Ignatius Djoko Muljono

Ignatius Djoko Muljono
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Masa jabatan
7 Desember 1993 – 16 Februari 1995
PresidenSoeharto
KetuaAli Said
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik
Masa jabatan
30 Desember 1974 – 21 April 1986
MenteriMukti Ali
Alamsyah Ratu Perwiranegara
Munawir Sjadzali
Informasi pribadi
Lahir(1923-08-17)17 Agustus 1923
Boyolali, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal16 Februari 1995(1995-02-16) (umur 71)
Jakarta, Indonesia
PendidikanUniversitas Indonesia (non-gelar)
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1945—?
Pangkat Mayor Jenderal TNI
NRP10895
SatuanArtileri
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Mayor Jenderal TNI (Purn.) Ignatius Djoko Muljono (17 Agustus 1923 – 16 Februari 1995) adalah seorang perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan birokrat yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dari tahun 1974 hingga 1986. Sebelumnya, Djoko memegang jabatan sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat dari tahun 1972 hingga 1975.

Karier militer dan pendidikan

Muljono lahir pada tanggal 17 Agustus 1923 di Selo, sebuah desa yang terletak di Kabupaten Boyolali, dengan nama Djoko Muljono. Muljono menempuh pendidikannya di Sekolah Menengah Mangkunegaran (sekarang SMP Negeri 2 Surakarta).[1] Ketika Muljono masih duduk di bangku sekolah, Revolusi Nasional Indonesia, Muljono bergabung dengan tentara Indonesia di Surakarta. Ia memulai kariernya sebagai ajudan di kesatuan Resimen 26/IV pada tanggal 3 Juli 1945 dengan pangkat kapten. Dua tahun kemudian, pangkatnya diturunkan menjadi letnan satu akibat kebijakan reorganisasi dan rasionalisasi yang diterapkan oleh pemerintah. Selama bertugas di Resimen 26/IV, Muljono terlibat dalam perebutan kekuasasaan dari Jepang di Surakarta dan pertempuran melawan pasukan Belanda di Ungaran.[2]

Muljono dipindahkan ke Brigade V pada tanggal 10 Oktober 1948 sebagai Kepala Bagian III.[2] Komandan brigade pada saat itu adalah Slamet Rijadi, yang merupakan teman seangkatan Muljono pada saat bersekolah di Sekolah Menengah.[1] Mangkunegaran. Muljono, bersama dengan Rijadi dan Sugianto (nantinya bertugas di Kopassus), kemudian dibaptis menjadi Katolik. Muljono dan Rijadi memperoleh nama baptis Ignatius, sedangkan Sugianto memperoleh nama baptis Aloysius.[3]

Setelah perang usai, terjadi reorganisasi di lingkungan Territorium IV/Diponegoro yang bermarkas di Surakarta. Brigade di wilayah Territorium IV yang semula berjumlah delapan dikurangi menjadi lima. Muljono ditempatkan sebagai ajudan di Brigade P dengan komandan Mayor Soeharto sejak tanggal 5 Desember 1949.[2] Selama berdinas di Brigade P, Moeljono ikut serta dalam penumpasan sejumlah pemberontakan di Indonesia, seperti pemberontakan APRA di Bandung, DI/TII di Jawa Barat, dan RMS di Maluku.[2]

Setelah dua tahun bertugas di Brigade P, pada tanggal 30 Oktober 1951 Muljono mengakhiri penugasannya. Ia kemudian dikirimkan ke India untuk mengikuti pendidikan artileri di sekolah artileri India. Setelah menamatkan pendikannya, pada tanggal 8 Januari 1952 Muljono ditempatkan di Magelang untuk menjabat sebagai komandan batalyon A pada Batalyon Artileri III/IV. Batalyon yang dipimipinnya tersebut diikutsertakan dalam operasi militer melawan DI/TII di Jawa Tengah dari tahun 1952 hingga 1953.[2]

Dua tahun kemudian, pada tanggal 6 Oktober 1954, Muljono memperoleh promosi jabatan menjadi Wakil Komandan Batalyon Artileri Lapangan 3. Kurang dari setahun kemudian, pada tanggal 14 Juni 1955 ia dipindahkan ke Jakarta untuk bertugas sebagai juru bicara (kepala biro penerangan) pasukan. Pangkatnya kemudian dikembalikan menjadi kapten pada tanggal 1 Juli di tahun yang sama.[2]

Muljono dimutasi pada tanggal 15 April 1959 untuk menjabat sebagai Asisten Kepala Pusat Penerangan Angkatan Darat. Ia memegang jabatan ini selama hampir satu dasawarsa hingga tahun 1969. Dengan posisi ini, ia memperoleh kenaikan pangkat menjadi mayor pada tanggal 1 Juli 1959 dan menjadi letnan kolonel pada tanggal 1 Juli 1963. Ia juga menempuh pendidikan lanjutan dalam bidang penerangan, seperti kuliah selama satu tahun di Jurusan Publisistik (sekarang Departemen Ilmu Komunikasi) Universitas Indonesia dari tahun 1961 hingga 1962, kursus pendidikan politik pada tahun 1963, dan kursus kekaryaan (Civic Mission Course) di Amerika Serikat pada tahun 1964.[2]

