dan salah satu dari enam Bapa Gereja Latin. Ia dianggap sebagai orang suci di Gereja Katolik Roma, Gereja Ortodoks Timur, Gereja Anglikan, dan beberapa gereja Lutheran. Segera setelah kematiannya, Gregorius dikanonisasi atas dasar pengakuan mayoritas.[2] John Calvin mengagumi Gregorius dan dinyatakan dalam karyanya “Institutes” bahwa Gregorius adalah paus baik terakhir.[3] Dia adalah santo pelindung para musisi, penyanyi, pelajar, dan guru.[4] Masa KecilTanggal pasti kelahiran Gregorius tidak ada yang tahu, tetapi diperkirakan sekitar tahun 540[5][6] di kota Roma. Orangtuanya menamainya Gregorius, yang menurut Aelfric (Uskup Agung Canterbury pada abad ke-10) dalam karya tulisnya “An Homili to the Birth-Day of S. Gregorius, "... adalah sebuah nama Yunani, yang dalam bahasa Latin “Vigilantius”, yang berarti Waspada .... "[7] Para penulis abad pertengahan yang memberikan etimologi ini [8] tidak ragu untuk menjadikannya sebagai rangkuman kehidupan Gregorius. Aelfric, misalnya, mengatakan, "Dia sangat taat pada Hukum Allah." [9] Ketika Gregorius masih kecil, Italia telah direbut kembali dari Goth oleh Kaisar Yustinianus I, penguasa Kekaisaran Romawi yang memerintah dari Konstantinopel. Perang ini berakhir pada tahun 552. Kemudian invasi kaum Frank juga berhasil dikalahkan pada tahun 554. Kekaisaran Romawi Barat sudah lama lenyap saat itu dengan munculnya raja-raja Gotik Italia. Setelah tahun 554 Italia mengalami masa damai dan lahirlah masa restorasi, dengan perbedaan bahwa pusat pemerintahan sekarang berada di Konstantinopel. Italia masihlah satu negara, "Roma", dan masih berbahasa resmi yang sama, yaitu Bahasa Latin klasik akhir. Dari tahun 542 Wabah Justinian melanda provinsi-provinsi kekaisaran, termasuk Italia. Wabah ini menyebabkan kelaparan, panik, dan terkadang menjadi sebab kerusuhan. Di beberapa bagian negara, lebih dari sepertiga jumlah penduduk musnah atau benar-benar mengalami kehancuran. Wabah ini memberikan dampak spiritual dan emosional yang berat pada penduduk kekaisaran.[10] Karena peperangan kebanyakan terjadi di wilayah utara, Gregorius muda mungkin hanya menyaksikan sedikit dari dampak perang itu. Kaum Totila merampas dan mengosongkan kota Roma pada tahun 547, menghancurkan sebagian besar penduduk kunonya, tetapi pada 549 dia mengundang para penduduk Roma yang masih hidup untuk kembali mengisi jalan-jalan kota yang telah kosong dan hancur. Ada teori yang menyebutkan bahwa Gregorius muda dan orang tuanya, Gordianus dan Silvia, pindah ke rumah Gordianus di Sisilia pada masa itu, dan mereka baru kembali lagi ke Roma pada tahun 549.[11] Gregorius terlahir dalam sebuah keluarga ningrat Romawi yang memiliki hubungan yang dekat dengan pihak gereja. Julukan keluarga ningrat ini dalam Bahasa Latin adalah “nobilis”, namun tidak dijelaskan secara historis dari mana julukan ini berasal atau apa yang bisa mengidentifikasi keluarga tersebut. Tidak ditemukan adanya hubungan antara keluarga ini dengan keluarga-keluarga ningrat Republik Romawi.[12] Kakek buyut Gregorius adalah Paus Felix III,,[13] tetapi dia menjadi paus bukan atas dasar latar belakang keluarga ningrat, tetapi atas dasar pencalonan raja Gotik, Theodoric .[12] Terpilihnya Gregorius untuk menduduki tahta Basilika Santo Petrus membuat keluarganya menjadi dinasti keluarga imamat yang paling terpandang pada zamannya.[14] Keluarga ini memiliki dan tinggal di sebuah “villa suburban” di Bukit Caelian, menghadap jalan yang sama, yang sekarang menjadi jalan Via di San Gregorio, dengan bekas istana-istana para kaisar Romawi yang terletak di hadapan Bukit Palatine. Bagian utara jalan ini berujung pada Koloseum; bagian selatan berujung pada Circus Maximus. Pada zaman Gregorius hidup bangunan-bangunan tua ini sedang dalam kondisi berantakan dan dimiliki oleh orang-orang pribadi.[15] Berbagai villa memenuhi daerah ini.[16] Keluarga Gregorius juga memiliki rumah usaha di Sisilia dan di sekitar kota Roma.[17] Ayah Gregorius, Gordianus, memegang jabatan Regionarius di dalam Gereja Romawi. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai jabatan ini. Ibu Gregorius, Silvia, lahir di dalam keluarga yang berada dan memiliki seorang saudara perempuan yang telah menikah di Sisilia bernama Pateria. Lukisan keluarga Gregorius nantinya akan dilukis di dinding rumahnya yang berada di Bukit Caelian dan baru 300 tahun kemudian lukisan ini diidentifikasi oleh Yohanes Diakon. Gordianus digambarkan sebagai pria dengan wajah panjang dan mata yang kecil serta memiliki jenggot. Silvia digambarkan sebagai wanita dengan tubuh yang tinggi, wajah bulat, mata biru dan tampang yang ceria. Keduanya memiliki seorang anak laki-laki lagi namun nama dan nasibnya tidak diketahui.