PT Elektrindo Nusantara (disingkat EN) didirikan pada 22 April 1983 dan berpusat di Jakarta. Perusahaan ini dimiliki oleh Bimantara Citra sebesar 51%, dan merupakan sayap dari konglomerasi ini dalam bidang telekomunikasi. Elektrindo sendiri memproduksi berbagai perangkat dan menyediakan jasa dalam pembangunan berbagai sarana komunikasi.[2] Pada tahun 1990-an, perusahaan ini merencanakan untuk melepas sahamnya di bursa saham, namun tidak terwujud.[3] Bagi sebagian orang, membesarnya bisnis komunikasi Elektrindo dianggap hanya merupakan hasil KKN semata.
Setelah krisis ekonomi 1997-1998, Elektrindo menjadi terjerat hutang sebesar Rp 160,9 miliar (plus denda).[4] Seiring dengan upaya restrukturisasi hutang tersebut, Elektrindo mengalami perubahan kepemilikan dengan saham-saham lain yang awalnya dimiliki oleh beberapa pemegang saham lain seperti PT Karyadeka Panca Murni (25%), PT Azbindo Nusantara (14%), PT Adipta Adhidana (5%) dan PT Astagina Prakasatama (5%) sejak 2002 perlahan-lahan telah beralih kepada pemegang saham utama, Bimantara Citra.[4][5] Pada tahun 2003, kepemilikan Bimantara sudah menjadi 67.83% dan kemudian menjadi 100% pada Januari 2005.[6][7] Pada 5 Juli 2006, perusahaan yang anak usahanya hanya tersisa PT Sena Telenusa Utama ini kemudian dimerger dengan anak usaha Bimantara lain yang bergerak di bidang yang sama (telekomunikasi), yaitu PT Infokom Elektrindo.[8][9] Dengan merger tersebut, berakhirlah riwayat perusahaan ini setelah lebih dari 20 tahun beroperasi.
Operasional dan kinerja perusahaan
Sepanjang sejarahnya, perusahaan yang memiliki 521 pegawai pada 1994[10] dan sebuah pabrik di Jakarta Utara ini, memiliki banyak operasi dan kegiatan, seperti:[11][12][13]
- Mengerjakan proyek-proyek yang berhubungan dengan satelit SCPC. Misalnya, pada tahun 1985, perusahaan ini bekerjasama dengan Hughes Aircraft Company, melakukan pembangunan SCPC bertenaga surya di Wawotobi, Sulawesi Selatan. Proyek ini merupakan bantuan dari USAID untuk pendidikan di pulau-pulau di sana, dan merupakan proyek pertama yang ditangani Elektrindo.[14] Lalu, pada 1989-1990 perusahaan ini terlibat dalam pembangunan SCPC di Indonesia Timur.
- Menjadi kontraktor dan penyedia satelit Palapa B2 kepada Telkom (dahulu bernama Perumtel) pada 1987-1991.
- Bekerjasama dalam pembangunan dan pengujicobaan Sentral Telepon Otomat Kecil (STK)-1000 pada 1987. Proyek ini juga kemudian diperluas ke luar negeri, misalnya ke Los Angeles, AS pada 1994.[15]
- Melakukan BOT untuk membangun jaringan telepon sepanjang 1990-1992 untuk 20.000 jaringan.
- Mengembangkan peralatan bisnis navigasi di Indonesia dengan Len Industri dan Airport System Inc. sejak 1995.
- Mengawasi lalu lintas udara untuk Indonesia Air Show 1996.[16]
- Penyuplai dan importir produk-produk komunikasi NEC dan Motorola.[17]
- Memproduksi perangkat stasiun bumi, seperti VSAT bermerek SmartCom. Juga menyediakan layanan dengan perangkat ini mulai dari tahun 1989, untuk Dephub, TNI AU, berbagai perusahaan minyak bumi dan pemerintah Thailand (Angkatan Udara Thailand, Kementerian Dalam Negeri Thailand) untuk komunikasi faks, data dan lainnya.[18] Sejak 1998, layanan SmartCom dialihkan kepada anak usahanya, PT Infokom Elektrindo.
- Melakukan instalasi kabel serat optik dan radio microwave.
- Bekerjasama dalam pola bagi hasil bersama Telkom, dalam pembangunan jaringan AMPS khusus telepon mobil di Jakarta dan Bandung (dengan kapasitas untuk 25.000 pengguna). Proyek ini sendiri dikerjakan bersama dengan Motorola dengan harga US$ 30 juta sejak September 1990 dan mulai beroperasi pada November 1991. Selanjutnya ekspansi wilayah operasional juga dilakukan ke Medan dan Ujungpandang.[19][20][21][22][23] Lewat sebuah perjanjian pada Agustus 1994 antara keduanya,[24] kerjasama bagi hasil ini diubah menjadi perusahaan patungan antara Telkom dan Elektrindo bernama PT Komunikasi Selular Indonesia, yang dikendalikan 65% oleh Elektrindo.
