Berfokus pada penglihatan yang diterima Daniel pada tahun ketiga (536 SM) pemerintahan Koresh, raja orang Persia,[3] yaitu pada hari ke-24 bulan pertama, ketika Daniel ada di tepi sungai besar, yakni sungai Tigris.[4]
Pasal 10-12 menjelaskan lebih lanjut penglihatan yang dicatat dalam pasal 8 dengan penglihatan kedua dengan topik tang sama. Hal ini sebagaimana halnya penglihatan pada pasal 7 menjelaskan penglihatan pada pasal 2. Pasal 10 sebagai pembuka, pasal 11 isinya dan pasal 12 memuat penutup.[5]
"Seperti dahulu aku juga mendampinginya untuk menguatkan dan menyokongnya, yakni pada tahun pertama pemerintahan Darius, orang Media itu."[8]
Nubuat dan Penggenapan
Para pakar menganggap nubuat Daniel ini sebagai nubuat ganda, artinya dapat dipenuhi dalam jangka pendek, tetapi juga masih akan dipenuhi lagi dalam jangka panjang.
Nubuat dalam pasal ini dapat dilihat penggenapannya secara akurat dalam sejarah dengan bukti-bukti catatan dari Yunani dan Romawi. Ini membuat sejumlah pakar menduga kisah ini ditulis setelah peristiwanya sudah terjadi, tetapi catatan sejarah kuno menunjukkan bahwa Kitab Daniel sudah lengkap setidaknya pada zaman Aleksander Agung pada abad ke-4 SM.
Yang keempat akan mendapat kekayaan yang lebih besar dari mereka semua, dan apabila ia telah menjadi kuat karena kekayaannya, ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk melawan kerajaan Yunani.
Daniel 11:3: "Kemudian akan muncul.." menubuatkan bahwa setelah Xerxes I, Kekaisaran Persia merosot reputasinya dan akhirnya dikalahkan oleh raja yang dicatat berikutnya, yang bukan dari Persia.
Nubuat
Ayat
Penggenapan
Raja yang gagah perkasa, akan memerintah dengan kekuasaan yang besar dan akan berbuat sekehendaknya. Baru saja muncul, maka kerajaannya akan pecah dan terbagi-bagi menurut ke-4 mata angin dari langit jatuh bukan kepada keturunannya, dan tanpa kekuasaan seperti yang dipunyainya; sebab kerajaannya akan runtuh dan menjadi milik orang-orang yang lain daripada orang-orang ini.
Aleksander Agung (336-323 SM) menguasai wilayah yang luas, tetapi hanya menikmatinya dalam waktu singkat. Setelah mati, kerajaannya runtuh dan terpecah menjadi 4 wilayah kekuasaan terpisah bukan milik keturunannya: 1. Kerajaan Ptolemaik di Mesir (selatan) 2. Kerajaan Seleukia di Persia (timur) 3. Kerajaan Pergamon di Asia Kecil (utara) 4. Kerajaan Makedonia di Yunani (barat). Seluruh anggota keluarga dan keturunan Aleksander mati dibunuh.[9]
Salah seorang dari panglima-panglimanya akan menjadi lebih kuat daripadanya dan orang ini memerintah, lalu kekuasaannya akan menjadi kekuasaan yang besar.
Tetapi puteri itu tidak berhasil, juga keturunannya tidak dapat bertahan: puteri itu akan diserahkan, demikian pula orang-orang yang mengantarnya, anak yang dilahirkannya dan orang yang mengawininya.
Setelah Ptolemaios II mati (246 SM), Antiokhos II menceraikan Berenike untuk mengawini lagi istri sebelumnya, Laodike. Laodike meracuni Antiokhos II di Asia Kecil serta menyuruh bunuh Berenike, putranya dan rombongannya di Antiokhia, supaya putranya sendiri Seleukos II Callinicus (246-227 SM) dapat menjadi raja.
Pada waktu itu akan tumbuh suatu tunas yang seakar dengan puteri itu menggantikan orang itu, dan orang ini akan bergerak maju melawan tentara raja negeri Utara dan memasuki kota bentengnya, dan ia akan bertindak terhadap mereka dan ia akan berkuasa.
Bahkan dewa-dewa mereka dan patung-patung tuangan mereka dan barang-barang mereka yang berharga dari perak dan emas akan diangkutnya sebagai jarahan ke Mesir
Ptolemaios III menjarah 40000 talenta perak, 4000 talenta emas dan 2500 patung dewa-dewa ke Mesir.