[18] Para biarawan dari biara Santo Andreas (rumah leluhur keluarga Gregorius di Bukit Caelian) memiliki lukisan wajah Gregorius yang dibuat setelah kematiannya, yang mana Yohanes Diakon juga menyaksikannya pada abad ke-9. Ia menggambarkan lukisan itu sebagai seorang pria yang "agak botak" dan memiliki janggut "kuning kecoklatan" seperti ayahnya dan bentuk wajah yang merupakan campuran dari bentuk wajah ayah dan ibunya. Rambut di kedua sisi kepalanya dibiarkan panjang dan dibuat ikal dengan sangat rapi. Hidungnya "tipis dan lurus" dan "sedikit bengkok." Dahinya tinggi; ia juga memiliki bibir yang tebal dan “terbagi rata” serta dagu "dari seorang terpandang" dan "tangan yang indah." [19] Gregorius berpendidikan tinggi dan sangat pandai, seperti yang ditulis oleh Gregorius dari Tours bahwa "dalam tata bahasa, dialektika dan retorika ... ia tidak ada tandingannya ...." [20] Gregorius bisa menulis dalam Bahasa Latin dengan sempurna tetapi tidak bisa membaca atau menulis dalam Bahasa Yunani. Dia mengenal para penulis Latin, ilmu alam, sejarah, matematika dan musik serta memiliki "kemahiran di bidang hukum kekaisaran" yang bagi beberapa pihak menunjukkan bahwa ia mungkin telah belajar ilmu hukum, "sebagai persiapan untuk berkarier dalam bidang pelayanan masyarakat."[20] Saat ayahnya masih hidup, Gregorius terjun di dalam dunia politik Romawi dan pernah menjadi pejabat wali kota Roma (praefectus urbi). Di zaman modern saat ini, Gregorius sering kali digambarkan sebagai seseorang yang berada di perbatasan: antara dunia Romawi dan dunia Germania, antara Timur dan Barat, antara zaman kuno dan abad pertengahan.[21] Masa MembiaraGregorius memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap kehidupan biara. Ia menganggap menjadi seorang biarawan sebagai 'usaha yang tak kenal lelah untuk menemukan visi Pencipta kita’.[22] Tiga bibi dari keluarga ayahnya adalah para biarawati yang terkenal atas kesucian mereka. Namun, setelah dua saudari tertua dari ketiga bibi ini meninggal dunia yang menurut cerita terjadi setelah melihat penampakan leluhur mereka, Paus Felix, bibi yang paling muda kemudian meninggalkan kehidupan biara dan menikah dengan penjaga rumah keluarganya. Tanggapan Gregorius atas skandal keluarga ini adalah “banyak yang dipanggil, namun hanya sedikit yang terpilih.” [23] Ibunda Gregorius sendiri adalah seorang wanita suci (santa). Pada saat menjelang ajalnya, sang ayah, Gordianus, mengubah “villa suburban” milik keluarganya yang terletak di Bukit Caelian dan berseberangan dengan Circus Maximus menjadi sebuah biara yang didedikasikan pada Rasul Santo Andreas. Nantinya, setelah Gregorius wafat, biara ini didedikasikan padanya dan dinamai San Gregorio Magno al Celio. Di dalam kehidupan kontemplasinya, Gregorius menyimpulkan bahwa “di dalam keheningan hati, sementara kita terus berjaga-jaga dalam diri kita sendiri melalui kontemplasi, kita seakan-akan terlelap dalam semua hal yang tidak ada.” [24] Gregorius bukanlah orang yang selalu memaafkan, atau menyenangkan juga, bahkan pada masa ia hidup membiara. Contohnya, seorang biarawan yang sedang menanti ajal mengaku pernah mencuri tiga keping emas. Gregorius memaksa biarawan itu untuk meninggal sendirian dan tanpa teman, kemudian membuang tubuhnya beserta kepingan emas ke dalam tumpukan pupuk kandang disertai dengan ucapan, “Bawalah uangmu bersama dirimu ke dalam neraka!” Gregorius percaya bahwa hukuman atas dosa bisa dimulai kapan saja, bahkan ketika seseorang sedang menghadapi ajal.[25] Suatu saat nanti, Paus Pelagius II akan mentahbiskan Gregorius menjadi seorang diakon dan meminta bantuannya dalam usaha untuk mengakhiri Skisma Tiga Bab yang sedang terjadi di Italia Utara. Sayangnya, Italia tidak bisa mengakhiri skisma ini sampai lama setelah Gregorius wafat.[26] Apokrisiariat (579–585)Pada tahun 579, Paus Pelagius II menunjuk Gregorius sebagai “apocrisiarius”-nya (duta besar ke pengadilan kekaisaran di Konstantinopel).[27] Gregorius merupakan bagian dari delegasi Romawi (gabungan antara orang awam dan imamat) yang tiba di Konstantinopel pada tahun 578 untuk meminta bantuan militer kekaisaran menghadapi kaum Lombardia.[28] Dengan militer Bizantium terfokus pada daerah Timur, permohonan ini tidak membuahkan hasil; pada tahun 584, Paus Pelagius II menulis kepada Gregorius sang apocrisiarius, merinci kesulitan yang Roma alami di bawah kaum Lombardia dan memintanya untuk memohon Kaisar Maurisius untuk mengirim pasukan bantuan.[28] Namun, Maurisius sudah lama bertekad untuk melawan Lombardia hanya lewat jalur intrik dan diplomasi, salah satunya adalah membuat kaum Franks melawan mereka.