Ignatius Imam Kuseno Miharjo
Brigadir Jenderal TNI (Purn.) Ignatius Imam Kuseno Miharjo (11 Juli 1937 – 15 Desember 2010) adalah seorang perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan birokrat yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dari tahun 1986 hingga 1997. Sebelumnya, Miharjo memegang jabatan di kemiliteran sebagai Komandan Komando Resor Militer 042 di Jambi dari tahun 1980 hingga 1983 dan perwira pembantu perencanaan pada Staf Sosial Politik ABRI dari tahun 1983 hingga 1986. Riwayat HidupMasa kecil dan pendidikanIgnatius Imam Kuseno Miharjo dilahirkan pada tanggal 11 Juli 1937 di Kota Salatiga.[1] Miharjo memulai pendidikannya di tingkat sekolah dasar pada tahun 1945 dan lulus pada tahun 1951. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas bagian B (ilmu pasti). Ia berturut-turut lulus pada tahun 1954 dan 1957.[2] Setelah Miharjo lulus dari sekolah menengah atas, Miharjo mengikuti pendidikan militer di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad). Saat menjalani pendidikan di Atekad, Miharjo sempat diterjunkan untuk mengikuti Operasi 17 Agustus untuk menumpas gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia di Sumatera Barat dari tahun 1958 hingga 1959. Ia lulus dari Atekad pada tahun 1960 dan dilantik sebagai anggota TNI Angkatan Darat dengan pangkat letnan dua.[2] Karier militerSetelah lulus dari Atekad, Miharjo menjalani kursus dasar kecabangan zeni selama setahun sebelum memulai karier militernya. Miharjo kemudian ditempatkan di kesatuan Batalyon Zeni Tempur 5 sebagai komandan peleton pada tahun 1961. Dua tahun kemudian, Miharjo mengikuti kursus kekaryaan (civic mission course) dan memperoleh promosi menjadi perwira seksi operasi pada batalyon tersebut. Selama Miharjo bertugas di Batalyon Zeni Tempur 5, batalyon tersebut dikerahkan untuk mengikuti Operasi Trikora dan Operasi Dwikora.[2][3] Miharjo dipindahkan ke kesatuan Komando Tempur 2/Kostrad di Sumatera Utara pada tahun 1965. Ia memegang jabatan sebagai asisten Panglima Komando Tempur 2/Kostrad dan merangkap sementara sebagai kepala biro organisasi dan latihan. Pada masa ini, terjadi insiden Gerakan 30 September yang melibatkan elemen-elemen militer dan berupaya untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno. Miharjo ditugaskan untuk melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh yang berafiliasi dengan pelaku Gerakan 30 September di Sumatera Utara.[2] Miharjo bertugas di Sumatera Utara hingga tahun 1968. Setelah itu, ia mengikuti kursus lanjutan perwira zeni dan menyelesaikannya pada tahun 1969. Ia kemudian dimutasikan ke kesatuan zeni di Bogor sebagai wakil komandan detasemen markas. Ia memegang jabatan sebagai wakil komandan detasemen markas di kesatuan tersebut hingga tahun 1970 dan selanjutnya dipromosikan sebagai komandan detasemen latihan.[2] Pada tahun 1971, Miharjo yang berpangkat mayor diperintahkan untuk mengikuti kursus di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad). Ia lulus dari Seskoad pada tahun 1972[4] dan memperoleh promosi jabatan sebagai kepala biro pengendalian di seksi personalia, moril, dan administrasi umum angkatan darat. Miharjo bertugas selama kepala biro selama kurang dari satu tahun dan pada tahun 1973 ia mengikuti kursus atase pertahanan dan intelijen strategis sebagai persiapan untuk penempatan sebagai atase militer.[2] Miharjo berhasil menamatkan kursus atase pertahanan dan intelijen strategis pada tahun 1974.[2] Ia kemudian diangkat menjadi atase militer Indonesia untuk Prancis pada tanggal 25 April 1974. Miharjo bertugas di Prancis selama hampir tiga tahun. Setelah kembali ke Indonesia, Miharjo ditempatkan di Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya dari Kota Palembang sebagai asisten intelijen pada tanggal 1 Februari 1977.[3] Dari Palembang, Miharjo dipindahkan ke Jambi untuk menjabat sebagai Komando Resor Militer 042 pada tanggal 1 Agustus 1980. Selama menjabat sebagai danrem, Miharjo merangkap sebagai Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia Jambi dan Wakil Kepala Pramuka di Jambi. Miharjo juga diangkat sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 1982. Ia ditempatkan di Jambi hingga tahun 1983 dan kemudian dimutasikan ke Jakarta untuk menjabat sebagai perwira pembantu perencanaan pada Staf Sosial Politik ABRI dengan pangkat kolonel pada tanggal 1 Maret 1983.[3] Miharjo memperoleh kenaikan pangkat menjadi brigadir jenderal pada tahun 1986, beberapa saat setelah dilantik sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik.[5] Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat KatolikPada tanggal 8 April 1986, Miharjo diangkat oleh Menteri Agama Munawir Sjadzali sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik. Miharjo dilantik untuk jabatan tersebut pada tanggal 28 April.[1] Miharjo mengakhiri masa jabatannya sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik pada tanggal 18 Juli 1997 dan digantikan oleh J.T. Sukotjoatmodjo sebagai pelaksana tugas.[5] Kebijakan tiga tungkuBeberapa saat setelah memangku jabatan sebagai direktur jenderal, Miharjo memperkenalkan kebijakan tiga tungku. Dalam konsep ini, Ditjen Bimas Katolik bekerjasama dengan Gereja Katolik dan organisasi katolik serta berperan sebagai mediator antara umat Katolik dengan masyarakat. Kendati demikian, konsep ini kurang disambut baik oleh umat Katolik karena Ditjen Bimas Katolik dianggap terlalu banyak mengintervensi Gereja Katolik.[6] Kegagalan penerapan kebijakan ini juga terlihat dalam sikap Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI, sekarang Konferensi Waligereja Indonesia) sebagai organisasi Katolik terbesar di Indonesia, yang menolak untuk mengadopsi Pancasila sebagai asasnya meskipun diwajibkan oleh undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan.[7] Tunggal Hati SeminariMiharjo mulai terlibat dalam organisasi Tunggal Hati Seminari (THS) ketika pengurus organisasi Tunggal Hati Seminari mendatangi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik pada tahun 1986.[8] Miharjo kemudian menjadi anggota dewan pendiri THS bersama dengan istrinya.[9] Beberapa bulan setelah kunjungan tersebut, THS diresmikan oleh Miharjo sebagai organisasi bela diri pada tanggal 10 November 1986.[10] WafatMiharjo wafat pada tanggal 15 Desember 2010 di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Taman Kota Madiun. Tanda jasaSebagai seorang perwira angkatan darat, Miharjo memperoleh sejumlah satyalancana dan bintang atas jasa dan pengabdiannya. Berikut ini adalah daftar satyalancana dan bintang yang diperolehnya:[2][3]
Referensi
|