Kitab Daniel

Gambar tokoh Daniel, yang menjadi sumber nama untuk kitab ini, di Kapel Sistina. Karya Michaelangelo.

Kitab Daniel (disingkat Daniel; akronim Dan.; bahasa Ibrani: סֵפֶר דָּנִיֵּאל, translit. Sefer Daniyel‎) merupakan salah satu kitab pada Perjanjian Lama Alkitab Kristen dan Tanakh (atau Alkitab Ibrani). Dalam Perjanjian Lama, Kitab Daniel merupakan bagian dalam kelompok kitab-kitab kenabian dan khususnya menjadi kitab terakhir dalam kelompok nabi-nabi besar.[1] Sementara dalam Alkitab Ibrani, kitab ini termasuk dalam kitab-kitab tanpa pengelompokan resmi dalam Ketuvim.

Kitab ini menurut tradisi dianggap berasal dari Daniel sendiri, sementara konsensus keilmuan modern menganggap kitab ini pseudonim, kisah-kisah di bagian pertama legendaris asalnya, dan penglihatan-penglihatan di bagian kedua dihasilkan oleh para penulis anonim pada zaman kaum Makabe (abad ke-2 SM).[2] Namun berdasarkan penganggalan fragmen-fragmen paling awal Kitab Daniel di antara Naskah Laut Mati, para akademisi modern lainnya menyimpulkan bahwa Kitab Daniel dianggap sebagai suatu teks Ibrani kanonik sebelum zaman kaum Makabe.[3]

Nama

Nama kitab ini merujuk pada tokoh utama dari kitab ini, yaitu Daniel atau Beltsazar, seorang nabi yang ikut dalam pembuangan ke Babel dan menjalani beberapa ujian, hingga akhirnya mendapat jabatan yang tinggi di Babel dan mampu melihat beberapa penglihatan. Nama "Daniel" sendiri pada pangkalnya berasal dari bahasa Ibrani: דָּנִיֵּאל (Daniyel), yang diperkirakan merupakan gabungan dari kata דָּן (dan, har. "menghakimi, mengadili"), bentuk terikat ־ִי (-i, har. "-ku"), dan kata אֵל (el, har. "Allah/Tuhan"). Oleh karena itu, nama tersebut kemungkinan berarti "Allah adalah hakimku" atau "Allah yang mengadiliku".[4]

Isi

Kitab Daniel adalah salah satu Kitab dalam Alkitab yang memuat suatu "laporan aktivitas-aktivitas dan penglihatan-penglihatan Daniel, seorang Yahudi terhormat dalam pembuangan di Babel."[5]

Kitab ini terbagi menjadi dua bagian, serangkaian kisah istana dalam Daniel 1–6 yang dilanjutkan dengan empat penglihatan apokaliptik dalam Daniel 7–12.[2] Pada versi-versi Alkitab yang mencantumkan Deuterokanonika, kitab ini mengandung tiga cerita tambahan, yaitu Doa Azarya dan Lagu Pujian Ketiga Pemuda, Kisah Susana dan Daniel, serta Dewa Bel dan Naga Babel.[6]

Pesan yang terkandung adalah bahwa sama seperti Allah Israel menyelamatkan Daniel dan teman-temannya dari para musuh mereka, demikian pula Ia akan menyelamatkan seluruh Israel dari penindasan yang mereka alami saat ini.[7]

Kisah istana

Daniel di gua singa. Karya Briton Rivière.

Bagian yang pertama, keenam pasal pertamanya, terdiri atas serangkaian kisah istana yang tidak terangkai erat, menjalin narasi-narasi yang besifat mengajar, atau kisah-kisah mukjizat.

  1. Daniel menolak makan daging di istana
  2. Nebukadnezar bermimpi tentang "patung yang dibuat dari empat jenis logam" dengan kakinya yang dibuat dari campuran besi dan tanah liat, yang ditafsirkan Daniel sebagai empat kerajaan berturut-turut (bandingkan Kerajaan Kelima)
  3. Kisah tentang "dapur api", tempat Hananya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abednego) dibuang, karena menolak untuk menyembah kepada patung emas; Allah menyelamatkan mereka dari api tersebut
  4. Nebukadnezar menceritakan mimpinya tentang sebuah pohon yang tinggi, lalu menjadi gila dan kemudian waras kembali
  5. Pesta Belsyazar; di sini Daniel menafsirkan tulisan mene mene tekel upharsin
  6. Daniel di gua singa

Narasi ini ditempatkan pada masa Pembuangan di Babel, mula-mula di istana Nebukadnezar dan penggantinya di kemudian hari, Belsyazar, dan kemudian pada zaman pemerintahan 'Raja Darius' yang tidak jelas identitasnya (lih. 'Keakuratan sejarah' dan 'Waktu penulisan' di bawah). Daniel dipuji dalam Easton's Bible Dictionary, 1897, sebagai "sejarawan di Pembuangan, satu-satunya penulis yang dapat memberikan laporan tentang rangkaian kejadian pada masa yang gelap dan berat pada saat harpa Israel tergantung di pohon-pohon yang bertumbuh di tepi Sungai Efrat." Kisahnya boleh dikatakan pada umumnya menyelingi di antara Kitab Raja-raja dan Kitab Tawarikh di satu pihak dengan Kitab Ezra di pihak lain, atau (lebih tepatnya) mengisi catatan singkat yang diberikan oleh penulis Tawarikh dalam satu ayat saja dalam pasalnya yang terakhir: "Mereka yang masih tinggal dan yang luput dari pedang diangkutnya ke Babel dan mereka menjadi budaknya dan budak anak-anaknya sampai kerajaan Persia berkuasa."

Daniel muncul sebagai penafsir mimpi dan penglihatan dalam narasi-narasi ini, namun bukan sebagai seorang nabi.

Penglihatan apokaliptik

Bagian yang kedua, enam pasal sisanya, berisi tentang penglihatan-penglihatan, sebuah contoh awal dari sastra apokaliptik. Di sini si penulis, yang kini berbicara sebagai orang pertama, mengungkapkan sebuah penglihatan yang hanya diberikan kepadanya saja. Latar belakang historis dari pasal pertamanya tidak muncul, kecuali dalam bentuknya yang sangat singkat, yang terdiri dari tanggal-tanggal regnal dates. Bagian ini pun terdiri dari dari dua bahasa, sebagian (hingga 7:28) ditulis dalam bahasa Aram, sisanya (pasal 8-12) dalam bahasa Ibrani. Bagian apokaliptik dari Daniel terdiri dari tiga penglihatan dan sebuah komunikasi kenabian yang panjang, yang terutama berkaitan dengan masa depan Israel:

  1. Penglihatan pada tahun pertama Belsyazar Raja Babel (7:1) mengenai empat binatang buas yang besar (7:3) mewakili empat raja (7:17) dan empat kerajaan (7:23) yang akan datang, dan yang keempat akan menelan seluruh bumi, menginjak-injak, dan menghancurkannya (7:23); kerajaan keempat ini menghasilkan sepuluh orang raja, dan kemudian, orang kesebelas yang khusus, muncul dari kerajaan keempat yang menaklukkan tiga dari sepuluh raja (7:24), berbicara melawan Yang Maha Tinggi dan orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi, dan bermaksud mengubah masa dan hukum (7:25); setelah suatu masa dan satu setengah masa (tiga setengah tahun), orang ini dihakimi dan wilayahnya pun diambil daripadanya (7:26). Lalu kerajaan itu dan wilayahnya dan kebesaran kerajaan-kerajaan di bawah seluruh langit itu diserahkan kepada orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi (7:27)
  2. Penglihatan dalam tahun ketiga Belsyazar mengenai seekor domba jantan dan seekor kambing jantan (8:1-27); Daniel menafsirkan kambing itu sebagai "kerajaan Yawan" artinya, kerajaan Yunani (8:21)
  3. Penglihatan pada tahun pertama dari Darius anak Ahasyweros (9:1) mengenai tujuh puluh minggu, atau tujuh puluh kali "tujuh", yang dibagi ke dalam sejarah bangsa Israel dan Yerusalem (9:24)
  4. Sebuah penglihatan yang panjang dalam tahun ketiga dari Koresh, raja dari Persia (10:1 - 12:13)

Penglihatan-penglihatan kenabian dan eskatologis Daniel, dengan penglihatan-penglihatan Yehezkiel dan Yesaya, adalah ilham kitab suci bagi banyak ideologi dan simbolisme apokaliptik dari Naskah Laut Mati komunitas Qumran dan sastra awal kekristenan. "Hubungan Daniel yang jelas dengan pemberontakan Makabe di Palestina tidak disangsikan merupakan salah satu alasan mengapa para prabi, setelah pemberontakan melawan Roma, menurunkannya dari posisinya di antara 'Nabi-nabi'" (Eisenman 1997, hlm. 19f).

