Monarki Belanda
Monarki Belanda adalah monarki konstitusional. Dengan demikian, peran dan posisi monarki ditentukan dan dibatasi oleh Konstitusi Belanda. Sehingga, sebagian besar isi konstitusi dikhususkan untuk monarki. Kira-kira sepertiga dari dokumen tersebut menjelaskan suksesi, mekanisme aksesi & turun takhta, serta peran & tugas monarki. Ini termasuk formalitas komunikasi antara Dewan Negara dan peran monarki dalam menciptakan undang-undang. Kerajaan Belanda telah menjadi monarki independen sejak 16 Maret 1815, tetapi provinsi yang dulunya berdaulat telah sesekali "diperintah" oleh anggota Wangsa Oranye-Nassau dan Wangsa Nassau dari tahun 1559, ketika Felipe II dari Spanyol menunjuk Willem dari Oranye sebagai stadhouder hingga 1747. Willem menjadi pemimpin Pemberontakan Belanda dan Republik Belanda yang merdeka. Sebagai stadhouder, ia diteruskan oleh beberapa keturunannya. Pada tahun 1747, fungsi stadhouder menjadi posisi turun-temurun di semua provinsi di Republik Belanda yang "dimahkotai" itu. Stadhouder terakhir adalah Willem V. Siklus monarki dijelaskan dalam bagian pertama Bab 2 Konstitusi Belanda, yang didedikasikan untuk kabinet. Willem-Alexander telah menjadi Raja Belanda sejak 30 April 2013. SejarahSebelum Revolusi Batavia tahun 1795, provinsi semi-independen di Belanda memiliki kepala eksekutif yang disebut stadhouder, yang semuanya diambil dari Wangsa Oranye atau Wangsa Nassau secara primogenitur. Setelah tahun 1747, jabatan tersebut secara resmi menjadi turun-temurun di ketujuh provinsi di Wangsa Oranye-Nassau. Wangsa Oranye-Nassau berasal dari Diez di Jerman, psuat dari salah satu wilayah Nassau. Gelar "Pangeran Oranye" diperoleh melalui pewarisan Kepangeranan Orange di selatan Prancis pada tahun 1544. Willem dari Oranye (juga dikenal sebagai Willem Sang Pendiam) adalah stadhouder Oranye pertama (yang secara ironis ditunjuk oleh Felipe II dari Spanyol). Dari tahun 1568 hingga kematiannya pada tahun 1584, ia memimpin perjuangan kemerdekaan Belanda dari Spanyol. Adik laki-lakinya, Johann VI, Pangeran Nassau-Dillenburg, Stadhouder dari Utrecht, adalah garis patrilineal langsung dari Stadtholder Friesland dan Groningen, stadhouder turun-temurun di kemudian hari dan Raja Belanda pertama. Secara resmi, Belanda tetap menjadi sebuah republik konfederasi, bahkan pada tahun 1747 ketika jabatan stadhouder disentralisasi (satu stadhouder untuk semua provinsi) dan secara resmi menjadi turun-temurun di bawah Wangsa Oranye-Nassau. Monarki saat ini didirikan pada tahun 1813 ketika Prancis berhasil diusir Belanda. Rezim baru yang dipimpin oleh Pangeran William Frederick dari Orange, putra stadhouder terakhir. Awalnya dia hanya memerintah wilayah di republik lama sebagai "pangeran berdaulat". Pada tahun 1815, setelah Napoleon melarikan diri dari Elba, William Frederick mengangkat status Belanda sebagai kerajaan dan memproklamirkan dirinya sebagai Raja Willem I. Sebagai bagian dari pengturan kembali Eropa di Kongres Wina, Wangsa Oranye-Nassau dikukuhkan sebagai penguasa Kerajaan Belanda, ditambah dengan apa yang kini menjadi bagian dari Belgia dan Luksemburg. Pada saat yang sama, Willem menjadi Adipati Agung Luksemburg secara turun-temurun dengan imbalan menyerahkan tanah warisan keluarganya di Jerman kepada Nassau-Weilburg dan Prusia. Kadipaten Agung Luksemburg adalah bagian dari Belanda (sampai 1839), sementara di saat yang sama menjadi negara anggota Konfederasi Jerman. Mereka sepenuhnya merdeka pada tahun 1839, tetapi masih dalam uni personal dengan Kerajaan Belanda sampai tahun 1890.[1][2][3][4] Penurunan takhta telah menjadi tradisi de facto di monarki Belanda. Ratu Wilhelmina dan Ratu Juliana keduanya turun tahta demi putri mereka, dan Willem I turun tahta demi putra sulungnya Willem II. Satu-satunya raja Belanda yang meninggal selama bertakhta adalah Willem II dan Willem III. Pada 30 April 2013, Ratu Beatrix turun tahta demi Putra Mahkota Willem-Alexander. Daftar monarki BelandaLambang
Lihat pulaReferensi
|