Hichki
Hichki (bahasa Indonesia: Cegukan; pengucapan bahasa Hindi: [ɦɪtʃʰkɪ]) adalah sebuah film komedi-drama berbahasa Hindi India tahun 2018 yang disutradarai Siddharth P. Malhotra. Film tersebut adalah sebuah buat ulang dari Front of the Class (2008), dan menampilkan Rani Mukerji sebagai Naina Mathur—seorang penderita sindrom Tourette yang bercita-cita tinggi untuk menjadi seorang guru, namun terus menerus ditolak oleh berbagai sekolah hingga lima tahun berturut-turut akibat kondisinya. Penulisan skenario dimulai oleh Malhotra pada 2013, bersama dengan Ambar Hadap dan Ganesh Pandit. Film tersebut mengalami beberapa penolakan dari berbagai rumah produksi sebelum diakhirnya diterima oleh Yash Raj Films. Film tersebut awalnya akan memusatkan pria sebagai pemeran utama, namun Maneesh Sharma menyarankan untuk menggantinya menjadi perempuan dan Malhotra kemudian memilih Mukerji. Pengambilan gambar dilangsungkan pada April–Juni 2017, dan dilakukan di Kolese St. Xavier, Mumbai. Komposisi musikal dan skor latar belakangnya masing-masing ditangani oleh Jasleen Royal dan Hitesh Sonik, sementara koreografinya dikerjakan oleh Vaibhavi Merchant. Avinash Arun bertugas sebagai sinematogafer, dan Shweta Venkat Matthew sebagai penyuntingnya. Hichki dirilis pada 28 Maret 2018 dan mempromosikan slogan, "Apalah hidup tanpa beberapa cegukan". Film tersebut mendapatkan sambutan beragam dari para kritikus; kebanyakan ulasan positif mengarah pada penampilan Mukerji. Film tersebut membahas tema sensitif hubungan guru–murid dan gangguan neurologis, dan dikenal secara luas dalam media sebagai pencipta konsep baru dalam sebuah film India. Dibuat dengan anggaran ₹200 juta, film tersebut menghasilkan keuntungan ₹2 miliar di seluruh dunia. Film tersebut meraih lima penghargaan (masing-masing dua dari Festival Film India Melbourne dan Penghargaan Akademi Indywood dan satu dari Festival Film Giffoni), dan memberikan Mukerji beberapa nominasi berkategorikan Aktris Terbaik dari upacara penghargaan Filmfare, Screen dan Zee Cine. AlurNaina Mathur, seorang penderita sindrom Tourette yang bercita-cita untuk menjadi seorang guru, terus-menerus ditolak oleh beberapa sekolah hingga lima tahun akibat kondisinya. Ibunya Sudha dan adik laki-lakinya Vinay terus mendukungnya, namun ayahnya membenci usahanya dan menawarinya dengan sebuah pekerjaan di bank. Suatu hari, Naina mendapatkan sebuah tawaran dari Sekolah St. Notker, dimana ia telah melamar selama lima kali. Ketika ditanya mengenai kegigihannya untuk bekerja di sekolah tersebut, ia menjelaskan bahwa sekolah tersebut menjadi tempat belajarnya dulu dan terinspirasi oleh mantan kepala sekolahnya Khan. Ia diterima dan mendapatkan tugas untuk mengajar 9F, kelas terburuk di sekolah tersebut. Pada hari pertama, murid-murid Naina mengejeknya karena suaranya. Mereka kemudian mengerjainya dengan nitrogen cair, menyebabkan ledakan ringan dan jendela kelas pecah. Mereka kemudian dipanggil ke ruang kepala sekolah, dan Naina berusaha keras agar mereka tidak dihukum. Proyek pameran sains tahunan sekolah ditugaskan kepada 9A; kelas terbaik di sekolah tersebut yang diajar oleh Tn. Wadia. Sementara itu, 9F mulai bersikap baik terhadap Naina. Aatish, satu-satunya murid yang tetap bersikap dingin kepada Naina, diam-diam menyabotase proyek 9A. Itu