Beberapa tahun lamanya ia akan berhenti berperang melawan raja negeri Utara. Kemudian raja ini akan memasuki kerajaan raja negeri Selatan, tetapi kemudian pulang ke negerinya sendiri.
Seleukos III Soter (227-223 SM), menggantikan ayahnya, Seleukos II, mencoba mengumpulkan dana dengan menyerang Asia Kecil tetapi terbunuh di sana. Adiknya, Antiokhos III Agung (223-187 SM), meneruskan usaha dengan mengumpulkan tentara.
Salah seorang dari mereka itu akan bergerak maju melawan dia, menggenangi dan meliputi semuanya seperti air bah; dan pada serbuan yang kedua kalinya ia akan sampai ke benteng musuhnya.
Antiokhos III merebut wilayah Palestina dari kekuasaan Mesir, bahkan mendekati kota benteng Raphia dalam perang tahun 219-217 SM.
Maka menggeramlah raja negeri Selatan itu, lalu maju berperang melawan raja negeri Utara, yang telah mengerahkan sejumlah tentara besar, dan tentara besar itu akan jatuh ke tangan musuhnya.
Setelah tentara besar itu dihancurkannya, maka hatinya akan bermegah; walaupun ia telah menewaskan berlaksa-laksa orang, ia tidak akan mempunyai kekuatan.
Ptolemaios IV merebut kembali tanah Palestina, dalam murkanya membunuh 10000 dan menawan 4000 tentara musuhnya, tetapi kemudian mengadakan perdamaian dengan Antiokhos III. Ptolemaios IV menajiskan Bait Suci di Yerusalem dan hidup dalam kebejadan moral, sehingga tidak dihormati rakyatnya.
Lalu untuk kedua kalinya raja negeri Utara itu akan mengerahkan sejumlah tentara besar, lebih besar dari yang pertama, dan beberapa tahun kemudian, ia akan bergerak maju melawan dia dengan tentara yang besar dan dengan banyak perlengkapan perang.
Setelah sukses berperang dengan Persia dan India, Antiokhos III menyerang wilayah Palestina milik Mesir (203 SM; 14 tahun setelah yang terdahulu) melawan Ptolemaios V Epiphanes, putra Ptolemaios IV yang masih kecil.
Pada waktu itu banyak orang akan bangkit melawan raja negeri Selatan.
Sejumlah orang-orang Yahudi mengambil kesempatan menyerang pasukan Mesir di Yerusalem,[10] tetapi Antiokhos III menolak menghadiahkan kemerdekaan bagi bangsa Yahudi.
Maka raja negeri Utara itu akan datang, mendirikan kubu pengepungan dan merebut kota yang berbenteng; dan tentara negeri Selatan tidak akan dapat bertahan, juga pasukan-pasukan pilihannya sekalipun, ya, tidak ada kekuatan apapun yang dapat bertahan.
Antiokhus III berhasil merebut kota benteng Sidon (203 SM). Tentara pilihan Mesir di bawah pimpinan Eropus, Menocles, dan Damoxenus gagal merebutnya kembali.
sehingga raja yang menyerangnya akan berbuat sekehendak hati, dan tidak ada seorangpun yang dapat bertahan menghadapinya; ia akan menduduki Tanah Permai dan seluruhnya akan ada dalam kekuasaannya.
Pada tahun 199 SM Antiokhos III berhasil merebut tanah Palestina untuk seterusnya dari kekuasaan Mesir.
Kemudian ia akan berusaha untuk menguasai seluruh kerajaan orang yang lain itu: ia akan mengadakan persetujuan dengan dia, dan seorang puterinya diberikannya kepadanya untuk menghancurkan kerajaan itu, tetapi maksudnya itu tidak akan berhasil dan tidak akan menguntungkannya.
Karena gagal merebut tanah Mesir dengan perang, Antiokhos III menawarkan perdamaian dengan menikahkan putrinya, Kleopatra, dengan Ptolemaios V Epiphanes, pada tahun 194 SM, supaya dapat menguasai dari dalam. Namun, Kleopatra malah lebih setia kepada suaminya dan membangkang perintah ayahnya.
Lalu ia akan memalingkan mukanya ke tanah-tanah pesisir dan banyak yang direbutnya
Antiokhos III kemudian menyerang Asia Kecil tahun 197 SM dan Yunani tahun 192 SM. Ia sempat merebut sejumlah pulau-pulau di laut Ægean dan menyeberangi Hellespont.