Dalam Daniel terdapat rujukan-rujukan pertama kepada "kerajaan Allah", dan rujukan yang paling jelas terhadap kebangkitan orang mati di dalam Tanakh.

Naskah sumber

Naskah sumber kitab yang ditemukan (yang bukan termasuk Deuterokanonika) ditulis tidak bersamaan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Ibrani dan bahasa Aram. Cerita yang pertama ditulis dalam bahasa Ibrani, lalu bahasa Aram digunakan mulai dari Daniel 2:4, dimulai dengan pembicaraan tentang "para Kasdim" hingga Daniel 7. Kemudian bahasa Ibrani digunakan lagi mulai dari Daniel 8 hingga Daniel 12.

Sumber bahasa Ibrani dan Aram, yaitu:

  • Naskah Masorah (abad ke-10 M)
  • Naskah Laut Mati (abad ke-2 SM), terutama:[8]
    • 1Q71 Daniela (1QDana)
    • 1Q72 Danielb (1QDanb)
    • 4Q112 Daniela (4QDana)
    • 4Q113 Danielb (4QDanb)
    • 4Q114 Danielc (4QDanc)
    • 4Q115 Danield (4QDand)
    • 4Q116 Daniele (4QDane)
    • 6Q7 papDaniel (6QpapDan)

sedangkan sumber bahasa Yunani (terutama sumber Deuterokanonika), yaitu:

Kepengarangan

Menurut tradisi, Kitab Daniel diyakini ditulis oleh orang yang bernama sama (yaitu Daniel) pada masa dan tak lama sesudah pembuangan di Babel pada abad ke-6 SM. Sementara kebanyakan sarjana Kristen konservatif dan Yahudi Ortodoks masih menegaskan tanggal ini sebagai waktu yang realistik, di kalangan sarjana liberal terdapat konsensus bahwa arkeologi dan analisis tekstual menunjukkan waktu penulisan yang jauh di kemudian hari.

Pembagian ini terutama disebabkan oleh teologi: Para sarjana Alkitab yang konservatif menerima klaim Alkitab bahwa nabi-nabi dapat melihat jauh ke masa depan dan kemudian menggambarkan apa yang mereka lihat di dalam bahasa lisan atau tulisan. Para sarjana Alkitab yang liberal, yang berasal dari aliran Kritik Tinggi Jerman, menolak pendapat bahwa nabi-nabi dapat melihat jauh ke masa depan, bahwa pada kenyataannya Daniel tidak mempunyai penglihatan seperti itu. Hal ini membangkitkan lebih banyak persoalan daripada memecahkannya. Banyak dari metafora yang digunakan dalam penglihatan-penglihatan Daniel cukup hidup, menunjuk kepada individu-individu dan kerajaan-kerajaan tertentu. Spesifisitas dari penglihatan-penglihatan ini merupakan garis pemisah di antara kedua kubu. Jadi, para ahli liberal harus mengatasi masalah spesifisitas Daniel, menetapkan waktu penulisan Kitab Daniel jauh belakangan (lihat di bawah) dan menghubungkan kitab ini kepada seorang penulis yang tidak dikenal yang menampilkan Daniel sebagai si pengarang kitab ini yang memakai namanya.

Penetapan waktu penulisan Kitab Daniel yang belakangan ini terbagi pada dua kubu: yang pertama mengatakan bahwa kitab ini secara keseluruhan ditulis oleh satu orang pengarang pada masa dicemarkannya Bait Suci Yerusalem (168-165 SM) di bawah penguasa Seleukus Antiokhus IV Epifanes (memerintah 175-164 SM), yang lainnya menganggapnya sebagai kumpulan cerita yang berasal dari waktu yang berbeda-beda di sepanjang periode Helenis (dengan sebagian bahannya kemungkinan berasal dari periode Persia yang terakhir), dengan penglihatan-penglihatan dalam pasal 7-12 ditambahkan di kemudian hari pada masa pencemaran Bait Suci oleh Antiokhus. John Collins berpendapat bahwa menurut analisis tekstual bagian "kisah-kisah istana" dari Daniel ini tidak mungkin ditulis pada abad ke-2 SM. Dalam entrinya untuk Kitab Daniel pada 1992 dalam Anchor Bible Dictionary, ia menyatakan "jelas bahwa cerita-cerita istana dalam pasal 1-6 'tidak ditulis pada masa Makabe'. Bahkan tidak mungkin kita mengisolir satu ayat pun yang menunjukkan penyisipan oleh seorang redaktur dari masa tersebut."

Flavius Yosefus, penulis sejarah untuk raja-raja Romawi sekitar abad pertama Masehi, mencatat bahwa Aleksander Agung menerima salinan Kitab Daniel dari imam Yahudi ketika ia merebut Yerusalem pada musim gugur tahun 332 SM.(Antiquitates Iudaicae, XI, pasal viii, alinea 3-5) Imam Besar "Yaddua" menunjukkan bahwa Kitab Daniel sudah menubuatkan bahwa tentara Yunani (Aleksander Agung) akan mengalahkan tentara Persia hampir 200 tahun sebelumnya. Aleksander sangat terkesan, ia melarang tentaranya untuk merusak Yerusalem, bahkan turut mempersembahkan korban kepada Tuhan sesuai aturan imam-imam.

Sebaliknya, ada pandangan-pandangan ilmiah modern menganggap kitab ini ditulis jauh di kemudian hari, pada pertengahan abad ke-2 SM. Menurut pandangan ini, si pengarang membuat seolah-olah kitab itu ditulis sekitar 400 tahun sebelumnya untuk membangun kredibilitas dengan mencantumkan “ramalan-ramalan” yang tepat tentang sejumlah peristiwa historis yang terjadi dari abad ke-5 hingga abad ke-2 SM. Sebuah pandangan ketiga berpendapat bahwa meskipun bagian-bagian tertentu Kitab ini ditulis pada abad ke-2 SM, yang lainnya mungkin ditulis oleh para penulis lain pada waktu yang lebih awal. Pandangan-pandangan ini sekarang mulai ditinggalkan sejak penemuan Naskah-naskah Laut Mati, dan orang kembali ke pandangan tradisional bahwa Daniel menulis kitab ini pada abad ke-6 SM.[9]

Pengaruh kitab ini bergema melewati masa-masa setelahnya, dari komunitas Naskah Laut Mati serta para penulis Injil dan Wahyu, sampai berbagai gerakan dari abad ke-2 hingga Reformasi Protestan dan gerakan-gerakan milenialis modern —yang mendapat pengaruh besar darinya.[10]

Teori kitab utuh

Studi tentang masalah kesatuan dalam Daniel sangat berbeda dibandingkan dengan studi mengenai penentuan tanggal penulisannya. Sementara hampir semua ahli menyimpulkan bahwa kitab ini selesai ditulis pada bentuk finalnya pada abad ke-2 sebelum ditemukannya Naskah Laut Mati, mereka saling berbeda pendapat mengenai kesatuan kitab Daniel. Banyak ahli, yang menemukan bagian-bagian dari kitab ini membahas tema-tema yang mereka anggap tidak cocok dengan masa Antiokhus, menyimpulkan bahwa bagian-bagian yang berlainan dari kitab ini ditulis oleh penulis yang berbeda-beda pula. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Barton, L. Berthold, Collins, dan H. L. Ginsberg. Sejumlah sejarawan yang mendukung bahwa kitab ini adalah sebuah kitab yang utuh menyatu termasuk J.A. Montgomery, S.R. Driver, R. H. Pfeiffer, dan H.H. Rowling dalam risalatnya yang diberinya judul The Unity of the Book of Daniel. (Kesatuan Kitab Daniel)

Mereka yang berpegang pada klaim bahwa Daniel adalah sebuah kitab yang utuh beranggapan bahwa lawan-lawan mereka gagal menemukan konsensus apapun dalam berbagai teori mereka tentang di mana pembagian itu muncul. Montgomery khususnya sangat keras terhadap rekan-rekannya, dan menyatakan bahwa pengembangan teori-teori yang tidak menghasilkan kesepakatan itu menunjukkan “kebangkrutan kritik.” Mereka juga menuduh bahwa teori-teori komposit (penggabungan tulisan) gagal dalam menjelaskan gambaran tematis yang konsisten tentang kehidupan Daniel di sepanjang Kitab Daniel.

