Islam di Uni Soviet
Uni Soviet adalah bekas negara yang terdiri atas lima belas republik sosialis yang dibentuk pada tahun 1922 hingga dibubarkan pada penghujung tahun 1991. Dari lima belas republik tersebut, enam di antaranya memiliki penduduk mayoritas muslim, yaitu Azerbaijan, Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan.[1] Terdapat pula masyarakat muslim dalam jumlah besar di wilayah Idel-Ural dan Kaukasus Utara, Federasi Rusia. Masyarakat muslim Tatar juga dapat ditemukan dalam jumlah besar di Siberia dan wilayah lainnya.[1] Agama Islam Di Uni Soviet Tambah Menurun, karna kebanyakan warga Islam berpindah tempat. Kalau Digabung negara Kristen Dengan Islam Persentase Atau Populasi saat 1940: Lithuania: 0,5% sekitar 22.321 ribu jiwa Populasi Islam. Estonia: 0,1% Kurang Dari 1.000 jiwa Populasi Islam. Latvia: Latvia Terkadang Tidak Termasuk Uni Soviet Dan Juga Masuk Kembali. 0,2% populasi Islam sekitar 3000 jiwa Populasi Islam. Kaum Bolshevik ingin memasukkan sebanyak mungkin bekas wilayah Kekaisaran Rusia ke dalam Uni Soviet sehingga mereka dihadapkan pada beberapa pertentangan karena mendirikan Uni Soviet di wilayah-wilayah dengan pengaruh Islam yang kuat. Walaupun aktif menganjurkan paham ateisme, pemerintah Uni Soviet mengizinkan kegiatan keagamaan yang terbatas di semua republik yang masyarakatnya mayoritas muslim.[2] Masjid-masjid masih berfungsi sebagaimana mestinya di kebanyakan kota besar republik-republik di Asia Tengah dan Azerbaijan, tetapi jumlahnya menurun secara drastis dari 25.000 pada tahun 1917 menjadi hanya 500 pada tahun 1970-an. Sebagai bagian dari pengenduran aturan pembatasan agama secara umum, pada tahun 1979 beberapa asosiasi keagamaan muslim didaftarkan dan beberapa masjid yang ditutup oleh pemerintah dikembalikan kepada masyarakat muslim setempat. Pemerintah juga mengumumkan rencana untuk mengizinkan pemuka agama Islam dalam jumlah terbatas untuk mengikuti pelatihan dalam jangka waktu dua dan lima tahun, masing-masing di Ufa, RSFS Rusia, dan Baku, RSS Azerbaijan. Pada akhir tahun 1980, Islam memiliki jumlah penganut terbanyak kedua di Uni Soviet dengan 45-50 juta orang mengakui diri mereka sebagai muslim. Akan tetapi, Uni Soviet hanya memiliki 500 masjid yang berfungsi, sebagian kecil berasal dari masa sebelum revolusi, dan hukum yang berlaku melarang adanya kegiatan keagamaan di luar masjid dan madrasah. Semua masjid yang masih berfungsi, madrasah, dan penerbitan Islam diawasi oleh empat "direktorat spiritual" yang dibentuk untuk memberi kendali bagi pemerintah. "Direktorat Spiritual untuk Asia Tengah dan Kazakhstan", "Direktorat Spiritual untuk Uni Soviet di Eropa dan Siberia", serta "Direktorat Spiritual untuk Kaukasus Utara dan Dagestan" mengawasi kehidupan beragama masyarakat muslim Sunni. Adapun "Direktorat Spirital untuk Transkaukasia" mengawasi masyarakat muslim Sunni dan Syiah. Mayoritas masyarakat muslim di Uni Soviet adalah Sunni, hanya kira-kira 10 persen saja yang sebagian besar tinggal di Azerbaijan berpaham Syiah.[3] SejarahTidak seperti penganut Kristen Ortodoks, penganut Islam di Uni Soviet awalnya mengalami kebebasan beragama yang lebih luas di bawah kekuasaan baru kaum Bolshevik. Vladimir Lenin mengawasi pengembalian artefak-artefak Islam seperti Al-Qur'an Utsman,[4] penetapan sistem pengadilan berdasarkan prinsip syariat Islam yang diberlakukan selaras dengan sistem hukum komunis,[4] pemberian kedudukan kuasa kepada para pemuka agama dan "sosialis Islam",[4] penerapan sistem aksi afirmatif yang disebut korenizatsiya ("pemribumian") yang banyak membantu masyarakat muslim lokal,[4] dan penetapan hari Jumat sebagai hari libur di seluruh Asia Tengah.[4] Di bawah kekuasaan tsar, muslim ditindas secara brutal dan Kristen Ortodoks diakui sebagai satu-satunya agama resmi. Pada tanggal 24 November 1917, Lenin mengatakan:
Rezim StalinSaat Josef Stalin mengukuhkan kekuasaannya pada paruh kedua tahun 1920-an, kebijakan keagamaan di Uni Soviet berubah. Masjid-masjid ditutup atau dialihfungsikan menjadi gudang di seluruh Asia Tengah. Para pemuka agama disiksa, madrasah ditutup, dan wakaf tidak lagi dianggap sah.[5] Stalin juga memaksa beberapa suku bangsa kecil yang utamanya menetap di barat daya Rusia (Chechen, Ingush, Tatar Krimea, Balkar, Karachai, Turk Meshketia, Kalmyk, Volga Jerman, dan lainnya) untuk pindah dari tanah air mereka selama Perang Dunia II untuk mengantisipasi adanya perlawanan yang didukung oleh Nazi Jerman.[6] Selama kepemimpinan Stalin, muslim Tatar Krimea menjadi korban deportasi massal. Deportasi tersebut dimulai pada tanggal 17 Mei 1944 di semua daerah yang berpenghuni di Krimea. Lebih dari 32.000 pasukan NKVD ikut serta dalam pelaksanaannya. Sebanyak 193.865 orang Tatar Krimea dideportasi, 151.136 di antara mereka ke RSS Uzbekistan, 8.597 ke RSSO Mari, 4.286 ke RSS Kazakhstan, dan sisanya sebanyak 29.846 orang ke berbagai oblast di RSFS Rusia. Sejak Mei hingga November 1944, 10.105 orang Tatar Krimea tewas karena kelaparan di Uzbekistan. Hampir 30.000 orang (20%) tewas di pengasingan dalam satu setengah tahun berdasarkan data NKVD dan hampir 46% berdasarkan data aktivis Tatar Krimea. Menurut informasi yang diberikan oleh para pembangkang Soviet, banyak orang Tatar Krimea yang dipekerjakan dalam proyek-proyek berskala besar sesuai sistem Gulag yang berlaku pada masa kepemimpinan Stalin.[7] Lihat pulaReferensi
|