diketahui oleh kepala sekolah, dan menyebabkan 9F dikeluarkan. Naina kembali mencegah hal tersebut, berjanji bahwa kelasnya akan lulus pada ujian akhir, tetapi ia tidak dapat mencegah penangguhan mereka dari bersekolah hingga ujian. Merasa sedih, dia memberi tahu murid-muridnya bahwa mereka telah menghancurkan upayanya untuk membantu mereka. Seluruh murid 9F mulai belajar secara rajin untuk mengikuti ujian. Sementara itu, seorang pekerja sekolah diam-diam memberikan salinan kertas ujian kepada Aatish untuk membuat 9F gagal, tetapi ketika ia memberikannya kepada teman-teman sekelasnya, mereka menolak dan membuatnya membuang jauh-jauh ide tersebut. Seluruh murid 9F dinyatakan lulus dari ujian, namun, mereka dituduh curang setelah pekerja sekolah yang sama mengaku telah memberikan salinan kertas ujian, dan kepala sekolah memutuskan untuk mengusir mereka selama upacara pemberian lencana prefek. Sebelum acara, Akshay, salah satu murid Tn. Wadia mengaku telah menyuap sang pekerja sekolah untuk memberikan salinan kertas ujian yang salah. Tn. Wadia kemudian menyadari kesalahannya. Ia naik ke panggung dan mengaku bahwa dirinya telah mencoba untuk memfitnah 9F, dan kemudian menyuruh Naina untuk memasangkan lencana prefek kepada murid-muridnya. Pemeran
ProduksiPengembangan dan pemainSebelum akhirnya diterima oleh Yash Raj Films, film tersebut mendapatkan penolakan dari beberapa rumah produksi akibat naskahnya. Naskah film tersebut ditulis oleh Siddharth P. Malhotra (sutradara dari film tersebut)—bersama dengan Ambar Hadap dan Ganesh Pandit—pada 2013. Aditya Chopra kemudian menyetujui untuk memproduseri film tersebut, setelah Malhotra melakukan pencarian selama sekitar empat hingga enam tahun, karena film tersebut dianggap oleh beberapa produser "tidak memiliki viabilitas komersial".[6][7] Film tersebut merupakan sebuah buat ulang dari film Amerika Front of the Class (2008), yang mana berdasarkan pada buku otobiografi terkenal Brad Cohen Front of the Class: How Tourette Syndrome Made Me the Teacher I Never Had.[8][9] Malhotra membeli hak cipta dari film tersebut, segara setelah ia menemui Yash Raj Films untuk membuat versi berbahasa Hindi-nya.[8] Sementara itu, perusahaan produksi Yash Raj Films mengakusisi bukunya pada Desember 2017, dan merubah sebagian besar struktur alurnya.[10][11] Malhotra menamai proyek tersebut sebagai Hichki, mengganggap kata tersebut cocok untuk menjadi "metafora kuat bagi diskriminasi" dan "sangat berhubungan" dengan jalan cerita dari film tersebut.[12] Ia menggambarkan proyek terbarunya sebagai sebuah "kisah positif dan inspiratif tentang seorang wanita yang mengubah kelemahan terbesarnya menjadi kekuatannya".[13] 9F, yang digambarkan sebagai kelas terburuk dalam film tersebut, berasal dari acara TV-nya yang tidak pernah dirilis Class 9.[14] Hichki diumumkan secara resmi pada Februari 2017; kemiripan nama sang sutradara dengan pemeran Sidharth Malhotra menyebabkan kebingungan bagi beberapa wartawan saat pengumuman film tersebut.[15]