Teori fragmen kitab

Sejumlah peneliti di Eropa mengemukakan teori, bahwa kitab Daniel pada awalnya bukanlah merupakan kitab yang utuh seperti halnya yang diterima sekarang ini. Penulisan kitab ini melalui tahapan yang sangat panjang dan berlapis-lapis. Hal ini dapat dilihat dari problem-problem sastra yang terdapat dalam kitab ini.

Daniel di gua singa karya Peter Paul Rubens.
  1. Cerita-cerita tentang Daniel dan teman-temannya di Babel (Daniel 1-6): Para peneliti di Eropa dan AS hampir sepakat, bahwa cerita-cerita (yang sangat fragmentaris) ini merupakan bagian tertua kitab Daniel. Bagian ini berisi tentang legenda-legenda tentang Daniel dan teman-temannya di pembuangan Babel. Kemungkinan cerita-cerita ini berkembang dan beredar secara lisan di dalam keluarga-keluarga (bahasa Ibrani: bet-av) Yahudi yang berada dalam pembuangan ke Babel pada zaman Persia (sekitar abad ke-4 SM). Hal ini dapat dibuktikan dengan kata-kata Persia yang dapat dijumpai dalam Daniel 1-6, misalnya "pat-bag" yang berarti "makanan raja". Keenam legenda ini diduga semula ditulis dalam bahasa Aram (termasuk juga Daniel 1).
  2. "Kitab Daniel Aramaik" (Daniel 1-7): Pada zaman para diadok Yunani (sekitar abad ke-3 SM) diduga terjadi penambahan ke dalam cerita-cerita ini dengan penglihatan Daniel 7. Pengeditan ini menghasilkan "kitab Daniel Aramik" (dalam bahasa Aram) yang mempunyai struktur kiasmus di bawah ini. Struktur kiasmus yang sangat paralel ini membuktikan, bahwa bagian ini merupakan bagian yang utuh.
    A1 (Daniel 2): Empat bahan dalam mimpi Nebukadnezar
    B1 (Daniel 3): Pola kemartiran dalam cerita tentang "Tiga pemuda di perapian"
    C1 (Daniel 4): Kesombongan Nebukadnezar dan hukumannya
    C2 (Daniel 5): Kesombongan Belsyazar dan hukumannya
    B2 (Daniel 6): Motif kemartiran dalam cerita "Daniel di gua singa"
    A1 (Daniel 7): Empat binatang dalam penglihatan Daniel
  3. Kitab Daniel (bentuk akhir): Pada masa sulit, ketika Antiokhos IV Epiphanes menguasai Siro-Fenisia, ketika terjadi pelecehan agama dan penganiayaan orang-orang Yahudi yang taat, terjadi lagi pengembangan kitab Daniel Aramik (Daniel 1-7) dengan penambahan 3 penglihatan Daniel 8-12. Penyuntingan ini tadinya dianggap ditulis antara tahun 167 SM sampai 165 SM, tetapi penemuan naskah Laut Mati yang memuat bagian-bagian ini meyakinkan para sarjana, bahwa penulisannya paling sedikit 5 dekade lebih awal dari terjadinya peristiwa.[9] Pada tahap ini diduga Daniel 1 yang semula ditulis dalam bahasa Aram diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani, sehingga terlihat, bahwa Daniel 1; Daniel 8-12 merupakan bingkai bahasa Ibrani dan kitab ini adalah kitab berbahasa Ibrani (motif ini dapat dijumpai juga dalam kitab Ezra), dan hal ini merupakan bentuk "penyelamatan" kitab ini, karena bahasa Ibrani merupakan "bahasa suci" orang Yahudi.

Perdebatan kepengarangan

Antiokhus IV Epifanes

Kebanyakan penafsir menemukan bahwa rujukan-rujukan dalam Kitab Daniel mencerminkan penganiayaan Israel oleh Antiokhus IV Epifanes (175–164 SM), dan akibatnya mereka percaya bahwa bagian itu berasal dari periode tersebut. Secara khusus, penglihatan dalam pasal 11, yang memusatkan perhatian pada serangkaian peperangan antara "Raja dari Utara" dengan "Raja dari Selatan," pada umumnya ditafsirkan sebagai pembahasan mengenai sejarah Timur Dekat dari masa Alexander Agung hingga masa Antiokhus IV; yang dimaksudkan dengan "Raja-raja dari Utara" adalah raja-raja Seleukus dan "Raja-raja dari Selatan" adalah raja-raja Ptolemaik, penguasa Mesir. Kesimpulan ini pertama kali diambil oleh filsuf Porfiri dari Tirus, seorang Neoplatonis kafir abad ke-3 yang tulisannya sebanyak 15 jilid yang berjudul Melawan Orang Kristen hanya kita kenal melalui jawaban yang diberikan oleh Hieronimus. Hieronimus menerima banyak (tetapi tidak semua) dari penafsiran Porfiri tentang penglihatan Daniel, tetapi berpegang pada pandangan tradisional tentang tanggal penulisan Daniel dan berpendapat bahwa kesamaan-kesamaan dengan sejarah yang sesungguhnya disebabkan oleh karena Daniel memang seorang nabi sejati, dan bukan karena kitab itu ditulis di kemudian hari. Jadi, Porfiri adalah satu-satunya kritikus yang dikenal hingga abad ke-17 yang mengungkapkan keraguannya bahwa Daniel ditulis pada masa yang lebih awal. Banyak sejarawan berpendapat bahwa kitab ini ditulis untuk memengaruhi orang-orang Yahudi yang hidup di bawah penganiayaan Antiokhus. Mereka yakin bahwa kejadian-kejadian yang digambarkan di dalam penglihatan-penglihatan itu sesuai benar dengan kejadian-kejadian pada masa Makabe sementara kitab itu keliru pada peristiwa-peristiwa penting yang menyangkut sejarah Babel. Dengan ditemukannya banyak salinan Kitab Daniel di antara Naskah Laut Mati yang diperkirakan dibuat pada abad ke-2 SM, maka dugaan bahwa Daniel baru ditulis pada abad ke-2 SM tidak lagi dapat diterima. Apalagi dengan tambahan informasi dari Septuaginta, yaitu terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani pada tahun 275 SM, yang memuat lengkap Kitab Daniel dan diselesaikan bahkan sebelum Antiokhus IV lahir.

Empat kerajaan

Kebanyakan sarjana Alkitab menganggap bahwa keempat kerajaan yang dimulai dengan Nebukadnezar, yang disebutkan dalam penglihatan tentang patung Nebukadnezar dalam Daniel 2, identik dengan empat kerajaan “akhir zaman’ yang disebutkan dalam penglihatan pada pasal 7, dan biasanya menganggap kerajaan-kerajaan itu adalah (1) Babel, (2) Media, (3) Persia, dan (4) Yunani (Collins). Sebagian orang Kristen konservatif mengidentifikasikannya sebagai (1) Babel, (2) "Media-Persia," (3) Yunani, dan (4) Roma (mis. Young); yang lainnya (mis. Stuart, Lagrange) mendukung skema berikut ini: (1) Neo-Babel, (2) Media- Persia, (3) kerajaan Yunani dari Alexander Agung, dan (4) saingannya, Diadochi, yaitu. Mesir dan Suriah.

Bahasa

Daerah perdebatan besar terakhir menyangkut masa penulisan Daniel berkaitan dengan bahasa yang digunakan.