Menjelang akhir masa jabatannya sebagai Asisten Kepala Pusat Penerangan Angkatan Darat, Muljono mengikuti kursus singkat di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat. Ia lulus pada tahun 1968[4] dan memperoleh kenaikan pangkat menjadi kolonel pada tanggal 1 Desember 1968. Ia kemudian diangkat menjadi Wakil Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat pada tahun selanjutnya.[2] Empat tahun kemudian, pada tanggal 13 Juli 1972, Muljono diangkat sebagai Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat merangkap Kepala Dinas Penerangan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Muljono dilantik sebagai kepala dinas pada tanggal 2 Agustus[5] dan memperoleh kenaikan pangkat menjadi brigadir jenderal pada tanggal 1 Oktober.[2] Muljono memegang jabatan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat hingga tanggal 10 Februari 1975[6] dan digantikan oleh Brigadir Jenderal TNI Daryono.[7]

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik

Pada tanggal 30 Desember 1974, Muljono dilantik sebagai Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik,[6] menggantikan Bernarda Buniati Kwari Sosrosumarto yang pensiun.[8] Muljono menjabat selama 12 tahun dan digantikan oleh Kolonel CZI Ignatius Imam Kuseno Mihardjo pada tanggal 21 April 1986.[9]

Kebijakan

Beberapa bulan setelah dilantik, pada akhir April 1975 Departemen Agama mengadakan rapat kerja dengan kepala perwakilan se-Indonesia. Dalam rapat tersebut, Djoko Muljono menyampaikan rumusan mengenai kedudukan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik dan hierarki Gereja Katolik. Muljono menyatakan bahwa Ditjen Bimas Katolik berfungsi untuk memajukan kepentingan pemerintah dalam bidang agama, seperti toleransi antarumat beragama. Muljono secara khusus menekankan tugas Ditjen Bimas Katolik sebagai fasilitator dan pendukung pengembangan agama Katolik dan bukan untuk mendorong penyebaran agama Katolik.[8]

Selama masa kepemimpinannya, Muljono mendorong pengembangan bidang pendidikan agama Katolik melalui pembinaan personel dan pembangunan fasilitas pendukung agama. Sejumlah penyuluh maupun tenaga pengajar agama Katolik dikontrak oleh Ditjen Bimas Katolik untuk jangka waktu seumur hidup. Selain itu, sekolah-sekolah untuk menghasilkan pengajar agama Katolik juga dibangun dengan dukungan Ditjen Bimas Katolik. Ditjen Bimas Katolik juga membantu sekolah-sekolah guru agama Katolik dalam memperoleh status terdaftar sebagai syarat untuk memperoleh persyaratan Departemen Agama. Dalam hal pembangunan fasilitas pendukung agama, Ditjen Bimas Katolik menganggarkan sejumlah besar dana untuk membangun seminari, katedral, pengadaan buku-buku Agama, serta program-program yang terkait dengan agama Katolik.[8][10]

Pengadaan Kitab Suci

Muljono meneruskan proyek Kitab Suci yang telah dimulai oleh pendahulunya, Bernarda Buniati Kwari Sosrosumarto. Pada tahun 1979, Muljono mengusulkan rencana untuk membagikan lebih dari satu juta Kitab Suci Katolik bagi umat Katolik se-Indonesia. Rencana ini tidak dapat direalisasikan karena permasalahan terkait dengan pendanaan. Sebagai gantinya, Ditjen Bimas Katolik mendistribusikan hanya sebagian dari Kitab Suci saja. Kitab Suci yang hanya sebagian ini banyak ditolak oleh masyarakat dan seorang pengamat menemukan bahwa banyak kitab suci terbitan Ditjen Bimas Katolik ini yang berserakan di jalanan.[8]

Kunjungan ke Vatikan

Muljono melakukan sejumlah kunjungan ke Vatikan selama masa jabatannya. Pada awal bulan September 1975, Muljono dikirim oleh pemerintah Indonesia untuk menghadiri peringatan Tahun Suci Gereja Katolik Roma. Dalam perjalanan dinas tersebut, Muljono bertemu dengan Paus Paulus VI selaku kepala negara Vatikan dan umat Katolik sedunia. Muljono memaparkan keadaan kehidupan umat beragama di Indonesia. Setelah mengunjungi Vatikan, Muljono juga mengunjungi Lourdes, Prancis dan Amsterdam, Belanda.[11]