—Mukerji, membicarakan tentang perannya[16] Malhotra meminta kepada Aditya Chopra untuk menonton film pertamanya We Are Family (2010), sebuah adaptasi tidak resmi dari film Amerika 1998 Stepmom.[6][17] Namun karena sibuk dengan proyek mendatangnya Befikre (2016), Aditya Chopra meminta produser kreatifnya Maneesh Sharma untuk menonton film tersebut. Sharma memberikan sebuah saran untuk menggunakan perempuan sebagai pemeran utamanya. Malhotra kemudian memilih Rani Mukerji, yang pada saat itu sedang mencari sebuah peran yang "menantang", untuk memerankan Naina Mathur (seorang guru penderita sindrom Tourette).[6][18] Daily News and Analysis melaporkan bahwa Mukerji telah menandatangani kontrak untuk membintangi film tersebut pada Oktober 2016, dan menandai kekembaliannya ke perfilman dalam empat tahun setelah Mardaani (dimana ia berperan sebagai seorang polisi).[19] Untuk mempersiapkan perannya, Mukerji berbicara dengan Cohen melalui Skype untuk melatih gerenyet vokal dan motorik karakternya agar muncul secara spontan.[20][21] Sachin (sebagai ayah Naina), Supriya Pilgaonkar (sebagai ibu Naina) dan Hussain Dalal (sebagai saudara laki-laki Naina) membentuk sebuah kelompok pemeran pendukung. Anggota-anggota pendukung lainnya meliputi seluruh pemeran murid Naina: Benjamin Yangal, Jayesh Kardak, Harsh Mayar, Kabeer Khan, Kalaivanan Kannan, Poorti Jai Agarwal, Riya Shukla, Shagufta Shaikh, Siddhesh Pardhi, Sparsh Khanchandani, Swaraj Kumar, Teena Kumar dan Vikrant Soni.[22] Kru dan pengambilan gambarChaudhry (juga menulis dialognya), Pandit dan Malhotra bekerjasama dengan Ambar untuk menulis cerita dari film tersebut, dan bersama Raaj Mehta untuk menulis naskahnya.[2][3] Aditya Chopra dan Sharma menjadi produser bagi film tersebut dibawah spanduk Yash Raj Films, dengan Sanjay Shivalkar dan Aashish Singh masing-masing sebagai eksekutifnya dan asosiasinya;[3][9][24] Bharat Rawail bertugas sebagai produser pengawasnya dan Amit Tomar sebagai produser lininya.[24] Perancangan busananya dikerjakan bersama oleh Shilpa Makhija dan Varsha Chandanani, dan penyuntingannya ditangani oleh Shweta Venkat Matthew. Sinematografernya adalah Avinash Arun, sedangkan Vaibhavi Merchant adalah koreografernya.[3][25] Ganesh Gangadharan dan Pritam Das bersama-sama dalam menangani rancangan suara untuk film tersebut. Meenal Agarwal dan Shanoo Sharma masing-masing bertugas untuk menjadi perancang produksi dan direktur pemilihan pemain.[3] Film tersebut dibuat dengan anggaran sebesar ₹200 juta (US$2,8 juta).[26] Proses syutingnya dimulai pada 4 April 2017, dan diumumkan melalui akun Facebook dan Twitter resmi Yash Raj Films.[27] Mukerji mengungkapkan kegugupannya pada hari pertama syuting: "Aku meninggalkan [anakku] Adira untuk pertama kalinya, ia belum pernah menghabiskan sehari tanpa saya. Juga, saya bertanya-tanya apakah saya akan dapat berakting atau tidak karena saya [baru] menghadap kamera setelah dua tahun."[28] Adegan akhirnya direkam di Mehboob Studio pada 7 Juni, dan kemudian dilanjutkan dengan proses penyuntingannya.[29][30] Film tersebut berdurasi 118 menit, setelah melalui pemotongan akhir.[26] Tema dan pengaruhFilm tersebut menjadi sebagai salah satu dari tiga film wanita—termasuk Veere Di Wedding dan Raazi—pada 2018. Shivangi Jalan dari The Indian Express menyatakan bahwa ketiga film tersebut telah "membanggakan pemeran utama wanita yang kuat".[31] Film tersebut juga menjadi yang kelima bagi Mukerji—setelah Raja Ki Aayegi Baraat (1996), Laaga Chunari Mein Daag (2007), No One Killed Jessica (2011) dan Mardaani (2014).