- Berkongsi dengan NEC pada 1991, membentuk PT NEC Nusantara Communications dengan saham 75% untuk NEC dan 25% sisanya Elektrindo, dengan tujuan untuk membangun Sentral Telepon Digital Indonesia, dengan ukuran medium/kecil. Targetnya adalah 350.000 sambungan, dengan setengahnya menjadi jatah PT NEC Nusantara, sementara sisanya untuk kongsi PT Citra Telekomunikasi Indonesia-AT&T (perusahaan millik Mbak Tutut dan Timmy Habibie).[25][26] (Konon, menurut beberapa pihak, sebenarnya NEC dan Elektrindo-lah yang menenangkan tender itu, tapi karena paksaan halus AS, maka Soeharto memilih untuk membaginya menjadi dua dengan "memaksakan" joint venture perusahaan-perusahaan tersebut).[27][28] Selanjutnya PT NEC Nusantara kemudian juga bergerak untuk pembangunan berbagai sarana komunikasi.
- Memiliki saham 23,08% di PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN).
- Memiliki 10% saham di PT Alcatel Enkomindo, patungan dengan Alcatel untuk pembangunan dan manajemen perangkat transmisi komunikasi. Alcatel memegang 70% saham, sementara 20% dipegang oleh Telekomindo Primabhakti.[2]
- Kerjasama dengan 10 perusahaan dalam konsorsium, termasuk Maesa Group dan Cable & Wireless plc Inggris untuk mengikuti tender kerjasama operasi dalam pembangunan jaringan telepon di berbagai wilayah. (Pada akhirnya, Elektrindo justru tidak mendapat jatah dalam tender).[29][30]
- Melakukan pembangunan sentral telepon kecil medium di Myanmar untuk 256 pemakai pada 1995.[31]
- Memiliki saham 40% di Sattel Technologies Inc, dengan partner lain memegang sisanya. Perusahaan ini menjadi kontraktor dari sejumlah perusahaan seperti Indosat dan Telkom.[32]
- Dan berbagai proyek dan kegiatan lainnya.[3]
Anak usaha Elektrindo lainnya yang pernah tercatat, yaitu:
- PT Nusantara Marine Cable Service
- PT Infokom Elektrindo, dialihkan pada akhir 2003 ke induknya Bimantara Citra[33]
- PT Sena Telenusa Utama, dialihkan ke Infokom pasca merger tahun 2006
- PT Energymeter Indonesia, dilepas pada 2006 sebelum merger dengan Infokom[9]
Lihat pula
Referensi
- ^ "Contact Us". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-01-05. Diakses tanggal 2008-01-05.
- ^ a b Prospektus Bimantara Citra 1995
- ^ a b "DEFINING FUTURE GOAL". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1997-05-30. Diakses tanggal 2021-02-17.
- ^ a b Perkembangan Restrukturisasi Kredit Macet Grup Bimantara
- ^ KoranTempo - Lippo Land Masih Negosiasikan Utang Luar Negeri
- ^ Laporan Kuangan Bimantara Citra Q3 2005
- ^ Laporan Keuangan Q1 Bimantara 2004
- ^ Mobile Tornado Group - Contract Win[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b Laporan Keuangan Q4 Bimantara 2006
- ^
"THE ERA OF PROFESSIONALISM". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1997-05-30. Diakses tanggal 2021-02-17.
- ^ "FOREWORD". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1997-05-30. Diakses tanggal 2021-02-17.
- ^ "PRODUCTS AND SERVICES". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1997-05-30. Diakses tanggal 2021-02-19.
- ^ "ACHIEVEMENTS AND PERFORMANCES". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1997-05-30. Diakses tanggal 2021-02-17.
- ^ Astronautics and Aeronautics, 1985: A Chronology, Volume 1963
- ^ Gema telekomunikasi
- ^ Dari Soeharto ke Habibie: guru kencing berdiri, murid kencing berlari : kedua puncak korupsi, kolusi, dan nepotisme rezim Orde Baru
- ^ Asian Business
- ^ Korupsi Kepresidenan hlm. 132
- ^ The APT Yearbook
- ^ Eksekutif, Masalah 145-150
- ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 7,Masalah 33-38
- ^ Telecommunications Reports, Volume 56,Bagian 2
- ^ 50 tahun peranan pos & telekomunikasi
- ^ Accelerated Progress, Indonesian Telecommunications: 50th Indonesia Anniversary
- ^ Mitra Lokal untuk Proyek STDI II
- ^ Elektrindo Nusantara
- ^ The Ugly Japanese: Nippon's Economic Empire in Asia
- ^ Korupsi Kepresidenan hlm. 306
- ^ Indonesia Business Weekly, Volume 3,Masalah 12-28
- ^ Accelerated Progress, Indonesian Telecommunications: 50th Indonesia Anniversary
- ^ Indonesia News Service, Masalah 2360-2437
- ^ Daftar kekayaan Soeharto dkk di Hawaii & benua Amerika (III):
- ^ "Company Profile". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-06-10. Diakses tanggal 2002-06-10.
|