Tetapi seorang panglima akan menghentikan penghinaannya itu, bahkan akan mengembalikan penghinaan itu kepadanya.
Jenderal Romawi, Lucius Scipio Asiaticus, mengalahkan Antiokhos III dalam pertempuran di Magnesia (190 SM). Dalam perjanjian perdamaian di Apamea tahun 188 SM, Jenderal Romawi, Publius Scipio, menuntut Antiokhos III mengurangi jumlah kapal perang menjadi 12 saja, membayar ongkos perang kepada Roma sebanyak 15.000 talenta selama 12 tahun mendatang dan sebagai jaminan, menyerahkan 20 orang sebagai sandera di Roma, termasuk putranya, Antiokhos IV.
Sesudah itu ia akan memalingkan mukanya ke kota-kota benteng di negerinya sendiri; tetapi ia akan tergelincir dan jatuh dan tidak akan ditemukan lagi.
Antiokhos III kembali ke tanahnya sendiri, memaksa untuk memungut pajak guna mengganti kerugian perang setelah kalah dari Romawi, tetapi mati dibunuh oleh massa ketika hendak menjarah suatu kuil di daerah Babilon dekat kota Susan, provinsi Elymais (187 SM).
Menggantikan dia akan muncul seorang yang menyuruh seorang pemungut pajak menjalani bagian yang terindah dari kerajaan itu, tetapi beberapa hari kemudian ia akan dibinasakan, bukan oleh kemarahan atau oleh peperangan.
Seleukos IV (187-175 SM) menggantikan Antiokhos III dan menyuruh menteri keuangannya, Heliodorus, memungut pajak di wilayah yang kaya. Namun kemudian Heliodorus mengadakan persepakatan untuk membunuhnya dan menjadikan putranya, Antiokhus, yang berusia 5 tahun, menjadi raja boneka.
Menggantikan dia akan muncul seorang yang hina, yang tidak memperoleh martabat raja; tetapi dengan tak disangka-sangka ia akan datang merebut kedudukan raja dengan perbuatan-perbuatan licin.
Mengambil kesempatan karena pewaris tahta masih kecil, Antiokhos IV Epiphanes (175-164 SM), mengaku sebagai putra Antiokhos III yang tadinya disandera di Roma, merebut tahta dengan siasat. Mula-mula ia mengambil hati raja Pergamum, Eumenes II, dan saudaranya, Attalus, sehingga diberi tentara untuk menggulingkan Heliodorus. Antiokhus IV diangkat menjadi wali untuk Antiokhus kecil, yang kemudian mati diracun, ketika Antiokhus IV sedang bepergian. Maka Antiokhus IV menjadi raja.[11] 1 Makabe 1:10 mencatat penggenapannya: "Dari padanya muncul seorang akar berdosa, Antiokhus Epiphanes, putra Raja Antiokhus (Antiokhos III); ia sebelumnya menjadi sandera di Roma. Ia mulai memerintah pada tahun ke-137 kerajaan orang Yunani". Tahun ke-137 kerajaan orang Yunani diidentifikasi sebagai tahun 175 SM.[11]
Seluruh tentara yang datang melanda akan dihanyutkan di hadapannya dan dihancurkan, bahkan juga seorang raja Perjanjian.
Antiokhus IV berhasil mempertahankan kekuasaannya dengan cara licin. Pada tahun 175 SM ia memecat Imam Besar Yahudi, Onias III bin Simon, yang ditafsirkan sebagai "Raja Perjanjian", dan kemudian 170 SM membunuhnya. Ini dilakukannnya karena menerima suap dari saudara Onias III, Yason (atau Yosua) bin Simon, yang diangkat oleh Antiokhus IV menjadi imam besar (175-172 SM). Uang suap itu dikirim melalui Menelaus, yang memberi suap kepada Antiokhus IV, sehingga Yason dipecat dan Menelaus diangkat menjadi imam besar (172-162 SM).
Dan dari saat diadakan persekutuan dengan dia, ia akan berlaku curang, dan ia akan maju serta menjadi berkuasa, meskipun sedikit orang-orangnya.
Meskipun orang-orangnya sendiri sedikit, Antiokhus IV berhasil mengadu domba dan mengkhianati sekutu-sekutunya, sehingga ia meraih kekuasaan mutlak di Kerajaan Siria.
Dengan tak disangka-sangka ia akan memasuki daerah-daerah yang paling subur dari negeri itu, dan melakukan apa yang belum pernah dilakukan oleh para bapa dan nenek moyangnya, yakni menghamburkan rampasan dan jarahan dan harta di antara orang-orangnya; juga terhadap tempat-tempat yang berbenteng ia membuat siasat, tetapi hanya untuk sementara waktu.