Muljono kembali ke Vatikan pada bulan April 1977 untuk membahas mengenai permasalahan Timor Timur. Muljono bertemu dengan Paus Paulus VI dan pejabat Vatikan lainnya. Dalam pertemuannya, Muljono menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki ambisi teritorial dan hanya berharap proses dekolonisasi berjalan dengan baik. Setelah kembali ke Indonesia, Muljono mengklaim bahwa paus telah menyetujui integrasi Timor Timur ke dalam Indonesia, menarik kepemimpinan Keuskupan Dili dari Portugis, dan menyerahkan kepemimpinannya kepada putra daerah Timor-Timur. Paus juga mengharapkan integrasi Keuskupan Dili dengan keusukupan lainnya di Indonesia dan juga mengundang menteri agama beserta ulama Muslim ke Vatikan. Antropolog Karel Adriaan Steenbrink memandang skeptis rencana ini dan menganggap bahwa Muljono terlalu optimis.[8][12]

Masa pensiun dan wafat

Setelah pensiun, Muljono diangkat sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), sebuah lembaga independen yang dibentuk untuk mengkaji dan menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Muljono secara resmi dilantik pada tanggal 7 Desember 1993. Pada pertengahan masa jabatannya sebagai anggota Komnas HAM, Muljono wafat pada tanggal 16 Februari 1995.[13] Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata.[14]

Makam Ignatius Djoko Muljono di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta Selatan

Tanda jasa

Sebagai seorang perwira angkatan darat, Muljono memperoleh sejumlah satyalancana dan bintang atas jasa dan pengabdiannya. Berikut ini adalah daftar satyalancana dan bintang yang diperolehnya:[2]

Kehidupan pribadi

Muljono telah menikah dan memiliki empat anak.[2]

Referensi

  1. ^ a b Pour, Julius (2008). Ignatius Slamet Rijadi: dari mengusir Kempeitai sampai menumpas RMS. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 19. ISBN 978-979-22-3850-1. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k "Riwayat-hidup: Brigadir Jenderal TNI Ig. Djoko Moeljono, Dirjen Bimas Katolik yang baru". Majalah Bimas Katolik (7). 1975. hlm. 4-5, 10. Diakses tanggal 4 Januari 2023. 
  3. ^ "Ragi dalam Tubuh Militer". Mingguan Hidup. 2008. hlm. 6. Diakses tanggal 4 Januari 2023. 
  4. ^ "DAFTAR NAMA SISWA2 KURSUS SINGKAT SESKOAD ANGKATAN IV/1968". Karya Wira Jati. Oktober 1968. hlm. 109. Diakses tanggal 4 Januari 2023. 
  5. ^ "New Army Information Chief". Djakarta Domestic Service. 3 Agustus 1972. Diakses tanggal 4 Januari 2023. 
  6. ^ a b Bachtiar, Harsya W. (1988). Siapa dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD). Jakarta. hlm. 203. ISBN 9789794281000. 
  7. ^ Bachtiar, Harsya W. (1988). Siapa dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD). Jakarta. hlm. 93–94. ISBN 9789794281000. 
  8. ^ a b c d e Steenbrink, Karel (2015-05-12). Catholics in Independent Indonesia: 1945-2010 (dalam bahasa Inggris). BRILL. hlm. 43–45. ISBN 978-90-04-28542-2. 
  9. ^ "Kolonel CZI Ig. Imam Kuseno Dirjen Bimas Katolik Dep Agama". Mimbar Kekaryaan (185). Mei 1986. hlm. 68. Diakses tanggal 4 Januari 2023. 
  10. ^ Agus, Stefanus (2008). Kiat Membangun Kepemimpinan Visioner, Berdialog Dengan Perubahan: Rekam Jejak Pengabdian Seorang Anak Desa Sebagai Direktur Jenderal Bimas Katolik Masa Bakti 2000-2008. Direktorat Jenderal Bimas Katolik, Departemen Agama Republik Indonesia. hlm. 17–18. 
  11. ^ "Perjalanan Dinas Dirjen Bimas Katolik ke Roma, Prancis, dan Negeri Belanda". Majalah Bimas Katolik (5). 1975. hlm. 5-14. Diakses tanggal 18 April 2023. 
  12. ^ Arifin, Suarif (28 April 1993). "Penyelesaian damai masalah Timor Timur: Memantapkan jalan yang dirintis Djoko Moeljono". Angkatan Bersenjata. Diakses tanggal 18 April 2023. 
  13. ^ Lima Tahun Komnas HAM: Catatan Wartawan. Diterbitkan atas kerjasama Forum Akal Sehat dan INPI-Pact dengan Dukungan USAID. 1999. hlm. 46, 60. ISBN 978-979-95606-0-5. 
  14. ^ "Daftar Makam Tahun 1995-1996". Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-16. Diakses tanggal 4 Januari 2023. 
Kembali kehalaman sebelumnya