[28] Langsung menjadi jelas bagi Gregorius bahwa kaisar-kaisar Romawi Bizantium tidak akan mengirim kekuatan militer yang diharapkan, terutama mengingat masalah yang lebih besar bagi kekaisaran untuk menghadapi Persia di Timur dan Kaum Avar dan Kaum Slavia di Utara.[29] Menurut Ekonomou, "jika tugas prinsip Gregorius adalah untuk mengangkat kepentingan Roma di hadapan kaisar, maka hanya sedikit yang bisa ia kerjakan saat kebijaksanaan kekaisaran terhadap Italia menjadi kenyataan. Wakil-wakil Paus yang mengajukan kasus-kasus mereka dengan sikap terlalu memaksa dapat segera dianggap sebagai suatu gangguan dan bisa-bisa malah tidak akan diikut-sertakan lagi ke dalam pertemuan-pertemuan kekaisaran.” [29] Gregorius sendiri telah memperoleh teguran atas tulisan kanonik-nya yang panjang lebar atas legitimasi Yohanes III Scholasticus yang menduduki posisi Patriarkat Konstantinopel selama dua belas tahun sebelum posisi itu dikembalikan ke Eutychius (yang dijatuhkan oleh Justinian).[29] Gregorius kemudian mengubah kehidupan politiknya melalui menjalin hubungan dengan kaum elit Bizantium di Konstantinopel, di mana ia menjadi sangat popular dengan kaum kelas atas kota tersebut, terutama para wanita bangsawan.[29] Ekonomou menilai bahwa “walau mungkin Gregorius telah menjadi pemimpin spiritual sebuah segmen bangsawan Konstantinopel yang besar dan penting, hubungan ini tidak berhasil mengangkat kepentingan-kepentingan Roma di hadapan sang kaisar.”[29] Walau tulisan Yohanes Diakon menyebut bahwa Gregorius “bekerja keras untuk perbaikan Italia”, tidak ditemukan bukti bahwa masa jabatannya itu berhasil meraih tujuan-tujuan yang diharapkan oleh Paus Pelagius II.[30] Sengketa teologi Gregorius dengan Patriark Eutychius meninggalkan "rasa pahit untuk spekulasi teologis dari Timur" pada diri Gregorius yang akan terus-menerus mempengaruhi dirinya bahkan ketika ia telah menjadi paus sekalipun.[31] Menurut sumber-sumber Barat, debat terbuka Gregorius dengan pengikut Eutychius berpuncak pada argumentasi di hadapan Kaisar Tiberius II di mana Gregorius mengutip sebuah ayat Alkitab("Palpate et videte, quia spiritus carnem et ossa non habet, sicut me videtis habere") untuk mendukung pandangan bahwa Kristus adalah tetap bertubuh dan nyata setelah kebangkitan-Nya; diduga sebagai akibat dari perdebatan ini, Tiberius II memerintahkan tulisan Eutychius dibakar.[31] Ekonomou menilai perdebatan ini, walau dibesar-besarkan oleh sumber-sumber Barat, sebagai “satu-satunya keberhasilan ‘apokrisiariat’-an Gregorius.” [32] Kenyataannya, Gregorius terpaksa harus bergantung pada Alkitab dalam perdebatan ini karena ia tidak bisa membaca karya-karya tulis resmi Bahasa Yunani yang belum diterjemahkan.[32] Gregorius meninggalkan Konstantinopel dan kembali ke Roma pada tahun 585, pulang balik ke biaranya di Bukit Caelian.[33] Gregorius terpilih secara aklamasi untuk meneruskan kepausan Pelagius II pada tahun 590 setelah Paus Pelagius II meninggal dunia akibat wabah yang menyebar di seluruh kota.[33] Pengangkatan Gregorius disetujui lewat iussio kekaisaran yang berasal dari Konstantinopel pada bulan September berikutnya (sebagaimana norma yang ada untuk kepausan pada masa kekaisaran Romawi Byzantium)[33] Misi-misiDi antara semua beban dan lelah menjalankan tugasnya, terlihat Sri Paus tidak pernah melupakan para budak Inggris yang pernah dilihatnya di Forum Romawi.[34] Paus Gregorius memiliki keyakinan yang besar pada misi-misinya. “Tuhan Yang Maha Kuasa menempatkan manusia-manusia yang baik untuk berkuasa supaya Tuhan bisa memberikan karunia rahmat-Nya kepada umat-umat-Nya melalui mereka. Dan hal inilah yang terjadi pada orang-orang Inggris di mana kau telah ditunjuk untuk berkuasa atas diri mereka, bahwa melalui rahmat-rahmat yang telah dianugerahkan kepadamu, rahmat-rahmat surgawi juga bisa dianugerahkan kepada masyarakatmu.”[35] Masa Kepausan (590–604)Walaupun Gregorius pernah memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kehidupan biara yang penuh kontemplasi, ia terpaksa kembali ke dalam sebuah dunia yang, walaupun ia sungguh mencintainya, ia tidak ingin untuk menjadi bagiannya.[36] Di berbagai tulisannya, terutama tulisan-tulisan yang dibuat pada tahun pertamanya sebagai Paus, Gregorius berkeluh atas beban pekerjaannya dan berduka atas hilangnya kehidupan penuh doa yang tak terganggu yang ia pernah nikmati semasa menjadi biarawan.