[32][33][34] Kritikus-penulis Anupama Chopra menganalisis dan menemukan bahwa film tersebut meneruskan sebuah "tradisi lama dari film guru".[35] Secara naratif, film tersebut menciptakan konsep baru film India dengan menggabungkan narasi linier dan emosional.[36] Film tersebut menjadi salah satu film yang narasinya bergantung pada Undang-undang Hak atas Pendidikan.[37] Yanjuan Qi menganalisis Hichki dalam jurnalnya, dan menyatakan bahwa: "[Film tersebut] berdasarkan pada pendidikan, menceritakan masalah sensitif tentang hubungan guru–murid. [Film tersebut] menggunakan teknik warna, musik, tarian dan elemen lainnya yang kontras dengan karakteristik nasional India, [dan] menyampaikan tema penerimaan, cinta dan rasa hormat antara guru [dengan] siswa[nya]."[38] Sindrom Tourette menjadi tema utama dalam film tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Mukerji dan Dyuti Basu.[39][40] Membandingkan Hichki dengan Taare Zameen Par (2007), Paa (2009) dan My Name Is Khan (2010), profesor Nilika Mehrotra (penulis Disability Studies in India: Interdisciplinary Perspectives) menemukan bahwa film-film tersebut telah "memajukan wawasan tentang sikap masyarakat terhadap kecacatan dan perbedaan".[41] Mehrotra menganggap Hichki merepresentasikan sindrom Tourette melalui "stigmatisasi yang sangat mengganggu dan mendalam", yang mana "sangat menantang secara normatif".[42] Mimansa Shekhar mencatat tema permasalahan yang dihadapi oleh orang-orang setelah dicap sebagai pecundang, menulis bahwa film tersebut "menampilkan kepercayaan diri, ketahanan jiwa dan harapan manusia".[43] Subhash K. Jha mengatakan bahwa ia menemukan sebuah "idealisme yang terlucuti" pada inti ceritanya. Jha juga mendapati bahwa alurnya "membelok melalui sebuah sentimentalitas besar", dan menemukan bahwa film tersebut telah menghasilkan "beberapa pelajaran tentang toleransi dan kedermawanan kemanusiaan".[44] Portal hiburan Bollywood Hungama menemukan penggunaan premis lama dalam film tersebut, dan memiripkannya dengan Taare Zameen Par dan Hindi Medium (2017).[45] Rohit Vats dari Hindustan Times menemukan sebuah kesamaan diantara film tersebut dengan Dead Poets Society (1989), Not One Less (1999), Sir (1993) dan Black (2005), dimana karakter-karakter gurunya "mengambil dasar moral yang tinggi".[46] Melansir dari The New Indian Express, Hichki mengandung sebuah pesan untuk "menghancurkan stereotipe", dengan menampilkan Mukerji sebagai seorang guru gigih yang menderita sindrom Tourette.[1] "Oye Hichki", lagu utama dari film tersebut, disebut-sebut dalam media telah membahas diskriminasi sosial umum, seperti "kulit terang yang lebih disukai", "keberpihakan terhadap penyandang cacat" dan "perempuan yang tidak memiliki hak untuk menentukan pilihan[nya sendiri]."[47] Saibal Chatterjee dari NDTV mencatat gangguan neurologis dalam film tersebut sebagai salah satu keunikan dalam konteks perfilman India.[48] Chatterjee menambahkan, "[Film tersebut] tidak hanya tentang sebuah perjuangan individu untuk mendapatkan dan menjaga tempat layaknya di dunia. Sorotannya juga terletak pada sistem pendidikan yang miring."[48] Ia menyebut bahwa bagian akhir dari film tersebut "terlalu dramatis", dan menggunakan genre usang "pecundang yang menang melawan segala rintangan".[48] Hichki dianggap sebagai sebuah "variasi pucat" dari Dahavi Fa (2002), sebuah film drama berbahasa Marathi.[48] Kriti Tulsiani menulis bahwa, "[Film tersebut] tetap merupakan sebuah upaya yang tidak lengkap untuk mencerita suatu kisah."[49] Setelah melakukan sebuah pebandingan antara Hichki dengan Barfi! (2012), Margarita with a Straw (2014), My Name Is Khan dan Taare Zameen Par, Dyuti dari The Asian Age menemukan bahwa kelima film tersebut "memberikan [...] perlakuan sensitif" terhadap kecacatan mental dan fisik.[40] Musik