Antiokhus IV meraih dukungan rakyatnya dengan menghambur-hamburkan uang di jalan (I Makabe 3:30) dan kepada semua orang-orang terdekatnya, terutama di kota-kota penting dan berbenteng, selama beberapa waktu.
Kekuatan dan keberaniannya akan ditujukannya melawan raja negeri Selatan dengan memakai tentara yang besar;
Sejak tahun 171 SM, Antiokhus IV memusatkan perhatian untuk mencari kelemahan Mesir yang saat itu diperintah oleh Ptolemaios VI Philometor yang berusia 14 tahun dan dianggapnya lemah. Kemudian ia berhasil menempatkan pasukan besar di perbatasan Mesir, yaitu di Pelusium, dekat Delta sungai Nil. 1 Makabe 1:17 mencatat penggenapannya: "Maka ia (Antiokhus Epiphanes) menyerang Mesir dengan pasukan yang kuat, dengan kereta-kereta berkuda dan gajah-gajah dan pasukan kavaleri dan dengan armada yang besar".
dan walaupun raja negeri Selatan itu akan bersiap untuk berperang dengan tentara yang amat besar dan kuat, ia tidak akan dapat bertahan, sebab akan diadakan siasat terhadap dia, 11:26dan orang-orang yang makan dari santapannya akan meruntuhkannya: tentaranya akan hanyut dan banyak orangnya yang tewas dibunuh.
Mesir berperang dengan Antiokhus IV di Pelusium yang mengambil risiko dengan naik kuda di tengah-tengah peperangan. Tentara Mesir dikalahkan, tetapi Antiokhus IV melarang membunuh mereka, sebaliknya menggunakan mereka untuk merebut Memphis. Antiokhus IV juga menggalang persepakatan dengan penasehat terdekat Ptolemaios VI ("orang-orang yang makan dari santapannya"), antara lain Ptolemeus Macron (juga disebut "Ptolemeus, putra Dorymenes") yang diangkat oleh Ptolemaios VI sebagai gubernur Siprus, membelot dan diangkat oleh Antiokhus IV menjadi gubernur Coele-Syria dan Fenisia. 1 Makabe 1:18 mencatat penggenapanya: "Ia (Antiokhus Epiphanes) melawan raja Ptolemeus (Ptolemaios VI) dari Mesir dalam peperangan, dan Ptolemeus berbalik dan lari dari hadapannya, dan banyak orang terluka dan terbunuh".
Dan kedua raja itu bermaksud jahat, dan sedang mereka duduk bersama-sama pada satu meja, mereka akan saling membohongi; tetapi hal itu tidak akan berhasil, sebab akhir zaman itu belum mencapai waktu yang ditetapkan.
Antiokhus IV memutuskan mengadakan perdamaian dengan Ptolemaios VI dan mereka mengadakan pertemuan dan perjamuan beberapa kali di Memphis. Namun, di balik itu, Antiokhus IV mengangkat Ptolemaios VIII Physkon, menjadi raja di Aleksandria, yang membelot dari Ptolemaios VI kepada Antiokhus IV. Antiokhus IV bermaksud mengadu domba kedua saudara. Di sisi lain, Ptolemaios VI menerima perdamaian, mengingat Antiokhus IV sebenarnya masih pamannya (melalui Kleopatra, putri Siria) dan meletakkan kesalahan terjadinya perang pada menteri Eulaeus, salah satu walinya waktu dia masih kecil. Sebaliknya, Ptolemaios diam-diam membina hubungan dengan adiknya, Ptolemaios VIII, untuk bersatu melawan Antiokhus IV, tetapi tidak terjadi peperangan.
Kemudian ia akan pulang ke negerinya dengan banyak harta, dan hatinya bermaksud menentang Perjanjian Kudus; dan itu dilakukannya, lalu pulang ke negerinya.
Antiokhus IV kembali ke Siria dengan tujuan untuk menyerang Mesir lagi di kemudian hari. Ketika melewati Yudea, ia mendengar isu pemberontakan orang Yahudi, sehingga ia membunuh Onias III, dan sempat membuat imam besar Menelaus menyingkir.
Pada waktu yang ditetapkan ia akan memasuki pula negeri Selatan, tetapi kali yang kedua ini tidak akan sama dengan yang pertama, karena akan datang kapal-kapal orang Kitim melawan dia, sehingga hilanglah keberaniannya.