[37] Saat ia menjadi paus pada tahun 590, kegiatan-kegiatan pertamanya di antaranya adalah menulis sekumpulan surat yang isinya merendahkan ambisi apapun untuk menempati tahta Santo Petrus dan memberikan pujian yang tinggi pada kehidupan penuh kontemplasi para biarawan. Saat itu, karena berbagai alasan, Tahta Suci tidak memiliki kepemimpinan yang efektif di Barat semenjak masa kepemimpinan Paus Gelasius I. Keuskupan di Gaul dibentuk dari sekumpulan keluarga terpandang disana, dan mirip seperti mereka adalah: pandangan yang sempit dari penerus Gregorius, yaitu Gregorius dari Tours, yang dianggap lazim; di Spanyol Visigotik para uskupnya hanya memiliki sedikit kontak dengan Roma; di Italia wilayah-wilayah yang harusnya secara de facto telah tunduk di bawah administrasi kepausan ternyata dikuasai di bawah ancaman para bangsawan Lombardi yang kejam dan persaingan keompok-kelompok Yahudi di provinsi Ravenna and di daerah Selatan. Gregorius dihargai atas keberhasilannya membangkitkan kembali karya-karya misionaris Gereja di antara orang-orang barbar di Eropa utara. Ia sangat terkenal atas pengiriman misionaris, sering kali disebut Misionaris Gregorian, di bawah pimpinan Agustinus dari Canterbury, kepala biara Santo Andreas (di mana ia mungkin sempat meneruskan Gregorius disana), untuk menyebarkan Injil pada kaum pagan Anglo-Saxon di Inggris. Misi ini sukses dan dari Inggris inilah kemudian para misionaris melanjutkan karyanya ke Belanda dan Jerman. Ajaran tentang iman Katolik yang benar dan penghapusan semua penyimpangan di dalamnya adalah unsur terpenting di dalam pandangan dunia Gregorius, dan hal ini membentuk salah satu kebijaksanan penting yang berkelanjutan pada masa kepausannya.[38] Menurut Ensiklopedia Katolik, Gregorius dinyatakan sebagai seorang suci (Santo) langsung setelah wafatnya atas dasar “aklamasi mayoritas.”[39] Di dalam dokumen-dokumen resminya, Gregorius adalah paus pertama yang menggunakan secara luas sebutan “Pelayan dari Para Pelayan Tuhan” (servus servorum Dei) sebagai sebuah gelar paus, sehingga melahirkan kebiasaan yang akan diikuti oleh kebanyakan paus sesudahnya.[40] Karya-karyaReformasi LiturgiDalam surat-suratnya, Gregorius menyatakan bahwa ia memindahkan Doa Bapa Kami (Pater Noster) ke bagian tepat setelah Kanon Romawi dan tepat sebelum Fraksi. Penempatan ini masih terus diikuti hingga hari ini di dalam Liturgi Romawi. Penempatan yang lama (pra-Gregorian) dapat ditemukan di Ritus Ambrosian. Gregorius menambahkan material ke Hanc Igitur dari Kanon Romawi dan menggubah sembilan Kyries, Tuhan Kasihanilan Kami, (sisa-sisa litani yang dulunya menempati bagian tersebut) di awal misa. Ia juga mengurangi peran para diakon di dalam Liturgi Romawi. Sakramentaris uang secara langsung dipengaruhi oleh reformasi Gregorian disebut sebagai Sacrementaria Gregoriana. Dengan munculnya sakramentaris-sakramentaris ini, Liturgi Barat mulai menunjukkan suatu karakteristik yang membedakan dirinya dengan tradisi-tradisi Liturgi Timur. Berbeda dengan teks-teks liturgi Timur yang sebagian besar sama, Liturgi Romawi dan liturgi Barat lainnya semenjak era ini memiliki sejumlah doa yang berubah untuk merefleksikan suatu pesta perayaan atau suatu masa liturgi. Variasi-variasi ini terlihat jelas di dalam bagian pembukaan dan pengantar misa sebagaimana juga di dalam Kanon Romawi sendiri. Sebuah sistem untuk mencatat melodi nyanyian mungkin dibuat oleh para biarawan sekitar tahun 800 untuk membantu mempersatukan misa gereja di seluruh kekaisaran Franks. Charlemagne membawa para kantor (pembawa kidung gereja) dari kapel kepausan di Roma untuk mengajar para imam-nya dalam liturgy yang “asli”. Sebuah program propaganda menyebarkan ide bahwa nyanyian yang digunakan di Roma adalah ciptaan dari Paus Gregorius Agung yang telah meninggal dunia dua abad sebelumnya dan dihormati secara universal. Lukisan-lukisan dibuat untuk menggambarkan burung merpati Roh Kudus bertengger di bahu Gregorius, menyanyikan bentuk asli dari nyanyian Tuhan ke dalam telinganya. Hal ini melahirkan sebutan untuk bentuk music tersebut sebagai “Kidung Gregorian”. Kidung Gregorian adalah satu bentuk lagu monofonik. Terkadang lahirnya Kalender Gregorian dikaitkan pada Paus Gregorius Agung secara salah. Kalender tersebut kenyataannya diresmikan oleh Paus Gregorius XIII pada tahun 1582 melalui Bulla kepausan yang berjudul Inter Gravissimas. Di dalam Gereja Ortodoks Timur, Gregorius dihargai atas usahanya menyusun Liturgi Pra-Penyucian Kurban.Liturgi ini dirayakjan pada tiap hari Rabu, Jumat dan hari-hari kerja tertentu lainnya selama masa Pra-Paskah Agung di Gereja Ortodoks Timur dan di Gereja-gereja Katolik Timur yang mengikuti Ritus Bizantium. Gregorius menulis lebih dari 850 surat selama masa kepausannya (13 tahun, 590-604) yang memberikan gambaran yang tepat akan karya-karyanya.[41] Suatu presentasi otobiografi yang benar-benar akurat bagi Gregorius hampirlah tidak memungkinkan. Perkembangan pemikiran dan kepribadiannya tetap seluruhnya adalah bersifat spekulatif.[42] Tulisan-tulisanGregorius umumnya dihargai karena mendirikan kepausan abad pertengahan dan banyak pihak mengaitkan awal mula spiritualitas abad pertengahan pada dirinya.[43] Gregorius adalah satu-satunya paus antara abad ke-5 dan abad ke-11 yang korespondensi dan tulisan-tulisannya masih ada hingga hari ini dan cukup jumlahnya untuk membentuk sebuah “corpus” yang menyeluruh. Beberapa tulisannya antara lain:
