Suksesi tahta Liechtenstein diatur oleh hukum wangsaKeluarga Kepangeranan Liechtenstein, yang memegang asas primogenitur agnatik. Pada 2004, kepala negara Hans-Adam II, yang secara terbuka menanggapi kritikan dari PBB yang menegur diskriminasi pengecualian perempuan dari garis suksesi, menyatakan bahwa kekuasaan tersebut lebih tua ketimbang negara itu sendiri.
Pada 2004, Perserikatan Bangsa-Bangsa mempertanyakan kelayakan primogenitur agnatik, yang melarang wanita menjadi kepala negara Liechtenstein, dengan Konvenan Hak Sipil dan Politik Internasional[1] dan kemudian melayangkan teguran terhadap hal tersebut.[1] Dalam menanggapi tuntutan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk kesetaraan gender pada 2007, Pangeran Hans-Adam II menjelaskan bahwa hukum suksesi tersebut lebih tua ketimbang Kepangeranan Liechtenstein itu sendiri dan telah menjadi tradisi keluarga sehingga tak berdampak pada masyarakat di negara tersebut; Konstitusi Liechtenstein menyatakan bahwa suksesi tahta merupakan urusan pribadi keluarga.[2]
Referensi
^ abReport of the Human Rights Committee: Vol. 1: Seventy-ninth session (20 October - 7 November 2003); eightieth session (15 March - 2 April 2004); eighty-first session (5-30 July 2004). United Nations Publications. 2004. ISBN9218101722.