Tahun 168 SM Antiokhus IV mencoba menyerang Mesir, tetapi Ptolemaios VI dan Ptolemaios VII bersatu memukulnya mundur, dan mereka dibantu oleh tentara Romawi (=Kitim) yang datang dengan kapal-kapal perang. Ketika Antiokhus IV dan tentaranya menuju ke Aleksandria, mereka bertemu dengan 3 senator Romawi yang dipimpin oleh Gaius Popillius Laenas di Eleusis, di luar kota Aleksandria. Duta besar Romawi, Popillius, memberikan tuntutan Senat Roma agar Antiokhus IV mundur dari Mesir. Ketika raja meminta waktu untuk berunding, Popillius membuat garis lingkaran di sekeliling Antiokhus IV dengan tongkatnya sambil memerintahkan Antiokhus IV untuk tidak ke luar dari lingkaran itu sampai memberi jawaban. Akhirnya Antiokhus IV setuju untuk melakukan semua tuntutan Roma.
Lalu pulanglah ia dengan hati mendendam terhadap Perjanjian Kudus dan ia akan bertindak: setelah pulang kembali, ia akan menujukan perhatiannya kepada mereka yang meninggalkan Perjanjian Kudus.11:31Tentaranya akan muncul, mereka akan menajiskan tempat kudus, benteng itu, menghapuskan korban sehari-hari dan menegakkan kekejian yang membinasakan.
Antiokhus IV melampiaskan marahnya dengan membunuhi penduduk Yudea yang dijumpainya di jalan, tetapi membiarkan orang-orang Yahudi Helenistik yang mendukungnya. Tentaranya menajiskan Bait Suci dan melarang upacara korban harian. Tanggal 15 Kislew (December) 168 SM, orang-orang Siria membangun altar menutupi altar korban bakaran, dan menempatkan patung Zeus Olympius di Bait Allah. Tanggal 25 Kislew168 SM, dilakukan pengorbanan babi di atas altar untuk Zeus.
Dan orang-orang yang berlaku fasik terhadap Perjanjian akan dibujuknya sampai murtad dengan kata-kata licin; tetapi umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak.33Dan orang-orang bijaksana di antara umat itu akan membuat banyak orang mengerti, tetapi untuk beberapa waktu lamanya mereka akan jatuh oleh karena pedang dan api, oleh karena ditawan dan dirampas.34Sementara jatuh, mereka akan mendapat pertolongan sedikit, dan banyak orang akan menggabungkan diri kepada mereka secara berpura-pura.35Sebagian dari orang-orang bijaksana itu akan jatuh, supaya dengan demikian diadakan pengujian, penyaringan dan pemurnian di antara mereka, sampai pada akhir zaman; sebab akhir zaman itu belum mencapai waktu yang telah ditetapkan.
Antiokhus IV membuat sejumlah orang Yahudi murtad dari ajaran agamanya. Namun ada sekelompok orang-orang dari keluarga Makabe yang memberontak dan sempat menyucikan Bait Suci selama 8 hari sejak tanggal 25 Kislew165 SM, 3 tahun setelah Antiokhus IV menajiskan tempat itu. Hal ini diperingati dengan perayaan Hanukkah. Karena berbagai pengkhianatan, banyak dari mereka terbunuh. Namun, keluarga Makabe akhirnya berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Siria dan mendirikan dinasti Hasmonean. Antiokhus IV sendiri mati pada tahun 164 SM setelah mendengar kabar kekalahan pasukannya di Persia dan Yudea.