Pandangan-pandangan tentang tulisan-tulisan Gregorius sangat beragam. “Karakternya terkesan sebagai seseorang yang ambigu dan membingungkan,” jelas Cantor, seorang sejarawan. “Di satu sisi ia adalah seorang administrator yang cakap dan tegas, seorang diplomat yang terampil dan cerdas, seorang pemimpin dengan kemampuan dan visi yang luar biasa; namun di sisi lain ia terkesan dari tulisan-tulisannya sebagai seorang biarawan yang percaya takhyul dan gampang percaya apa saja, enggan untuk belajar, kemampuan yang terbatas sebagai seorang teolog, dan terlalu banyak mencurahkan perhatiannya pada para orang suci (santo-santa), keajaiban-keajaiban dan relik-relik.[46] PermasalahanKontroversi dengan EutychiusDi Konstantinopel, Gregorius mengajak berdebat Patriark Eutychius dari Konstantinopel yang telah tua, yang baru saja menerbitkan sebuah risalah, kini hilang, mengenai Kebangkitan Umum. Eutychius menyatakan bahwa tubuh yang telah dibangkitkan "akan lebih halus daripada udara, dan tidak lagi dapat dijamah" (inpalpabilitas).[47] Gregorius membantah pernyataan itu dengan mengatakan bahwa Kristus yang bangkit tetap dapat dijamah sesuai Injil Lukas 24:39 (palpabilitas). Karena perselisihan ini tidak bisa diselesaikan sendiri, Sang Kaisar Romawi, Tiberius II Konstantinopel, memutuskan untuk menyelesaikannya. Ia memutuskan bahwa ia mempercayai bahwa tubuh yang bangkit tetap dapat dijamah dan memerintahkan agar buku Euthycius dibakar semua. Tak lama kemudian baik Gregorius maupun Euthycius jatuh sakit; Gregorius bisa kembali sembuh, namun Euthycius meninggal dunia pada tanggal 5 April 582 di usia 70 tahun. Di saat menjelang ajalnya, Euthycius menarik kembali pernyataannya mengenai inpalpabilitas dan Gregorius menutup permasalahan ini. Kaisar Tiberius juga wafat beberapa bulan kemudian setelah Euthycius. Khotbah mengenai Maria MagdalenaDalam sebuah khotbah di mana teks-nya ada dimuat dalam tulisan Patrologia Latina,[48] Gregorius menyatakan bahwa ia percaya “bahwa wanita yang dijuluki pendosa oleh Lukas dan dipanggil Maria oleh Yohanes adalah seorang wanita bernama Maria yang menurut Markus daripadanya tujuh setan diusir (Hanc vero quam Lucas peccatricem mulierem, Joannes Mariam nominat, illam esse Mariam credimus de qua Marcus septem damonia ejecta fuisse testatur), sehingga mengidentifikasikan pendosa di Injil Lukas 7:37, Maria yang diceritakan di dalam Injil Yohanes 11:2 dan 12:3 (saudara perempuan Lazarus dan Martha dari Betania), dan Maria Magdalena, yang daripadanya Yesus mengusir tujuh setan, berhubungan dengan Injil Markus 16:9. Sementara kebanyakan penulis Barat menerima pandangan ini, hal ini tidak dipandang sebagai sebuah ajaran Gereja, namun hanya sebuah opini, di mana pro dan kontra sama-sama dibahas.[49] Dengan perubahan liturgi yang terjadi pada tahun 1969, tidak ada lagi rujukan bahwa Maria Magdalena adalah seorang perempuan pendosa di dalam material liturgi Katolik Roma.[50] Gereja Ortodoks Timur tidak pernah menerima pandangan Gregorius yang menyamakan Maria Magdalena dengan perempuan pendosa. IkonografiDalam dunia seni Gregorius biasanya digambarkan tampil mengenakan jubah paus yang lengkap disertai sebuah tiara dan salib ganda, meskipun bukan demikian kebiasaan berpakaiannya. Gambaran-gambaran yang lebih tua usianya lebih condong menggambarkannya dengan rambut yang tercukur layaknya seorang biarawan dan mengenakan pakaian yang lebih sederhana. Ikon Ortodoks secara tradisional menggambarkan Santo Gregorius berjubah sebagai seorang uskup, memegang buku Injil dan memberikan berkat dengan tangan kanannya. Tercatat bahwa ia mengizinkan lukisan dirinya itu disertai dengan gambaran aura cahaya di atas kepalanya berbentuk persegi-empat.[51] Seekor merpati adalah bagian dari atributnya, yang berasal dari kisah terkenal yang dicatat oleh temannya Petrus Diakon,[52] yang menceritakan bahwa saat Sri Paus mendikte homili-nya mengenai Kitab Yehezkiel, ada gorden yang memisahkan dirinya dengan sekretarisnya. Saat Sri Paus terdiam cukup lama, sekretarisnya tadi curiga dan lantas membuat lubang di gorden tersebut; saat mengintip dari lubang yang dibuatnya itu, terlihat seekor merpati duduk di atas kepala Gregorius dengan meletakkan paruhnya di antara bibir Sri Paus. Saat merpati itu memindahkan paruhnya, Sri Paus lantas melanjutkan ucapannya dan sang sekretaris mencatat kata-katanya tersebut; namun saat Sri Paus kembali terdiam lagi, sang sekretaris kembali mengintip dan mendapati burung merpati tadi kembali meletakkan paruhnya di antara bibir Sri Paus.