  • Daniel 1:1-Daniel 2:3 aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani
  • Di Daniel 2:4 tertulis: "Lalu berkatalah para Kasdim itu kepada raja (dalam bahasa Aram)". Sejak itu maka teks ini aslinya ditulis dalam bahasa Aram sampai di akhir pasal 7. Rupanya bahasa Aram digunakan sebagai bahasa resmi saat itu untuk orang-orang terpelajar.[11]
  • Mulai pasal 8 (Daniel 8:1), teks ini menurut Naskah Masorah ditulis dalam bahasa Ibrani lagi sampai akhir kitab.[12]

Banyaknya salinan Kitab Daniel di antara Naskah Laut Mati memastikan bahwa penggunaan 2 bahasa ini memang demikian adanya dan bukan kesalahan penyalinan pada masa kemudian.

Kedua rujukan yang digunakan untuk menetapkan masa penulisan bahasa Aram adalah naskah Samaria yang berasal pada masa yang sezaman (abad ke-4 SM) dan Naskah Laut Mati (abad ke-2 SM sampai abad pertama M). Menurut John Collins dalam tafsiran 1993-nya, Daniel, Hermennia Commentary, bahasa Aram dalam Daniel hampir secara universal dianggap oleh para sarjana berasal dari bentuk yang belakangan yang digunakan di Samaria pada masa yang sama, tetapi bentuk bahasa ini dianggap oleh banyak orang sedikit lebih awal daripada apa yang digunakan dalam Naskah Laut Mati. Oleh karena itu, kisah-kisah Aram dalam pasal 2-6 dianggap oleh sebagian pakar telah ditulis lebih awal dalam masa Helenistik daripada sisa kitab ini, dengan kisah tentang penglihatan dalam pasal 7 sebagai satu-satunya bagian berbahasa Aram yang berasal dari masa Antiokhus. Namun sebagaimana dijelaskan di bagian "Antiokhus IV", bukti-bukti dari berbagai fragmen dan juga dari Septuaginta memberi kesimpulan bahwa Kitab Daniel ini sudah lengkap jauh sebelum Antiokhus dilahirkan. Lagi pula studi lebih lanjut membuktikan ciri-ciri bahasa Aram dalam kitab Daniel lebih mirip kepada dialek timur (Babilonia, Persia) daripada dialek barat yang dipakai di daerah Yudea dan Siria.

Bahasa Ibrani dalam kitab ini, betapapun juga, mirip dengan yang ditemukan dalam Naskah Laut Mati, sehingga ada dugaan tanggal pembuatan pada masa abad kedua SM untuk bagian-bagian berbahasa Ibrani dari kitab ini (pasal 1 dan 8-12). 2 Diarsipkan 2006-02-16 di Wayback Machine. Namun, mengingat waktu itu bahasa sehari-hari adalah bahasa Aram, maka bahasa Ibrani tidak lagi berkembang seperti yang diasumsikan, dan bahasa Ibrani dalam kitab Daniel ini mirip dengan kitab-kitab sebelum Pembuangan ke Babel.

Bahasa Aram yang digunakan dalam kitab ini sudah diteliti merupakan bahasa Aram kerajaan ("Imperial Aramaic") yang digunakan paling sedikit sejak abad ke-7 SM dan dipakai penuh sampai abad ke-3 SM, kemudian menjadi usang karena muncul perkembangan bahasa baru. Dengan demikian dari segi bahasa Aram, kitab Daniel kemungkinan ditulis antara awal abad ke-6 sampai awal abad ke-2, dengan mengingat pola gramatikanya mempunyai kecenderungan jauh sebelum tahun 300 SM.[13]

Kata-kata pinjaman

Ada tiga kata Yunani yang dialihaksarakan ke dalam bahasa Aram yang digunakan di dalam pasal 3 ayat 5, 7, 10 dan 15.[14] Ini dianggap sebagai indikasi bahwa Kitab Daniel ditulis pada zaman budaya Yunani (setelah abad ke-4 SM, yaitu sesudah zaman Aleksander Agung). Ketiga kata Aram-Yunani ini digunakan untuk alat-alat musik: "קיתרוס כ" (qî·ṯā·rō·ws·k; bahasa Yunani: κιθαρις, kithara), "פסנתרין" (pə·san·tê·rîn; bahasa Yunani: ψαλτηριον, psalterion) dan "סומפניה" (sū·mə·pō·nə·yāh; bahasa Yunani: συμφωνια, symfonia).

Adanya kata Yunani 'symphonia' (simfoni) menurut Rowlings paling awal digunakan pada abad ke-2 SM, tetapi sekarang diketahui bahwa kata ini digunakan jauh lebih awal, baik dalam pengertian sebagai alat musik spesifik dan sebagai istilah untuk merujuk kepada sebuah kelompok alat musik yang dimainkan dalam satu suara. Pythagoras menggunakan istilah ini untuk sebuah alat musik pada abad ke-6 SM, sementara penggunaannya untuk sebuah kelompok yang bermain bersama-sama ditemukan pada abad ke-6 SM 'Hymni Homerica, ad Mercurium 51'. Diduga alat-alat musik ini dibawa ke Mesopotamia pada masa Neo-Babel melalui para serdadu sewaan dari Yunani dan Lidia yang turut dalam peperangan antara Asyur, Babilon dan Persia. Jadi, penafsiran sebagai anakronisme sudah tidak lagi diterima luas.

Juga terdapat 19 kata pinjaman bahasa Persia di dalam kitab ini, kebanyakan daripadanya berkaitan dengan posisi-posisi pemerintahan. Ini membuat kecil kemungkinan Kitab Daniel ditulis di daerah Palestina (terutama berbahasa Aram), yang setelah abad ke 4 SM semakin jauh dari pengaruh Persia, lebih banyak mendapat pengaruh Yunani (akibat kedatangan Aleksander Agung), dan lebih besar kemungkinan Kitab Daniel ditulis di Persia pada saat istilah-istilah itu masih sering digunakan (sebelum abad ke-4 SM).

Penggunaan kata Kasdim

Kitab Daniel menggunakan istilah "Kasdim" untuk merujuk kepada sebuah kelompok etnis Babel dan kepada para ahli bintang pada umumnya. Menurut Montgomery dan Hammer, penggunaan kata ‘Kasdim’ oleh Daniel untuk merujuk para ahli bintang pada umumnya adalah suatu anakronisme, karena pada masa Neo-Babel dan awal Persia ketika Daniel konon hidup, kata itu hanya merujuk kepada suatu kelompok etnis. Bandingkan dengan Orakel Kasdim yang belakangan. Pendapat ini tidak lagi lazim dengan munculnya berbagai penemuan serta analisis yang lebih lanjut.

Perikop

Judul perikop dalam Kitab Daniel menurut Alkitab Terjemahan Baru (TB) oleh LAI adalah sebagai berikut.

Kisah di istana Babel
  • Di istana Babel (1:1–21)
  • Mimpi Nebukadnezar (2:1–49)
  • Perapian yang menyala-nyala (3:1–30)
  • Nebukadnezar meninggikan diri dan direndahkan (4:1–37)
  • Tulisan di dinding (5:1–30)
  • Gua singa (6:1–29)
Penglihatan apokaliptik Daniel
  • Keempat binatang dan anak manusia (7:1–28)
  • Domba jantan dan kambing jantan (8:1–27)
  • Doa Daniel (9:1–19)
  • Tujuh puluh kali tujuh masa (9:20–27)
  • Penglihatan Daniel di tepi sungai Tigris (10:1 – 11:1)
  • Raja negeri Utara dan raja negeri Selatan (11:2–45)
  • Akhir zaman (12:1–13)

Kitab Suci Katolik

Khusus dalam Kitab Suci Katolik, judul perikop dalam Kitab Daniel Yunani, yaitu "Kitab Daniel" beserta "Tambahan-tambahan pada Kitab Daniel", menurut Alkitab TB Deuterokanonika oleh LAI & LBI adalah sebagai berikut.

