Kerjasama operasionalKerjasama operasional (bahasa Inggris: joint venture atau joint operation, disingkat KSO) adalah sebuah istilah mengenai dua perusahaan atau lebih yang melakukan kerjasama operasional dalam menyelesaikan suatu proyek.[1] Selain itu, KSO dapat berbentuk sebuah badan usaha baru berupa usaha patungan (joint venture).[1] Dalam bentuk usaha patungan ini, perusahaan gabungan menggabungkan sumber produksi, pemasaran, keuangan dan atau hal-hal manajerial.[1] Umumnya sebuah badan usaha melakukan KSO untuk memperluas wilayah usaha atau menguatkan kualitas produknya.[2] Contohnya, perusahaan telekomunikasi negara yang merangkul perusahaan asing atau lokal untuk mencapai target pembangunan.[2] Atau, perusahaan asing yang mencoba menjajaki pasar lokal dengan bekerjasama dengan perusahaan domestik agar diperoleh strategi untuk mencapai target pasar.[2] Kerjasama operasional telekomunikasi di IndonesiaTelkom Indonesia adalah salah satu perusahaan telekomunikasi yang pernah memberlakukan KSO.[3] Tujuan Telkom memberlakukan KSO sejaan dengan misi perluasan dan pembangunan jaringan, persiapan memasuki era pasar, percepatan pencapaian Operator Berkelas Dunia (World Class Operator), dan perluasan kesempatan bagi para pengusaha komunikasi lokal dan internasional dalam pembangunan teknologi komunikasi di Indonesia.[3] Pemberlakuan KSO oleh Telkom didasarkan pada peraturan pada UU No. 3/1989 tentang pertelekomunikasian, PP No. 8/1993, serta peraturan menteri nomor 13/PT.001/MPPT-94.[3] Operasional para partner KSO dimulai sejak 1 Januari 1996 hingga 1 Januari 2011 (15 tahun), dan setelahnya akan diserahkan ke Telkom (bangun-guna-serah).[4] Adapun selama berada di tangan partner KSO, layanan telepon tetap di daerahnya, ditangani perusahaan KSO, bukannya Telkom.[5] Akan tetapi, para operator KSO dari swasta itu harus menjalankan operasionalnya atas nama dan identitas Telkom.[6] KSO Telkom menggandeng perusahaan domestik dan internasional (seperti dari Prancis, Jepang, Amerika Serikat, Jerman, dan Belanda).[3] Pemilihan siapa operatornya dilakukan dalam proses tender, yang hasilnya diumumkan pada 30 Juni 1995.[4] Proyek KSO yang digalakkan oleh terfokus pada pembangunan sambungan telepon di seluruh Indonesia. Dalam rencana di tahun 1996, disebutkan bahwa pada tahun 2000 Indonesia telah memiliki total 9 juta sambungan. Oleh karena itu, untuk mencapai target tersebut, pemerintah Indonesia membagi divisi regional (divre) di 7 wilayah di Indonesia.[3] Pembagian divre tersebut disertai dengan perusahaan lokal yang bekerja di bawah KSO (khusus untuk lima divre, sedangkan sisanya yaitu Divre II - Jabodetabek, Serang dan Purwakarta serta Divre V - Jawa Timur tidak di-KSO-kan).[4] Berikut proyek KSO di lima divre Telkom:
Seiring waktu, banyak dari proyek ini yang tidak berjalan mulus dan sempat terhambat oleh krisis ekonomi 1997-1998, sehingga ada yang mengalami perubahan target (dari totalnya 2 juta sambungan menjadi 1,2 juta),[7] hingga gugat-menggugat di pengadilan.[8] Namun, pada akhirnya seluruh KSO ini diakuisisi oleh Telkom dengan KSO VII terakhir diambil alih pada 2006,[9] yang kemudian diintegrasikan dalam Divisi Regional Telkom. Khusus PT Dayamitra Telekomunikasi, PT Pramindo Ikat Nusantara dan PT Ariawest International, kemudian dijadikan anak usaha Telkom yang bergerak di bidang lainnya seperti penyewaan menara telekomunikasi dan pengelolaan bisnis internasionalnya.[4] Rujukan
|