[53] Adegan ini ditampilkan sebagai salah satu versi gambaran tradisional Gregorius sebagai Sang Penginjil (di mana terkadang juga digambarkan Gregorius sambil sekaligus mendikte) dari abad ke-10 dan seterusnya. Salah satu contoh awalnya adalah miniatur dedikasi yang berasal dari naskah Moralia in Job karya Gregorius.[54] miniatur ini menggambarkan seorang penulis catatan, Bebo dari Biara Seeon, mempersembahkan naskah tersebut kepada Kaisar Romawi Suci, Henry II. Di bagian kiri atas, sang penulis naskah (Gregorius) terlihat sedang menulisnya atas dasar inspirasi ilahi. Terkadang seekor merpati digambarkan sedang berbisik pada telinga Gregorius untuk komposisi lukisan yang lebih jelas. Sebuah lukisan kuno yang penuh imajinasi mengenai Gregorius adalah berasal dari studio Carlo Saraceni oleh salah seorang pengikutnya dari sekitar tahun 1610an. Dari koleksi Giustiniani, lukisan tersebut disimpan di Galleria Nazionale d’Arte Antica di kota Roma.[55] Wajah Gregorius digambarkan sebagai karikatur yang didasari atas deskripsi Yohanes Diakon sebelumnya: kepalanya botak total, dagu yang terlalu menjorok keluar, dan hidung yang bengkok seperti paruh burung; padahal Yohanes Diakon sebenarnya menggambarkan Gregorius sebagai seseorang yang hanya botak sebagian, dagu yang sedikit menonjol, hidung mancung yang sedikit bengkok dan memiliki tampang yang sangat tampan. Lukisan karikatur itu juga menampilkan Gregorius membelakangi dunia, suatu hal yang sangat jarang diperbolehkan bahkan untuk Gregorius yang memiliki niat untuk hidup tertutup. Subyek abad pertengahan akhir mengenai Misa Santo Gregorius menampilkan sebuah versi cerita dari abad ke-7 yang nantinya akan diuraikan lebih panjang di dalam biografi para orang suci. Disini Gregorius digambarkan sedang memimpin misa ketika Kristus yang berwujud sebagai Manusia yang Berduka muncul di atas altar. Subyek ini sangat umum pada abad ke-15 dan 16, dan adalah suatu cerminan akan penekanan yang berkembang saat itu mengenai Kehadiran Ilahi yang Nyata dan, setelah terjadinya gerakan Reformasi Protestan, menjadi sebuah penegasan doktrin Katolik melawan teologi Protestan.[56] SedekahSedekah dalam ajaran Kristiani didefinisikan oleh ayat-ayat Kitab Perjanjian Baru seperti dalam Injil Matius 19:21 yang memerintahkan orang untuk “… pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin … kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Donasi, sebaliknya, adalah sebuah pemberian kepada badan tertentu, baik perusahaan maupun organisasi nirlaba. Di satu sisi sedekah menurut Santo Gregorius harus dibedakan dengan donasi, tetapi di sisi lainnya ia mungkin tidak melihat perbedaan yang ada di antara keduanya. Pihak Gereja tidak memiliki ketertarikan pada keuntungan sekuler dan, seperti yang terutama dilakukan Santo Gregorius untuk mendorong terbentuknya standar yang tinggi di antara para pelayan Gereja. Terlepas dari pembiayaan untuk merawat fasilitas dan mendukung operasional para personelnya, Gereja memberikan sebagian besar donasi yang diterimanya sebagai sedekah. Gregorius dikenal atas sistem administrasi untuk bantuan amal bagi kaum miskin di kota Roma. Orang-orang ini kebanyakan adalah para pengungsi dari daerah-daerah yang terkena dampak serangan kaum Lombardi. Filosofi yang mendasari cara Gregorius untuk membentuk sistem ini adalah bahwa semua kekayaan itu milik orang miskin dan Gereja hanyalah pelawannya saja. Gregorius menerima donasi-donasi yang besar dari keluarga-keluarga kaya raya Roma yang, mengikuti teladannya, sangat ingin memohon ampunan Tuhan atas dosa-dosa mereka. Gregorius membagikan sedekah secara besar-besaran baik kepada para individu maupun kepada orang banyak. Ia menulis dalam surat-suratnya:[57]