Jasleen Royal dan Hitesh Sonik masing-masing menggubah musik dan skor latar belakang untuk film tersebut, dan komposisi lirikalnya ditangani bersama oleh Aditya Sharma, David Klyton, Jaideep Sahni, Neeraj Rajawat dan Raj Shekhar.[3][50] Penyanyi-penyanyi yang ditampilkan meliputi Abhishek Kurme, Arijit Singh, Benny Dayal, David Klyton, Harshdeep Kaur, Jasleen Royal, Naina Kundu, Nigel Rajaratnam, Rhiya Jauhari, Shilpa Rao, Siddesh Jammi dan Yogesh Kurme.[50][51] Album musik tersebut dirilis pada 19 Februari 2018, dibawah label YRF Music.[50] "Oye Hichki"—dinyanyikan oleh Harshdeep Kaur—diluncurkan secara tunggal oleh Mukerji pada 20 Februari 2018, di sekolah lamanya Maneckji Cooper.[25] Gendang Marathi, instrumen perkusi, perabotan, tong, sendok dan peralatan baja digunakan untuk proses syuting lagu tersebut.[52][53] Royal menyatakan bahwa pengalamannya menggubah musik untuk film tersebut terasa "sangat menantang dan menarik".[53] Devansh Sharma memberikan ulasan positif untuk album tersebut; Sharma memuji kinerja Jasleen Royal yang luar biasa dalam "menggubah alunan [dari] album [tersebut]".[52] Debarati S. Sen dari The Times of India juga menyukai album tersebut; Sen menyebut "Oye Hichki" sebagai sebuah perpaduan dari instrumen Barat dan India.[54] Sementara itu, kritikus musik Joginder Tetuja (menulis untuk portal hiburan Bollywood Hungama) memberikan ulasan buruk terhadap album tersebut.[55] Suanshu Khurana dari The Indian Express mengkritik album tersebut, dikarenakan "banyak nada[nya] yang berulang-ulang".[56]
Pemasaran dan perilisanHichki menjadi salah satu film yang paling ditunggu-tunggu pada 2018, dan cuplikannya dirilis pada 19 Desember 2017 dan dilampirkan dengan Tiger Zinda Hai (2017).[43][57][58] Film tersebut dipromosikan dalam lima bahasa, meliputi Bengali, Bhojpuri, Hindi, Marathi dan Punjab.[59] Poster pertamanya dirilis oleh Taran Adarsh melalui Twitter pada 27 Desember 2017, dan Zee News berkomentar bahwa Mukerji "melakukan pose yang mengesankan" pada poster tersebut;[60] poster lainnya dirilis pada 10 Februari 2018.[61] Awalnya film tersebut direncanakan untuk dirilis 23 Februari, namun pada 1 Februari, Sharma mengumumkan bahwa tanggalnya diundur hingga 23 Maret.[62] Melansir dari Daily News and Analysis, Sharma—beserta dengan tim pemasaran dan distribusi—menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh situasi periode pasca-ujian para murid dan keluarga.[63] NDTV melaporkan rencana promosi pertama untuk film tersebut pada 10 Januari 2018. Mukerji memulainya pada hari suci Makar Sankranti, dilanjutkannya dengan terbang menuju Ahmedabad untuk berinteraksi dengan para murid sekolahan dan penggemarnya. Setelah di Ahmedabad, ia mengunjungi delapan kota lainnya di India.[64] Ia juga melakukan promosi di lokasi syuting Bigg Boss 11, Dance India Dance 6 dan Dadagiri Unlimited.