Kisah di istana Babel
  • Di istana Babel (1:1–21)
  • Mimpi Nebukadnezar (2:1–49)
  • Perapian yang menyala-nyala (3:1–23)
DOA AZARYA DAN LAGU PUJIAN KETIGA PEMUDA DALAM PERAPIAN[a]
Lanjutan kisah di istana Babel
  • [Lanjutan] Perapian yang menyala-nyala (3:24–30)
  • Nebukadnezar meninggikan diri dan direndahkan (4:1–37)
  • Tulisan di dinding (5:1–30)
  • Gua singa (6:1–29)
Penglihatan apokaliptik Daniel
  • Keempat binatang dan anak manusia (7:1–28)
  • Domba jantan dan kambing jantan (8:1–27)
  • Doa Daniel (9:1–19)
  • Tujuh puluh kali tujuh masa (9:20–27)
  • Penglihatan Daniel di tepi sungai Tigris (10:1 – 11:1)
  • Raja negeri Utara dan raja negeri Selatan (11:2–45)
  • Akhir zaman (12:1–13)
KISAH SUSANA DAN DANIEL[a]
DANIEL DENGAN DEWA BAL DAN NAGA BABEL[a]

Tambahan-tambahan pada Kitab Daniel

Teks Yunani untuk Kitab Daniel (terutama dalam versi Septuaginta) memuat ayat-ayat yang jauh lebih panjang daripada teks dalam Alkitab Ibrani karena ada tiga kisah tambahan yang tidak dimiliki oleh naskah-naskah sumber Ibrani. Cerita-cerita tersebut ialah sebagai berikut.

  • Doa Azarya dan Lagu Pujian Ketiga Pemuda. Kisah tambahan ini disisipkan di antara ayat 23 dan 24 dalam Daniel 3 pada Alkitab Ibrani, sebagai Daniel 3:24–90 pada versi Deuterokanonika. Dengan demikian, Daniel 3:24–30 pada Alkitab Ibrani secara otomatis menjadi Daniel 3:91–97 versi Deuterokanonika.
  • Kisah Susana dan Daniel. Kisah ini ditempatkan sebagai prolog pada Alkitab Septuaginta, yaitu sebelum Daniel 1 pada Alkitab Ibrani. Pada Alkitab Vulgata dan versi-versi turunannya, kisah ini ditempatkan setelah Daniel 12 dalam Alkitab Ibrani, sehingga menjadi Daniel 13:1–64.
  • Dewa Bel dan Naga Babel. Kisah ini ditempatkan di akhir kitab, sebagai epilog pada Alkitab Septuaginta dan sebagai Daniel 14:1–42 pada Alkitab Vulgata.

Tambahan Daniel diterima oleh semua kelompok dalam Kekristenan sampai gerakan Protestan menolaknya pada abad ke-16 dengan pertimbangan bahwa tambahan-tambahan ini tidak terdapat dalam Alkitab Ibrani. Semua tambahan ini hingga sekarang tetap ada dalam Kitab Suci Katolik dan Ortodoks.[15]

Kesejarahan

Sejumlah pernyataan di dalam Daniel dianggap bertentangan dengan apa yang dikenal sejarah. Inilah salah satu alasan mengapa para sejarawan modern tentang Babel atau Persia Akhemenid tidak menganggap narasi Daniel sebagai bahan sumber. Alasan-alasan lain untuk sikap berhati-hati ini diberikan dalam artikel tentang Waktu penulisan di bawah.

Empat keberatan diberikan di bawah ini mewakili, dalam urutan signifikansi, contoh-contoh penting tentang kesalahan yang umumnya ditemukan oleh para sejarawan di dalam Kitab Daniel.

Penglihatan Daniel dan penjelasan Gabriel sedemikian akurat sehingga sejumlah skeptik menganggap tulisan itu dibuat setelah kejadian telah berlangsung—yaitu setelah tahun 164 SM, sebagai suatu "catatan sejarah"—bukan ditulis pada tahun 550 SM sesuai informasi pemerintahan raja Belsyazar di Babel. Menjelang awal abad ke-5 Masehi, Hieronimus yang menjadi penulis Kristen terkemuka waktu itu, menulis sebuah komentari Kitab Daniel, di mana ia menyebut seorang skeptik bernama Porphyry,

"...yang menulis kitab ke-12 menentang nubuat Daniel, menyangkal bahwa kitab itu ditulis oleh orang yang bernama Daniel, melainkan oleh orang-orang yang tinggal di Yudea pada zaman Antiokhus dengan gelar Epiphanes. Ia juga menuduh “Daniel” tidak meramalkan masa depan, melainkan menceritakan apa yang telah terjadi pada masa lampau…. Karena Porphyry melihat semua ini digenapi dan tidak dapat menyangkal memang pernah terjadi, ia mengatasi bukti keakurasian sejarah ini dengan berlindung pada pengalihan ini…. Begitu menakjubkan ketepatan ramalan nabi, sehingga ia tidak tampak bagi orang tidak percaya sebagai peramal untuk masa depan, melainkan narator untuk hal-hal yang telah lampau"[16] Alasan semacam ini masih muncul di kalangan skeptik pada zaman modern ini, meskipun muncul lebih banyak bukti bahwa Kitab Daniel ini benar-benar telah lengkap ditulis sebelum kejadiannya berlangsung dan secara khusus pasal 8 ini ditulis pada abad ke-6 SM. Bukti-bukti tersebut antara lain dapat dicantumkan di sini.

Polemik isi

Alasan utama menganggap Kitab Daniel ditulis pada abad ke-2 adalah keakuratannya. Hal ini merupakan penalaran berputar (circular reasoning), di mana para skeptik mengakui tulisan itu benar-benar akurat dan karena itu tidak mungkin ditulis sebelumnya, hanya karena mereka mengambil asumsi yang salah bahwa nubuat atau ramalan apapun tidak mungkin terjadi.[17] Jadi mereka tidak mau mengatakan bahwa Kitab Daniel merupakan nubuat ramalan karena mereka tidak mengakui nubuat ramalan itu ada.[17]

Polemik kepengarangan

Kitab Daniel dikatakan ditulis oleh seorang bangsa Israel bernama Daniel yang berada dalam pembuangan di Babel, dan ini dicantumkan beberapa kali dalam kitab ini sendiri (ayat-ayat 7:2,15; 8:1,27; 9:2; 12:5). Tambahan pula, kitab ini memberikan pernyataan yang spesifik misalnya, “pada tahun kedua pemerintahan Nebukadnezar” (ayat 2:1), “pada tahun ketiga pemerintahan raja Belsyazar” (ayat 8:1), dan “pada tahun pertama Darius putra Ahasuerus” (ayat 9:1), yang merujuk penanggalan tertentu pada abad ke-6 SM. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa tahun-tahun itu tidak masuk akal.[17]

Penemuan naskah sumber

Sejumlah salinan kitab Daniel ditemukan di dalam gua-gua Qumran di antara kumpulan naskah kuno dari abad ke-3 SM yang disebut sebagai Naskah Laut Mati. Pertama, fakta bahwa ada banyak salinan kitab ini menunjukkan bahwa nubuat Daniel dipandang dengan rasa hormat. Bruce Waltke menyatakan: “Penemuan naskah-naskah Daniel di Qumran berasal dari periode Makabe membuat tidak mungkin kitab itu disusun pada zaman Makabe” (133:321).[18] Pada zaman Makabe, Kitab Daniel sudah dihormati sedemikian rupa, sebagai kitab suci yang disalin dan disimpan bersama-sama naskah kuno berharga lainnya di Qumran. Kedua, ketika mempelajari bagian dari Kitab Ayub yang ditemukan di Qumran, fragmen yang diberi kode 11QtJob, Robert Vasholz menyatakan bahwa komposisi fragmen “tampaknya berasal dari akhir abad ke-3 atau awal abad ke-2 SM” (halaman 319).[19] Ia membandingkan fragmen ini dengan bagian naskah kitab Daniel dan menyimpulkan bahwa data-data "menunjukkan salinan kitab Daniel dibuat sebelum 11QtJob dan membuat kami percaya bahwa sekarang ada bukti dari Qumran yang mengindikasikan penanggalan sebelum abad ke-2 bagi naskah bahasa Aram kitab Daniel” (halaman 320).[19] Jadi bukan hanya adanya salinan kitab itu di Qumran yang memberi bukti penulisannya sebelum abad ke-2 SM, tetapi juga bahasa Aram yang dipakai dalam kitab itu merujuk kepada waktu yang lebih lampau.[17]

Darius orang Media

Ada tiga pandangan utama tentang identitas Darius orang Media. Yang pertama, diajukan oleh H.H. Rowley dalam Darius the Mede and the Four World Kingdoms in the Book of Daniel, menyimpulkan bahwa Darius adalah sekadar nama lain untuk Koresy Agung, yang merebut Babel pada 15 Oktober 539 SM. Sebuah pandangan lain, yang diajukan oleh John Whitcomb (meskipun mulanya diajukan oleh Babelon pada 1883) dalam bukunya pada 1959, Darius the Mede mengatakan bahwa Darius hanyalah sekadar nama lain dari tokoh sejarah Gubaru (kadang-kadang dieja sebagai Ugbaru). Pandangan ini popular di kalangan orang-orang Kristen konservatif. Pandangan yang ketiga menganggap Darius sebagai nama lain dari Astyages, orang Media penguasa terakhir dari Kerajaan Persia yang akhirnya digulingkan oleh Koresh.