Gereja menerima donasi dalam berbagai bentuk: barang-barang habis pakai seperti makanan dan pakaian, properti investasi: real estate dan karya-karya seni; serta kapital, atau harta-benda yang bisa menghasilkan pemasukan, seperti latifundia, atau tanah-tanah perkebunan raksasa, di Sisilia yang para pekerjanya dan pengelolanya adalah para budak, yang didonasikan oleh Gregorius dan keluarganya. Pihak Gereja telah memiliki sebuah sistem untuk membagikan barang-barang habis pakai kepada kaum papa: di tiap-tiap paroki dibentuk diakonium, atau kantor diakon. Diakon ini diberikan fasilitas kantor di mana setiap saat orang-orang miskin bisa mengajukan permohonan bantuan.[58][59] Pada saat Gregorius menjadi Paus pada tahun 590, negara tempat tinggalnya sedang dalam kondisi hancur lebur. Kaum Lombardia menguasai daerah-daerah Italia yang kaya. Keberingasan mereka membuat ekonomi negara menjadi terpuruk. Mereka bermarkas di pintu-pintu gerbang kota Roma. Kota itu dipenuhi dengan para pengungsi dari berbagai latar-belakang kehidupan, yang bertahan hidup di jalan-jalan dan hanya mampu memenuhi sebagian kecil dari kebutuhan mereka untuk bertahan hidup. Pusat pemerintahan terletak di Konstantinopel, jauh dari Roma, yang tampaknya tidak mampu untuk melakukan apa pun untuk memperbaiki kondisi Italia. Sri Paus sebelumnya telah mengirimkan paa wakilnya, termasuk Gregorius, untuk memohon bantuan, tetapi tidak ada tanggapan. Pada tahun 590 Gregorius tidak bisa menunggu tanggapan Konstantinopel lebih lama lagi. Ia mengorganisasikan sumber daya Gereja ke dalam sebuah administrasi untuk bantuan umum. Dalam pelaksanaannya, ia membuktikan bahwa dirinya memiliki bakat dan pengertian intuitif atas prinsip-prinsip akuntansi – suatu hal yang baru akan dibakukan berabad-abad berikutnya. Gereja telah memiliki dokumen-dokumen akuntansi sederhana: setiap pengeluaran dicatat di dalam jurnal yang disebut regesta, yang artinya “daftar”, yang mencatat jumlah, penerima dan keterangan pengeluaran tersebut. Pendapatan dicatat dalam polyptici, atau “buku”. Kebanyakan isi polyptici ini adalah kolom-kolom yang mencatat biaya-biaya operasional Gereja dan harta-bendanya, yang disebut patrimonia. Sebuah administrasi pusat kepausan, Notarii, di bawah pimpinan seorang ketua, Primicerius Notariorum, menjaga keakuratan kolom-kolom ini dan mengeluarkan catatan brevia patrimonii, atau daftar properti yang menjadi tanggung-jawab setiap rector.[60] Gregorius memulai gerakannya ini dengan secara agresif mengharuskan para personel gereja untuk mencari dan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan dan menegur keras mereka yang tidak melakukannya. Dalam sepucuk surat yang ditujukan kepada bawahannya di Sisilia ia menulis: “Aku terutama meminta kamu untuk merawat kaum miskin. Dan apabila kamu tahu ada orang yang miskin, kamu seharusnya menunjukkan keberadaan mereka … Aku ingin agar kamu member kepada wanita itu, Pateria, empat puluh solidi untuk sepatu anak-anak dan empat puluh karung gabah…”[61] Tidak lama kemudian Gregorius mengganti para administrator yang tidak mau bekerja melayani orang miskin dan secara bersamaan memperluas rencana besarnya yang telah ia pikirkan. Ia paham bahwa pengeluaran harus setara dengan pendapatan. Oleh karena itu untuk membayar biaya-biayanya yang terus meningkat, ia menjual properti investasinya dan membayar semua biaya-biaya itu dengan kontan menurut budget yang tercatat di dalam polyptici. Para personel gereja digaji empat kali setahun dan secara pribadi dihadiahi sekeping koin emas apabila berhasil mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.[62] Walau demikian uang bukanlah pengganti bahan pangan di sebuah kota yang berada di ambang bencana kelaparan. Bahkan orang-orang kaya pun menjadi kelaparan di rumah-rumah mewah mereka. Gereja saat itu memiliki antara 3.400 hingga 4.700 kilometer persegi tanah pertanian yang subur yang dibagi dalam beberapa wilayah besar yang disebut patrimonia. Tanah-tanah ini menghasilkan bermacam-macam hasil alam, yang sebelumnya dijual, namun kemudian diintervensi oleh Gregorius dan memerintahkan agar hasil-hasil panen tersebut dikirimkan ke Roma untuk dibagi-bagikan kepada semua diakonia. Ia memberikan perintah untuk menaikkan produksi, menentukan kuota dan membentuk struktur administratif untuk menjalankan perintahnya tersebut. Di unsur bagian bawah dari administrasi ini adalah rusticus yang juga memproduksi hasil-hasil alam. Beberapa rustici ini dimiliki oleh para budak. Ia mengembalikan bagiannya dari hasil panen kepada seorang conductor, yang daripadanya ia menyewa tanah pertanian. Conductor kemudian melaporkan hal ini kepada seorang actionarius; actionarius melapor kepada seorang defensor; dan defensor melapor kepada seorang rector. Gabah, anggur, keju, daging, ikan dan minyak mulai tiba di Roma dalam jumlah yang besar dan semuanya kemudian di bagian secara gratis sebagai sedekah.