[65][66][67] Sebagai sebuah bagian dari kegiatan promosional, Mukerji bertemu dengan guru spiritual Ravi Shankar, pada 15 Februari, untuk mendiskusikan masalah hidup dengannya.[68] Setelah melakukannya di India, pada 6 Oktober, Mukerji mempromosikan film tersebut di lima kota di Tiongkok (Beijing, Chengdu, Guangzhou, Shanghai dan Shenzhen).[69] Hichki dirilis pada 28 Maret 2018, dengan mempromosikan slogan, "Apalah hidup tanpa beberapa cegukan".[70] Film tersebut dirilis secara terbatas di Amerika Serikat, dan tersedia dalam Apple TV+ dan Amazon Prime Video.[71] Malhotra menggambarkan pemutaran film tersebut dalam Festival Film Internasional Shanghai, pada Juni 2018, sebagai sebuah "penghormatan dan peluang besar" baginya. Melansir dari sebuah perjumpaan pers, film tersebut ditampilkan dalam seksi "The Belt and Road Week in China".[72] Film tersebut juga diputar dalam Festival Film Giffoni ke-49 dan Festival Film India Melbourne pada tahun yang sama.[73][74] PenerimaanBox officeAnalis perdagangan Girish Johar mencatat bahwa penjualan film tersebut sebagian besarnya mengandalkan teknik pemasaran mulut ke mulut. Johar lebih lanjut menambahkan bahwa Hichki adalah sebuah film yang "dikendalikan [oleh] konten", dan karenanya membuat film tersebut "tidak mampu menarik banyak massa".[75] Film tersebut diputar dalam 975 bioskop pada hari pembukaannya dan menghasilkan keuntungan sebesar ₹33,1 juta, yang mana jauh di bawah perkiraan.[57][76] Penghasilan hariannya naik hingga 62 persen pada hari kedua, dengan meraup keuntungan sebesar ₹53,5 juta. Film tersebut menghasilkan ₹67 juta pada hari ketiga, dan ₹177,5 juta pada hari keempatnya.[77] Hichki menghadapi sebuah persaingan ketat dengan Baa Baaa Black Sheep, Baaghi 2, Raid dan Sonu Ke Titu Ki Sweety.[57][78][79] Total keuntungan film tersebut adalah ₹153,5 juta pada akhir pekan pertamanya, dan ₹261,1 juta pada minggu pertamanya.[80][81] Secara internasional film tersebut menghasilkan ₹2 miliar (kebanyakan berasal dari box office Tiongkok), dan Box Office India memberikan status "hit" untuk film tersebut.[26][82] Film tersebut menjadi film India berkeuntungan tertinggi dalam pasar Tiongkok—setelah Dangal (2016), Secret Superstar (2017), Bajrangi Bhaijaan (2015) dan Hindi Medium (2017).[83] Sambutan kritisFilm tersebut mendapatkan sambutan yang cenderung positif dari para kritikus maupun penonton, yang kebanyakan mengarah pada penampilan Mukerji.[84][85] Film tersebut mendapatkan penilaian sebesar 50 persen dalam situs web agregator ulasan Rotten Tomatoes berdasarkan pada dua belas ulasan, dengan nilai rata-rata 5.38 dari 10 untuk setiap ulasannya.[71] Mayank Shekhar dari Mid Day memberikan ulasan campuran terhadap film tersebut; Shekhar mengkritik dialognya, menyebutnya setara dengan sebuah "khotbah yang dangkal dan santun", namun memuji penampilan Mukerji beserta naskahnya.[86] Sify memberikan penilaian tiga setengah dari lima bintang, menyebut penampilan para anggota pemeran pendukung sebagai "brilian"—terutama Sachin dan Supriya.[87] Bollywood Hungama memuji kinerja Chauhdry dalam pembuatan dialog, cerita dan skenarionya; menyebut bahwa karya-karya Chaudhry dalam film tersebut "tajam, pintar, bersemangat dan lucu". Penyutradaraan Malhotra juga mendapatkan pujian; disebutkan bahwa Malhotra membuat "sebuah cerita yang sederhana" menjadi "menarik sepanjang [film]".