Pandangan tentang Koresh: Di luar Gubaru dan Astyages, Koresh Agung adalah raja dari kerajaan itu. Koresh juga menikah dengan seorang Media, sementara ia sendiri pun mempunyai darah Media. Sebuah analisis tentang teks-teks varian, khususnya Septuaginta, mengungkapkan bahwa nama-nama "Darius" (DRYWS dalam bahasa Ibrani) dan "Koresy" (KRWSy) dibalikkan dalam 11:1, dan kemungkinan telah keliru disalin di tempat lain. Sebutan "Media (Ibr. MMAI) mungkin telah digunakan sebagai istilah etnis untuk diberikan kepada orang-orang Persia pula, yang berasal dari ras yang sama.

Pandangan tentang Gubaru/Ugbaru: Gubaru adalah tokoh sejarah yang dikenal sebagai orang yang sesungguhnya memimpin pasukan untuk merebut Babel (lihat Pierre Briant di bawah) menurut Nabonidus. Juga, sama sekali mungkin bahwa Koresy menghadiahi Gubaru dengan jabatan gubernur regional karena berhasil merebut ibu kota Kerajaan Babel dan praktis mengakhiri peperangan. Lebih lanjut, Alkitab mengklaim bahwa Darius memerintah pada masa pemerintahan Koresy dan "dijadikan raja" atas orang Kasdim.

Pandangan tentang Astyages: Baris pembukaan dari "Bel dan Naga" merujuk kepada Astyages, yang memang merupakan raja terakhir orang Media sebelum Koresy, tetapi sebuah ayat yang hampir sama ditambahkan dalam teks Yunani setelah akhir pasal 6, yang berbunyi "Darius" di tempat yang mestinya "Astyages". Yang lebih jelas lagi, Astyages hanyalah salah satu dari tiga orang yang ketahui memang merupakan orang Media dan juga seorang raja.

Sebuah kesulitan untuk memastikan pandangan yang tepat, demikian Rowley mengakui: "Referensi-rujukan kepada Darius orang Media dalam Kitab Daniel telah lama diakui menimbulkan masalah-masalah historis yang paling serius." Rowley merujuk kepada orang yang digambarkan oleh Daniel sebagai yang menguasai Babel setelah Belsyazar digulingkan. Daniel menggambarkan tokoh ini sebagai Darius orang Media, yang berkuasa atas Babel dalam pasal 6 dan 9. Daniel melaporkan bahwa Darius 'sekitar 62 tahun umurnya' ketika ia 'diangkat menjadi raja atas Babel'

Para sejarawan sekuler telah mengkritik laporan ini karena tiga alasan. Pertama, tidak ada sejarah sekuler yang berbicara tentang 'Darius orang Media,' dan kedua, orang-orang Persia pada masa itu berada di atas angin dalam peperangan mereka melawan orang Media. Ketiga, sejarah kontemporer yang diberikan dari dokumen-dokumen tulisan paku pada masa itu, seperti Silinder Koresh dan Catatan Sejarah Babel tidak memberikan tempat apapun bagi pendudukan Babel oleh orang Media sebelum orang-orang Persia di bawah Koresh menaklukkannya.

Para sejarawan Kristen membantahnya dengan mengklaim bahwa kerajaan Darius disebutkan hanya terdiri dari orang-orang Kasdim – wilayah yang ada di sekitar kota Babel. Ini berarti bahwa Darius adalah seorang raja ‘’vassal’’ di bawah pemerintahan Koresy; sesuatu yang cukup lazim bagi orang-orang Persia. Kedua, meskipun orang Persia telah mengalahkan dan menyerap kerajaan Media, banyak orang Media yang masih berkuasa di dalam Kerajaan Persia. Aystages yang orang Media, adalah kakek Koresy, dan banyak orang Media menjadi ‘’satrap’’, gubernur, dan jenderal (Lihat orang Media).

Belsyazar

Lukisan minyak cerita Belsyazar dari kitab Daniel oleh Rembrandt, 1635
Silinder Nabonidus memuat perkataan Nabonidus, "...Belsyazar anak sulungku,..."

Belsyazar (bahasa Akkadia: Bêl-šar-usur) selama bertahun-tahun menjadi teka-teki bagi kaum for sejarawan. Kitab Daniel menyatakan bahwa ia adalah “Raja” (Ar. מֶלֶך) pada malam Babel jatuh (ps. 5) dan mengatakan bahwa “ayah”nya (Ar. אַב) adalah Nebukadnezar (5:2, 11, 13, 18). Sebelum 1854, para arkeolog dan sejarawan tidak tahu apa-apa tentang Belsyazar di luar Kitab Daniel. Memang, meskipun baik Xenophon[20] maupun Herodotus[21] menceritakan jatuhnya Babel ke tangan Koresy Agung, keduanya tidak menyebutkan nama raja Babel. Lebih jauh, daftar raja yang disusun oleh Berossus dan Ptolemeus menyebutkan nama Nabonidus (Akk. Nabû-nā'id) sebagai Raja Babel terakhir, namun tidak menyebutkan nama Belsyazar. Hal ini menyebabkan Ferdinand Hitzig mengklaim pada 1850 bahwa Belsyazar adalah "rekaan dari imajinasi si penulis Yahudi."

Sekarang telah ditemukan sejumlah prasasti kuno, antara lain Silinder Nabonidus, yang menunjukkan bahwa “dalam sebagian besar masa pemerintahan Nabonidus, putra sulungnya, Belsyazar, bertindak sebagai raja bersama” (133:328).[18] Sejak saat itu bukti baru dari Babel telah memastikan keberadaan Belsyazar serta pemerintahan-bersamanya ketika Nabonidus, ayahnya, berkuasa di Temâ. Misalnya, dalam Silinder Nabonidus, Nabonidus memohon kepada Dewa Sin sbb: “Dan mengenai Belsyazar anak sulungku, biarlah rasa takutmu kepada Ilahi yang agung mengisi hatinya dan semoga kiranya ia tidak berbuat dosa; dan kiranya ia menikmati kebahagiaan dalam hidupnya". Selain itu, Laporan Syair tentang Nabonidus (British Museum tablet 38299) menyatakan, “[Nabonidus] mempercayakan tentara ...kepada anaknya yang tertua, anaknya yang sulung, pasukan-pasukan di negeri ini diperintahnya di bawah komandonya. Ia melepaskan segala-galanya, mempercayakan kerajaan kepadanya, dan, ia sendiri, ia memulai suatu perjalanan yang panjang. Pasukan-pasukan militer Akkad berbaris bersamanya, ia berbelok ke Temâ jauh di sebelah barat” (Col. II, lines 18 - 29. 18). Sejalan dengan pernyataan bahwa Nabonidus "mempercayakan kerajaan" kepada Belsyazar sementara ia tidak ada, terdapat bukti bahwa nama Belsyazar digunakan dengan nama ayahnya dalam rumusan-rumusan sumpah, bahwa ia mampu mengeluarkan maklumat, menyewakan tanah perladangan, dan menerima "hak-hak istimewa kerajaan" untuk memakan makanan yang dipersembahkan kepada dewa-dewa.