[63] Pembagian kepada orang-orang yang berhak dilakukan setiap bulan sekali. Namun, ada sebagian masyarakat yang tinggal di jalan-jalan atau terlalu lemah/sakit parah untuk mengambil jatah makanan bulanan mereka. Gregorius mengirimkan sekelompok sukarelawan, kebanyakan adalah para biarawan, kepada orang-orang malang ini tiap pagi untuk menghantar makanan yang siap disantap. Ada cerita bahwa Gregorius tidak mau makan sampai para kaum papa telah diberi makan. Saat ia makan, ia berbagi makanan bersama 12 orang fakir miskin atas undangannya di meja makannya. Bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan tetapi hidup di rumah-rumah mewah, ia mengirimkan makanan yang ia masak sendiri dan disebarkannya sebagai hadiah agar orang-orang kaya ini tidak kehilangan harga diri mereka karena telah menerima bantuan amal. Mendengar adanya seorang miskin yang meninggal dunia di ruang belakang rumahnya, Gregorius menjadi depresi selama berhari-hari, bahkan hingga sempat memikirkan untuk menyerah kalah karena ia merasa telah gagal menjalankan tugasnya dan merasa telah menjadi seorang pembunuh. [62] Hal-hal di atas, perbuatan-perbuatan baik lainnya dan konsep amal yang kuat berhasil mengambil hati para penduduk kota Roma. Mereka kini berpaling pada Sri Paus untuk urusan kenegaraan, tidak mengindahkan lagi sisa-sisa pemerintahan di Konstantinopel yang sangat tidak menghargai Gregorius, merujuknya sebagai orang bodoh karena sikapnya yang anti-kekerasan dalam hubungannya dengan kaum Lombardi. Posisi kepala pemerintahan kota dibiarkan kosong. Dari era Gregorius Agung hingga lahirnya gerakan nasionalisme Italia, kepausan merupakan penguasa yang paling berpengaruh di Italia. Kutipan Kata dan Anekdotnya yang Terkenal
MemorialKehidupanDi Inggris, penghormatan terhadap Gregorius tetap besar bahkan setelah kematiannya, buktinya dengan diberikannya julukan Gregorius noster (“Gregorius milik kami”) oleh orang-orang Inggris.[75] Di Inggris inilah, di sebuah biara di Whitby, sejarah hidup lengkap Gregorius yang pertama ditulis, di sekitar tahun 713.[76] Penghormatan terhadap Gregorius di Roma dan Italia sendiri baru tumbuh beberapa waktu kemudian. Vita (catatan kehidupan) Gregorius pertama yang ditulis di Italia tidak dibuat hingga pada masa Yohanes Diakon pada abad ke-9. MonumentsNama Gereja San Gregorio al Celio (sebagian besar dibangun di atas bangunan-bangunan asli selama abad 17 dan 18) dipakai untuk mengabadikan karya-karya Gregorius. Salah satu dari tiga naskah pidato yang ditambahkan kemudian untuk menghiasi gereja ini, yaitu pidato mengenai Santa Silvia, konon dipahat di atas makam ibunda Gregorius. Di Inggris, Gregorius dihormati sebagai Rasul negara tersebut. Orang-orang Inggris menghargainya sebagai asal usul penyebab mereka menjadi orang Kristiani hari ini.[77] MusikKomposer Alan Hovhaness menulis sebuah intermezzo elegi untuk alat music gesek (strings) dan terompet berjudul Doa Santo Gregorius (Op. 62b). Komposer Italia Ottorino Respighi menggubah sebuah karya berjudul Santo Gregorius Agung (San Gregorio Magno) yang menjadi bagian di babak ke-empat dan ke-lima karyanya Jendela-jendela Gereja (Vetrate di Chiesa) yang ditulisnya pada tahun 1925. Hari PeringatanKalender orang suci Gereja Katolik Roma hari ini, yang direvisi pada tahun 1969 sebagaimana ditentukan oleh Konsili Vatikan Kedua,[78] merayakan peringatan akan Santo Gregorius Agung pada tanggal 3 September. Sebelumnya Kalender Umum Romawi menetapkan bahwa hari peringatannya adalah tanggal 12 Maret, tanggal wafatnya pada tahun 604. Hari ini selalu jatuh di tengah masa Pra-Paskah, di mana selama masa ini tidak boleh ada hari peringatan gereja apapun. Atas dasar alasan ini maka hari peringatannya dipindahkan ke tanggal 3 September, yaitu hari di mana Gregorius diangkat menjadi Sri Paus pada tahun 590.[79] Gereja Ortodoks Timur dan Gereja-gereja Katolik Timur yang terkait lainnya tetap memperingati Santo Gregorius pada tanggal 12 Maret. Jatuhnya tanggal ini di tengah-tengah masa Pra-Paskah Agung dianggap tepat di dalam Ritus Byzantium, yang secara tradisional menghubungkan Santo Gregorius dengan Liturgi Suci untuk Kurban yang Belum Disucikan, yang dirayakan hanya selama masa liturgi tersebut. Gereja-gereja lain juga memberikan penghormatan pada Santo Gregorius: Gereja Inggris pada tanggal 3 September, Gereja Lutheran Evangelis di Amerika dan Gereja Episkopal di Amerika Serikat pada tanggal 12 Maret. Sebuah prosesi tradisional dilakukan di Zejtun, Malta, untuk menghormati Santo Gregorius (San Girgor) pada hari Rabu Paskah, yang sering kali terjadi di bulan April, antara tanggal 25 Maret dan 28 April. Hari Peringatan Santo Gregorius juga menjadi hari peringatan bagi mantan murid-murid Sekolah Downside yang dijuluki Old-Gregorians (OG). Secara tradisional, dasi OG dikenakan oleh seluruh lapisan masyarakat pada hari peringatan ini. Lihat JugaReferensi
Bibliografi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Gregorius I Magnus. Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Paus Gregorius I.
|