Ayat 36
Raja itu akan berbuat sekehendak hati; ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah. Juga terhadap Allah yang mengatasi segala allah ia akan mengucapkan kata-kata yang tak senonoh sama sekali, dan ia akan beruntung sampai akhir murka itu; sebab apa yang telah ditetapkan akan terjadi.[12]
Penggenapan:
"Raja itu akan berbuat sekehendak hati" merujuk kepada Antiokhos Epiphanes, tetapi secara "antitipe" merujuk kepada Antikristus, yaitu kepala ke-7 dari binatang berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh yang dicatat pada Wahyu 13:1–18, dan binatang pada Armagedon (Wahyu 16:13, Wahyu 16:16; Wahyu 19:19). Ada yang menyamakan raja ini dengan raja Prancis, yang dianggap sebagai kepala ke-8 binatang yang dicatat pada Wahyu 17:11, yang merebut tahta kerajaan.[11]
"membesarkan dirinya terhadap setiap allah" (bandingkan 2 Tesalonika 2:4; Wahyu 13:5–6). Antiokhos menyamakan diri dengan Zeus Olympius, sebagai dewa di atas segala dewa.[11]
Ayat 37
Juga para allah nenek moyangnya tidak akan diindahkannya; baik pujaan orang-orang perempuan maupun allah manapun juga tidak akan diindahkannya, sebab terhadap semuanya itu ia akan membesarkan diri.[13]
Ayat 38
Tetapi sebagai ganti semuanya itu ia akan menghormati dewa benteng-benteng: dewa yang tidak dikenal oleh nenek moyangnya akan dihormatinya dengan membawa emas dan perak dan permata dan barang-barang yang berharga.[14]
Ayat 39
Dan ia akan bertindak terhadap benteng-benteng yang diperkuat dengan pertolongan dewa asing itu. Siapa yang mengakui dewa ini akan dilimpahi kehormatan; ia akan membuat mereka menjadi berkuasa atas banyak orang dan kepada mereka akan dibagikannya tanah sebagai upah.[15]
Ayat 40
Tetapi pada akhir zaman raja negeri Selatan akan berperang dengan dia, dan raja negeri Utara itu akan menyerbunya dengan kereta dan orang-orang berkuda dan dengan banyak kapal; dan ia akan memasuki negeri-negeri, dan menggenangi dan meliputi semuanya seperti air bah.[16]
Ayat 41
Juga Tanah Permai akan dimasukinya, dan banyak orang akan jatuh; tetapi dari tangannya akan terluput tanah Edom, tanah Moab dan bagian yang penting dari bani Amon.[17]
Ayat 42
Ia akan menjangkau negeri-negeri, dan negeri Mesir tidak akan terluput.[18]
Ayat 43
Ia akan menguasai harta benda emas dan perak dan segala barang berharga negeri Mesir, dan orang Libia serta orang Etiopia akan mengikuti dia.[19]
Ayat 44
Tetapi kabar-kabar dari sebelah timur dan dari sebelah utara akan mengejutkan hatinya, sehingga ia akan keluar dengan kegeraman yang besar untuk memusnahkan dan membinasakan banyak orang.[20]
Penggenapan:
Raja Mithridates I dari Parthia mengambil kesempatan ketika Antiokhus menghadapi persoalan di barat untuk menyerang dari sebelah timur, merebut kota Herat pada tahun 167 SM dan mengganggu jalur perdagangan ke India, dan membagi dunia Yunani menjadi dua. Antiokhus menjadi cemas dan mengumpulkan tentaranya untuk menyerang. Mulanya sempat menguasai Armenia, tetapi kemudian dipukul mundur dan kekurangan biaya.
Antiokhus IV mendengar kabar harta yang melimpah di utara, yaitu di sebuah kota di Persia, dan dengan segera ia menyerang secara sengit untuk merebut kota itu, menjarahnya sampai habis dan menghancurkannya. Tetapi inipun gagal, malah ia harus melarikan diri. Flavius Yosefus (37-100) mencatat demikian:
"Sekitar waktu ini, raja Antiokhus, ketika pergi ke negeri-negeri sebelah atas (utara), mendengar bahwa ada satu kota yang kaya di Persia, bernama Elymais; dan di sana ada sebuah kuil Diana yang sangat kaya, dan penuh dengan berbagai sumbangan yang diterimanya; juga senjata-senjata dan perisai-perisai dada, yang setelah diselidiki, diketahuinya telah ditinggalkan di sana oleh Alexander, putra Philip, raja Makedonia. Dan didorong oleh motif-motif ini, ia segera berangkat ke Elymais, dan menyerangnya, dan mengepungnya... Tetapi mereka mengusirnya dari kota itu, dan keluar dan mengejarnya, sedemikian jauhnya sehingga ia harus melarikan diri sampai sejauh Babel, dan kehilangan tentara dalam jumlah sangat besar."[21]
Ayat 45
Ia akan mendirikan kemah kebesarannya di antara laut dan gunung Permai yang kudus itu, tetapi kemudian ia akan menemui ajalnya dan tidak ada seorangpun yang menolongnya.[22]
Penggenapan:
Antiokhus IV mati pada tahun 164 SM (=tahun ke-149 kekaisaran Seleukia[23]) setelah menderita penyakit parah dalam waktu yang lama akibat kecemasan mendengar kabar kekalahan pasukannya di Persia dan Yudea.[21]