Informasi yang tersedia mengenai pemerintahan bersama Belsyazar tidak berkata apa-apa setelah tahun ke-14 Nabonidus. Menurut Tawarikh Nabonidus, Nabonidus kembali dari Temâ pada tahun ke-17nya dan merayakan pesta Tahun Baru (bahasa Akkadia Akitu). Apakah Belsyazar melanjutkan pemerintahan bersamanya dengan ayahnya setelah kepulangannya atau tidak, tidak dapat dibuktikan dari dokumen-dokumen yang tersedia. Sebagian mengklaim bahwa tidak dirayakannya Akitu pada masa Nabonidus tidak ada membuktikan bahwa Belsyazar tidak boleh disebut "Raja" karena hal itu membuktikan bahwa ia tidak dapat memimpin festival tersebut. Namun, Laporan Syair tentang Nabonidus mengatakan, "Nabonidus berkata: 'Aku akan membangun kuil baginya (Sin, Dewa Bulan)...hingga aku mencapainya, hingga aku memperoleh apa yang menjadi kerinduanku, aku akan menghapuskan semua festival, Aku bahkan akan memerintahkan agar pesta perayaan Tahun Baru dihentikan!'" Jadi, penghentian Akitu tersebut tampaknya dilakukan dengan perintah Raja dan bukan suatu ketidakmampuan pada pada pihak Belsyazar. Sebagian juga telah mengatakan bahwa ia tidak boleh disebut "Raja" karena ia tidak pernah disebut demikian dalam dokumen-dokumen yang ada. Walaupun memang benar bahwa tak satupun dari dokumen-dokumen ini secara tegas menyebut Belsyazar "Raja," alinea sebelumnya menunjukkan bahwa dokumen-dokumen itu memang memperlihatkan bahwa Belsyazar bertindak dalam kapasitas raja. Lebih jauh, istilah bahasa Aram מלך (mlk, raja) dapat digunakan untuk menerjemahkan gelar-gelar para pejabat yang lebih rendah pangkatnya seperti yang dapat dilihat dalam kasus sebuah prasasti dwi-bahasa Akadia/Aram abad ke-9 SM yang ditemukan di Tell Fekheriyeh pada 1979 yang menggunakan sebutan "raja" untuk “gubernur” Akadia.

Bukti-bukti tersebut menyebabkan Waltke menyimpulkan: “Jelaslah, bahwa dari pembacaan langsung kitab Daniel, penulis memiliki pengetahuan sejarah yang lebih akurat tentang sejarah Neo-Babylonia dan awal Akhameniyah Persia daripada sejarawan manapun sejak abad ke-6 SM.” (halaman 328).[18] Pada dasarnya, nama Belsyazar (Belshazzar) lenyap dari catatan sejarah sejak sekitar tahun 450 SM, sampai Tawarikh Nabonidus ditemukan dan dipublikasikan pada tahun 1882. Dengan demikian penulis kitab Daniel tidak mungkin dari abad ke-2 SM, karena saat itu tidak ada yang mengetahui perihal pemerintahan bersama Nabonidus dan Belsyazar.[17]

Tak satupun teks-teks di luar Alkitab yang menunjukkan hubungan darah antara Nebukadnezar dan Belsyazar. Para sejarawan berkeberatan bahwa aspek ini dicatat dalam Daniel. Ada sejumlah penguasa Babel antara kematian Nebukadnezar dan berkuasanya Nabonidus/Belsyazar. Banyak pakar yang menjelaskan kenyataan bahwa para penguasa ini tidak disebutkan sebagai petunjuk bahwa si penulis keliru dalam dugaannay bahwa kedua penguasa itu menjabat secara berturut-turut. Sebagaimana dikatakan oleh para editor Jewish Encyclopedia (1901-1906), yang menunjukkan keyakinan bahwa Daniel ditulis jauh belakangan (lihat 'Waktu penulisan'), "pada masa tradisi lisan yang panjang raja-raja Babel yang tidak penting dapat dengan mudah terlupakan, dan raja terakhir, yang dikalahkan oleh Koresh, tampaknya dianggap sebagai pengganti dari Nebukadnezar yang terkenal." Berdasarkan penalaran ini, para sejarawan menganggap rujukan kepada hubungan Belsyazar dengan Nebukadnezar semata-mata sebagai kesalahan yang didasarkan pada kesalahpahaman di atas.

Penyakit gila Nebukadnezar

Raja Nebukadnezar yang menjadi gila, karya William Blake.

Keberatan penting ketiga yang diajukan oleh para sejarawan adalah laporan tentang kegilaan yang diderita oleh Nebukadnezar yang ditemukan dalam pasal 4 Daniel. Dalam Naskah Laut Mati sebuah potongan yang dikenal sebagai Doa Nabonidus (4QPrNab) membahas penyakit yang dialami oleh Nabonidus, dan diduga (1[pranala nonaktif permanen]) bahwa kegilaan Nebukadnezar yang dibahas oleh Daniel sesungguhnya merupakan bukti bahwa sebuah tradisi lisan tentang sebuah penyakit yang aneh sesungguhnya diubah menjadi olok-olok melalui pengisahkan kembali sebagai cerita yang secara keliru dicatat oleh Daniel.

Pengepungan pertama Yerusalem oleh Nebukadnezar

Kitab Daniel dimulai dengan mengatakan:

Pada tahun yang ketiga pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar, raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu. Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya; perkakas-perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya. (TB)

Ini tampaknya adalah deskripsi mengenai pengepungan pertama Yerusalem pada 597 SM, yang terjadi pada tahun ke-12 Yoyakim hingga masa pemerintahan anaknya, Yoyakhin. (lihat 2 Raja-raja 24 dan 2 Tawarikh 36). Pada tahun ketiga Yoyakim (606 SM), Nebukadnezar belum menjadi raja Babel, dan orang-orang Mesir masih mendominasi wilayah itu. Para pendukung tanggal penulisan Daniel yang lebih awal umumnya menjelaskan hal ini dengan mencantumkan pengepungan lainnya atas Yerusalem, yang sebenarya tidak diketahui dari catatan lain 605 SM, tak lama setelah Pertempuran Karkemis.

Kesaksian Flavius Yosefus

Sejarawan Yahudi dari abad pertama Masehi, Flavius Yosefus, menuliskan sejarah Yahudi untuk pembaca Romawi, mendukung fakta bahwa kitab Daniel ditulis jauh sebelum abad ke-2 SM. Pertama, Yosefus menyatakan kepercayaan orang-orang Yahudi bahwa Kitab Daniel termasuk kitab nubuat yang tergolong kitab suci. Ia menulis bahwa orang yang ingin tahu aspek tertentu kitab nubuat wajib “dengan rajin membaca Kitab Daniel, yang termasuk ke dalam kumpulan kitab suci”[22] Beberapa paragraf kemudian, setelah menyampaikan informasi yang dikutip langsung dari kitab Daniel, Yosefus menulis, “Jangan ada orang yang menyalahkanku karena menuliskan semuanya ini dengan cara demikian, karena aku menemukannya dalam kitab-kitab kuno kami” (10:10:6). Jadi Yosefus memandang kitab Daniel sebagai “kitab suci” dan "kitab kuno" yang tidak diragukan keasliannya oleh seluruh komunitas Yahudi.

Juga dalam bukunya "Melawan Apion" (Against Apion), Yosefus menjelaskan bahwa bangsa Yahudi menghormati ke-22 kitab suci mereka sebagai ilham ilahi, termasuk Daniel di antaranya. Mengenai tahun penulisan kitab, Yosefus mengatakan: “Sejak kematian Musa sampai masa pemerintahan raja Artahsasta, raja Persia, yang memerintah setelah Xerxes, para nabi, yang hidup setelah Musa, menuliskan apa yang terjadi dalam masa hidup mereka dalam 13 kitab” (1:8). Kemudian dijelaskan bahwa para penulis Yahudi tertentu telah menulis kitab-kitab sejarah setelah masa Artahsasta, tetapi tulisan mereka tidak dihargai “dengan otoritas sebagaimana yang terdahulu oleh para leluhur kami” (1:8). Jadi Yosefus memandang kitab Daniel sebagai kitab suci dan menyatakan bahwa tidak ada kitab suci yang ditulis setelah masa pemerintahan Artahsasta yang oleh pakar sejarah ditetapkan antara tahun 465 SM sampai 424 SM (“Artaxerxes,” 2011). Dengan demikian Yosefus dan bangsanya memandang kitab Daniel sudah dihormati sebelum tahun 424 SM.

