Naming Djamhari Bothin
H. Naming Djamhari Bothin, S. Sos. (17 Agustus 1945 – 11 September 2017) adalah seorang birokrat, pegawai negeri sipil, dan politisi asal Indonesia yang pernah menjadi legislator di DPRD Kota Depok. Pada mulanya, ia memimpin Beji ketika masih menjadi desa sampai menjadi kelurahan sejak keterpilihan pertama pada 1977 hingga tahun 1995. Sebagai politisi Golkar, Naming diberi mandat memimpin partai ketika menjadi legislator sekaligus memimpin panitia khusus untuk penetapan hari jadi pascaperesmian Kota Depok. Pada tahun 2001, Naming menjadi salah satu penggagas sebuah komunitas bernama "Kumpulan Orang-Orang Depok".[1] Di bidang keolahragaan, ia merupakan mantan Manajer I Persikad Depok. Pada Pemilu 2014, Naming yang masih dalam naungan Golkar maju sebagai kandidat legislator di DPRD Provinsi Jawa Barat untuk kawasan Jawa Barat VI yang membawahi Depok dan Bekasi, tetapi ia kalah. Hal ini menjadi kiprah elektoral terakhir baginya sebelum meninggal dunia.[2] Putranya, Ervan Teladan, mengikuti jejak politiknya sebagai anggota DPRD Kota Depok dari Golkar masa bakti 2014–2019.[3] Kiprah politikPada 1977, Naming terpilih sebagai kepala desa di Beji. Saat itu, Beji merupakan bagian dari Kecamatan Depok. Sewaktu awal berdirinya Kota Administratif Depok, ia turut hadir dalam serah terima program Perumahan Nasional Depok I dan Utara kepada pemerintah kota administratif yang diwakili oleh Mochammad Rukasah Suradimadja.[4] Ketika menjabat, Naming bersama dengan Camat Beji saat itu, Harun Heryana, pernah menggalang dana swadaya dari masyarakat desa untuk membangun proyek ruas jalan yang membentang dari Beji, Kemiri Muka, Pondok Cina, hingga Tanah Baru perihal menjalankan kebijakan Mekanisme Keluarga Besar Golongan Karya pada 22 Maret 1987.[5] Pada 29 Maret 1995, ia dimutasi dari jabatannya oleh Kota Administratif Depok di bawah kepemimpinan Sofyan Safari Hamim.[6] Posisinya digantikan oleh Nina Suzana, putri Naming yang juga lurah perempuan pertama di lingkungan Pemerintah Kota Administratif Depok.[7] Pada 3 September 2004, Naming bersama 44 legislator lainnya dilantik sebagai anggota DPRD Kota Depok. Oleh karenanya, diperlukan pimpinan untuk melengkapi alat kelengkapan dewan. Pemilihan ketua disertai wakil-wakilnya dilakukan pada 27 Oktober 2004. Ia terpilih untuk memimpin parlemen dengan didukung oleh Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Fraksi Persatuan Bangsa.[8] Naming berhasil memperoleh 25 suara, diikuti kandidat lain, yaitu Amri Yusra memperoleh 19 suara dan Agung Witjaksono memperoleh 1 suara. Amri Yusra didukung oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan 7 anggota Fraksi Partai Demokrat, kecuali Agung yang mendukung dan memilih dirinya sendiri sebagai ketua. Keputusan partainya, Golkar untuk mendukung pencalonan Badrul Kamal sebagai kandidat wali kota beserta Agus Supriyanto yang menjadi wakilnya tidak disetujui oleh Naming. Ia menentang pencalonan keduanya karena latar belakang sebagai politikus nonpartisan. Bahkan, simpatisan Golkar pun turut menolak manuver partai tersebut.[9] Pada akhirnya, ia memutuskan untuk maju sebagai kandidat pada Pemilukada 2010 melalui PDI-P.[10] Manuvernya ini mengancamnya untuk diberhentikan dari posisinya sebagai legislator dan digantikan oleh kader Golkar yang lain melalui pergantian antarwaktu.[11] Sebelumnya, nama Naming masuk ke dalam bursa pencalonan, bahkan kelak akan diusung Golkar sebagai kandidat wali kota dengan Hasbullah Rahmad dari PAN sebagai pendampingnya.[12][13] Pada 2013, Naming diusulkan untuk mengambil alih kepemimpinan Golkar di Depok.[14] Krisis politik ini terjadi setelah pemilihan gubernur 2013 yang menyaksikan kekalahan kandidat dari Golkar dan elektabilitas menjelang pemilihan umum 2014 di bawah kepemimpinan Babai Suhaimi. Naming yang saat itu menjabat ketua dewan pembina partai diajukan selaku senior Golkar agar dapat mengetuai partai menggantikan posisi Babai. Namanya diusulkan oleh Forum Komunikasi Kader Partai Golongan Karya atau FKKPG. KontroversiTuduhan korupsiSemasa menjadi anggota DPRD Kota Depok periode 1999–2004, Naming dituduh telah melakukan tindakan korupsi terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Depok sebesar 9,4 miliar rupiah.[15] Pada akhirnya, ia bersama dengan 16 anggota lainnya ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa oleh kepolisian pada 3 Maret 2005. Pada 24 Januari 2006, Pengadilan Negeri Cibinong menetapkan para tersangka kasus korupsi dipenjara selama dua tahun, potong masa tahanan dan denda Rp50.000.000 subsidi tiga bulan tahanan.[16] Merasa tidak adil, para terpidana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Kemudian pada 13 Juli 2006, keluar putusan bahwa para terpidana divonis dua belas bulan penjara atau dipotong masa tahanannya. Kemudian para terpidana mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasbullah membayar denda sebagai terpidana kasus korupsi senilai Rp378.900.000. Naming bersama dua orang lainnya, yaitu Sutadi dan Hasbullah Rahmad terbukti tidak terlibat dalam kasus korupsi ini dan dibebaskan dari jeratan pidana usai Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi pada 28 Maret 2007.[17] Keputusan tersebut sesuai berdasarkan aturan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP yang menyebutkan bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan, maka ketiga terdakwa dinyatakan bebas. Sebelumnya, ia telah membantah terlibat dalam tuduhan korupsi sebesar Rp50.000.000 dari anggaran rutin DPRD Kota Depok.[18] KematianNaming Djamhari bin Bothin meninggal di kediamannya di Beji, Beji, Depok, pada Senin, 11 September 2017 pagi hari. Ia meninggal disebabkan oleh penyakit jantung yang telah dideritanya selama beberapa tahun terakhir.[19] Jenazah disalatkan dua kali di Musala Al-Hikmah, Beji, dan Masjid Al-Muhajidin, Kukusan. Selepas salat zuhur, ia dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Kukusan, bersebelahan dengan makam ayahnya, Bothin bin Tepo. PenghargaanNaming sebagai salah satu tokoh yang mempelopori Depok dihargai atas jasa-jasanya. Beberapa tempat yang dinamai dengan namanya adalah:
Referensi
Pranala luar
|