[45] Menulis untuk The Times of India, Rachit Gupta memuji penempatan bunyi "waa-waa" dan "chak-chak" secara acak dalam film tersebut.[88] Samrudhi Ghosh dari India Today menyebut karakter Neeraj "hampir menjadi [sebuah] karikatur" dalam film tersebut.[89] Sama seperti Shalini Langer dari The Indian Express, Ghosh juga memuji penampilan dari seluruh anggota pemeran murid Naina—khususnya Mayar.[89][90] Menulis untuk CNN-News18, kritikus film Kriti Tulsiani menulis bahwa Mukerji membuat sebuah penampilan yang "mengangkat jiwa". Tulsiani menambahkan bahwa ikatan guru–murid merupakan momen paling mengharukan dalam film tersebut.[49] Chaya Unnikrishnan dari Daily News and Analysis menulis bahwa Mukerji dan Naisha Khanna membuat penampilan yang "luar biasa" dalam film tersebut.[17] Shilpa Jamkhandikar (dalam sebuah artikel terbitan Reuters) menemukan banyak dialog "basi" dalam film tersebut.[91] Rohit Bhatnagat menyatakan bahwa Neeraj "bersinar cerah" dalam "peran abu-abunya", dan menyebut Sachin dan Supriya berakting dalam "kapasitas terbaik mereka".[92] Rajeev Masand menyatakan bahwa Hichki "tidak konsisten", menambahkan, "[Film tersebut] terlalu banyak terisi dengan niat baik dan pesan jamak".[93] Richard James Havis dari South China Morning Post menyebut film tersebut sebagai "standar, terprediksi dan menghangatkan hati". Ia menambahkan, "sebuah penampilan yang melibatkan [...] Mukerji membuat [film tersebut] menjadi sebuah tontonan yang menyenangkan". Havis menemukan bahwa Mukerji memberikan "semangat" pada perannya, dan "membuat gerenyet verbal dan fisiknya [...] tampak secara alami dan tidak terkendali".[94] Menulis untuk Gulf News, kritikus Manjusha Radhakrishnan menyebut peran Mukerji sebagai "inkonvensional", dan menambahkan bahwa lika-liku dan konflik dalam film tersebut "dapat diprediksi secara menyakitkan".[95] Mahwash Ajaz (dalam sebuah artikel terbitan The Express Tribune) memberikan empat dari lima bintang untuk film tersebut, menyatakan bahwa Mukerji "menggenggam" jalannya film; dan menyebut penampilannya sebagai "spektakuler dan berkarisma".[96] Shomini Sen memberikan tiga dari lima bintang untuk film tersebut; menyatakan bahwa Mukerji "sangat sempurna" dalam perannya sebagai Naina, dan menambah kesan pada karakternya dengan "berusaha menghidupkannya". Sen juga memuji kinerja Neeraj, dengan "[karakter] tabah dan angkuh"-nya, dan Mayar—yang dianggap sebagai pelengkap karakter Mukerji.[97] Sukanya Verma dari Rediff.com menganggap "prediktabilitas dan kesentimenan" sebagai kecacatan terbesar dari Hichki, dan menambahkan bahwa naskahnya membuat film tersebut "runtuh [dan] tidak dapat diperbaiki".[98] Dalam sebuah ulasan tiga dari lima bintang, Devesh Sharma dari Filmfare menyebut Mukerji sebagai "jiwa dari film tersebut". Sharma lebih lanjut menambahkan bahwa Mukerji membuat "akting terlihat lebih mudah" dengan perannya tersebut.[99] Menulis untuk Firstpost, kritikus Anna M. M. Vetticad memberikan dua setengah dari lima bintang untuk film tersebut; Vetticad memuji Mukerji yang telah "membawa empati dan pesona pada karakter Naina tanpa setiap saat meminta belas kasihan penonton".[100] Penghargaan dan nominasi
Lihat pulaReferensi
Daftar pustaka
Pranala luar |