Lagipula, ketika Yosefus menulis mengenai penaklukan oleh Aleksander Agung (336-324 SM), ia menyebut Kitab Daniel lagi. Dicatatnya ketika Aleksander tiba di tanah Yudea, salah satu imam menunjukkan kitab Daniel: “Dan ketika kitab Daniel ditunjukkan kepadanya, di mana Daniel menyatakan orang Yunani akan menghancurkan kerajaan Persia, ia menganggap orang itu adalah dia sendiri” (Antiquities, 11:8:5). Aleksander datang ke Yerusalem, memperlakukan Imam Besar “dengan luar biasa,” dan mempersembahkan korban bagi Allah di dalam Bait Suci. Ia juga berjanji untuk membiarkan orang Yahudi “menikmati hukum-hukum para leluhur mereka.” Lagipula, setelah Yosefus membahas nubuat Daniel di pasal 8, ia menyatakan: “Dan sesungguhnya hal itu terjadi, bahwa bangsa kami menderita semua ini di bawah Antiokhus Epiphanes, menurut penglihatan Daniel, dan ia menulisnya bertahun-tahun sebelum peristiwa itu terjadi”[23]

Pengaruh

Karena spesifisitas nubuatnya dan tempatnya dalam kanon Yahudi dan Kristen, Kitab Daniel telah memberikan pengaruh yang besar dalam sejarah Yahudi dan Kristen.

Yudaisme

Kitab Daniel dimasukkan dalam Alkitab Ibrani, Tanakh, dalam bagian yang dikenal sebagai Ketuvim (Hagiographa, atau "Tulisan-tulisan") . Daniel dianggap sebagai nabi dalam Qumran (4Q174 [4QFlorilegium]) dan belakangan oleh Yosefus (Antiquity of the Jews 10.11.7 §266) dan oleh pengarang ("Pseudo-Philo") dari Liber antiquitatum biblicarum (L.A.B. ["Book Biblical antiquities"] 4.6, 8), dan dikelompokkan di antara nabi-nabi dalam Septuaginta, kitab Perjanjian Lama orang Yahudi dalam bahasa Yunani, dan oleh orang Kristen, yang menempatkan kitab ini dalam kumpulan Nabi-nabi. Namun, Daniel saat ini tidak dicantumkan oleh orang-orang Yahudi di dalam kumpulan Kitab Nabi-nabi, Nevi'im.

Ahli eksegesis Yahudi, Rabi Moses Ben Maimon, yang belakangan disebut Maimonides, begitu prihatin bahwa "kaum awam yang tidak terdidik akan dibuat tersesat" bila mereka mencoba menghitung waktu sang Mesias karena ada ketetapan yang mengatakan "Terkutuklah mereka yang meramalkan akhir zaman." Ungkapan ini dapat ditemukan dalam suratnya Igeret Teiman dan dalam buku kecilnya Peraturan dan Peperangan Sang Raja-Mesias.

Rabi Yehuda Loew ben Bezalel meratapi bahwa masa penggenapan nubuat Daniel "sudah lama lewat" (Sanhedrin 98b, 97a).

Kekristenan

Orang Kristen tradisional menerima nubuat-nubuat Daniel, karena mereka percaya bahwa semuanya itu menggambarkan bahwa Yesus Kristus dari Nazaret itulah sang Mesias, dan juga karena dalam Matius 24 Yesus sendiri dikutip menggambarkan nubuat Daniel berlaku bagi kejadian-kejadian yang akan datang tepat sebelum datangnya Hari Penghakiman, dan bukan kepada Epifanes yang hidup sekitar 175 tahun sebelumnya. Mereka menganggap bahwa Nubuat tentang Tujuh Puluh Minggu itu benar-benar meyakinkan karena apa yang mereka tafsirkan sebagai ketepatan nubuat. Banyak orang Yahudi Ortodoks percaya bahwa nubuat itu merujuk kepada kehancuran Bait Suci Kedua oleh orang-orang Romawi pada 70 M. Sebaliknya, para sarjana sekuler beranggapan bahwa nubuat itu lebih cocok dengan pemerintahan Antiokhus, dan bahwa ini merupakan contoh tentang vaticinium ex eventu (nubuat yang dibuat setelah kejadiannya berlaku).

Studi tentang malaikat pada Abad Pertengahan juga dipengaruhi oleh kitab ini, karena inilah satu-satunya sumber Perjanjian Lama untuk nama-nama dari kedua penghulu malaikat, Gabriel dan Mikhael (Dan 9:21; 12:1). Malaikat satu-satunya yang lain yang disebutkan namanya di dalam pustaka Perjanjian Lama adalah Rafael, yang disebutkan dalam Kitab Tobit, sebuah kitab deuterokanonika.

Seperti yang disebutkan di atas, Doa Azarya dan Nyanyian Ketiga Anak dari bagian Kitab Daniel yang deuterokanonika digunakan secara luas dalam doa Ortodoks dan Katolik.

Berbagai episode dalam paruhan pertama dari kitab ini digunakan oleh orang Kristen sebagai cerita-cerita yang bermuatan pesan moral, dan sering dianggap sebagai kejadian-kejadian yang kelak akan muncul dalam kitab-kitab Injil.

Bagian apokaliptik terutama sangat penting bagi orang Kristen karena gambaran tentang "Anak Manusia" (Dan. 7:13). Menurut kitab-kitab Injil, Yesus menggunakan gelar ini sebagai nama pilihannya untuk dirinya sendiri. Hubungan dengan penglihatan Daniel (yang dipertentangkan dengan penggunaannya di dalam Kitab Yehezkiel) dibuat jelas dalam kitab Injil Matius dan Markus (Mat. 27:64; Mrk. 14:62). Orang Kristen melihat hal ini sebagai klaim langsung oleh Yesus bahwa dialah sang Mesias itu.

Lihat pula

Catatan

  1. ^ a b c Judul bagian berasal langsung dari Alkitab

Referensi

Kutipan

  1. ^ Bandstra 2008, hlm. 445.
  2. ^ a b Collins 2002, hlm. 2.
  3. ^ Hasel 1992.
  4. ^ Redditt 2008, hlm. 180.
  5. ^ Reid 2000, hlm. 315.
  6. ^ Cross & Livingstone 2005, hlm. 452.
  7. ^ Brettler 2005, hlm. 218.
  8. ^ Transkrip Naskah Laut Mati
  9. ^ a b c New Light on the Book of Daniel from the Dead Sea Scrolls Diarsipkan 2017-01-29 di Wayback Machine. - Gerhard Hasel PhD. Associates for Biblical Research - Jul 31, 2012
  10. ^ Towner 1984, hlm. 2-3.
  11. ^ J. G. Baldwin, "Book of Daniel" in New Bible Dictionary3rd edition, IVP
  12. ^ Oxford annotated Bible 2007, hlm. 1255, footnote 2.1-12
  13. ^ K.A. Kitchen, “The Aramaic of Daniel,” D. J. Wiseman, ed., Notes on Some Problems in the Book of Daniel. London: The Tyndale Press, 1965. pp. 31-79.
  14. ^ Daniel 3:5–15
  15. ^ McDonald 2012, hlm. 57.
  16. ^ Jerome (=Hieronimus), Commentary on Daniel, trans. Gleason L. Archer (Grand Rapids: Baker). 1958, pp. 15-16.
  17. ^ a b c d e Kyle Butt. The Prophecy of Daniel 8.
  18. ^ a b c Waltke, Bruce K. (1976), “The Date of the Book of Daniel,” Bibliotheca Sacra, 133:319-329, October.
  19. ^ a b Vasholz, Robert (1978), “Qumran and the Dating of Daniel,” Journal of the Evangelical Theological Society, 21:315-321, December.
  20. ^ Xenophon. Cyropaedia, 7.5.28-30.
  21. ^ Herodotus. The Histories, 1.191.
  22. ^ Antiquities 10:10:4.
  23. ^ Antiquities, 10:11:7.

Bibliografi

Pranala luar

Artikel terkait
Kembali kehalaman sebelumnya