Dedolarisasi
Dedolarisasi adalah proses penggantian dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk:
Dolar AS mulai menggantikan pound sterling sebagai mata uang cadangan internasional dari tahun 1920-an sejak muncul dari Perang Dunia Pertama relatif tanpa kendala dan karena Amerika Serikat termasuk penerima emas ketika masa perang yang signifikan.[1] Setelah AS muncul sebagai negara adikuasa global yang bahkan lebih kuat selama Perang Dunia Kedua, Perjanjian Bretton Woods tahun 1944 menetapkan sistem moneter internasional pascaperang, dengan naiknya dolar AS menjadi mata uang cadangan utama dunia untuk perdagangan internasional, dan satu-satunya mata uang pascaperang dengan jaminan emas dengan harga $35 per troy ounce.[2] Setelah pembentukan Sistem Bretton Woods, dolar AS digunakan sebagai media perdagangan internasional. Departemen Keuangan Amerika Serikat melakukan pengawasan yang ketat atas jaringan transfer keuangan SWIFT,[3] dan akibatnya memiliki pengaruh besar pada sistem transaksi keuangan global, dengan kemampuan untuk menjatuhkan sanksi pada entitas dan individu asing.[4] Cadangan bank sentralMenurut survei IMF Komposisi Mata Uang dari Cadangan Devisa Resmi (COFER), bagian cadangan yang disimpan dalam dolar AS oleh bank sentral turun dari 71 persen pada tahun 1999 menjadi 59 persen pada tahun 2021.[5] Perkembangan regionalPada tanggal 30 Maret 2023, Wakil Ketua Duma Negara Alexander Babakov di sela-sela Forum Bisnis Rusia-India di New Delhi menyatakan bahwa negara-negara BRICS dapat membuat mata uang yang akan didukung bukan oleh emas tetapi oleh sumber daya nyata, termasuk tanah dan logam tanah jarang.[6] AsiaPada April 2023, negara-negara Asean pada ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) - International Financial Institutions (IFIs) Meeting menyepakati penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan antar-anggota untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.[7] Hingga Februari 2022 Indonesia Local Currency Settlement LCS dengan empat negara, yaitu Malaysia, Thailand, Jepang, dan Tiongkok. Nilai ekspor Indonesia ke empat negara ini persentasenya 35% dan untuk impor persentasenya 42%, angka ini jauh lebih besar jika dibandikant dengan nilai perdagangan ke AS persentasenya hanya 10% untuk ekspor dan impor nilainya hanya 5%.[8] Sejak 2011, Tiongkok secara bertahap beralih dari perdagangan dolar AS dan mendukung yuan Tiongkok.[9] Membuat perjanjian dengan Australia, Rusia, Jepang, Brasil, dan Iran untuk berdagang dalam mata uang nasional. Telah dilaporkan bahwa pada kuartal pertama tahun 2020, pangsa dolar dalam perdagangan bilateral antara Tiongkok dan Rusia turun di bawah 50 persen untuk pertama kalinya.[10] Pada tahun 2015, Tiongkok meluncurkan CIPS, sistem pembayaran yang menawarkan layanan kliring dan penyelesaian bagi para pesertanya dalam pembayaran dan perdagangan Renminbi lintas batas sebagai alternatif SWIFT.[11] Pada tahun 2011, Jepang membuat perjanjian dengan Tiongkok untuk perdagangan mata uang nasional.[12] Perdagangan Tiongkok-Jepang saat itu bernilai ~US$300 miliar.[13] Sejak Maret 2018, Tiongkok mulai membeli minyak dengan yuan yang didukung emas.[14] Pada 31 Maret 2020, transaksi INSTEX Iran-UE pertama diselesaikan. Mencakup impor peralatan medis untuk memerangi wabah COVID-19 di Iran.[15][16] Uni EropaSejak akhir 2019, negara-negara Uni Eropa mendirikan INSTEX, sebuah sarana tujuan khusus (SPV) Eropa untuk memfasilitasi transaksi non-USD dan non-SWIFT[17][18] dengan Iran untuk menghindari pelanggaran sanksi AS.[19] Pada 11 Februari 2019, wakil menteri luar negeri Rusia Sergei Ryabkov menyatakan bahwa Rusia akan tertarik untuk berpartisipasi dalam INSTEX.[20] RusiaRusia mempercepat proses dedollarisasi pada tahun 2014 sebagai akibat dari memburuknya hubungan dengan Barat.[21] Pada tahun 2017, SPFS, sistem transfer keuangan yang setara dengan SWIFT di Rusia, di kembangkan oleh Bank Sentral Rusia.[22] Sistem ini telah dikembangkan sejak 2014, setelah pemerintah Amerika Serikat mengancam akan memutuskan hubungan Rusia dari sistem SWIFT.[23] Lukoil, sebuah perusahaan milik negara, telah mengumumkan bahwa mereka akan mencari pengganti dolar.[24] Pada Juni 2021, Rusia mengatakan akan menghilangkan dolar dari Dana Kekayaan Nasionalnya untuk mengurangi kerentanan terhadap sanksi Barat hanya dua minggu sebelum Presiden Vladimir Putin mengadakan pertemuan puncak pertamanya dengan pemimpin AS Joe Biden.[25] Amerika tengah dan selatanPada tahun 2013, selama KTT BRICS, Brasil membuat kesepakatan dengan Tiongkok untuk memperdagangkan Real Brasil dan yuan Tiongkok[26] Pada Agustus 2018, Venezuela menyatakan akan menetapkan harga minyaknya dalam euro, yuan, rubel, dan mata uang lainnya.[27][28] OseaniaPada tahun 2013, Australia membuat perjanjian dengan Tiongkok untuk perdagangan mata uang nasional.[9] Lihat pulaReferensi
|