Gamelan SelondingGamelan Selonding adalah alat Musik tradisional bali yang usianya lebih tua dibandingkan dengan gamelan-gamelan lainnya yang kini populer dalam kesenian maupun yang digunakan dalam upacara adat dan agama. Gamelan ini merupakan gamelan sakral yang digunakan untuk melengkapi upacara keagamaan di bali. Persebaran gamelan selonding di Kabupaten Karangasem dapat ditemui di beberapa desa tua seperti desa Bugbug, Prasi, Seraya, Tenganan, Pegringsingan, Timbrah, Asak, Bungaya, Ngis, Bebandem, Besakih, dan Selat. Dalam konteksnya dengan desa Adat tersebut gamelan selonding ini digunakan untuk mengiringi prosesi upacara besar seperti usaba Dangsil, usaba sumbu, usaba sri, usaba Manggung dan lain sebagainya.[1] Gamelan selonding terbuat dari bilah-bilah besi yang diletakkan dengan pengunci secukupnya diatas badan gamelan tanpa bilah resonan (bambu resonan). Suara yang ditimbulkan dari alat musik ini sangat khas dan klasik yakni gamelan berlaras pelog sapta nada (tujuh nada). Selonding biasanya disuarakan untuk mengiringi pelaksanaan upacara-upacara sakral dengan jenis gending yang berbeda.[2] Karya Budaya Gamelang selonding ini berasal dari Provinsi bali dan diterbitkan pada tahun 2017 dengan nomor registrasi 201700555 dengan domain Seni pertunjukan.[3] SejarahKata selonding diduga berasal dari kata "salon" dan "ning" yang berarti tempat suci, karena dilihat dari fungsinya adalah sebuah gamelan yang dikeramatkan atau disucikan. Mengenai sejarah munculnya gamelan selonding belum bisa dipastikan, namun ada sebuah mitologi yang menyebutkan bahwa pada zaman dahulu orang-orang Tenganan Pegringsingan mendengar suara gemuruh dari angkasa dan datang suara secara bergelombang. Pada gelombang pertama suara itu turun di Bungaya (sebelah Timur Laut Tenganan) dan gelombang kedua turun di Tenganan Pegringsingan.[4] Rujukan
|