Danarto
Danarto (27 Juni 1940 – 10 April 2018) adalah sastrawan Indonesia. Karyanya yang terkenal di antaranya adalah kumpulan cerpen, Godlob.[1][2] Dia merupakan pelopor aliran sastra realisme magis di Indonesia.[3] Masa mudaDanarto dilahirkan pada tahun 1941.[4] Ia dilahirkan di Kabupaten Sragen oleh ibunya yang bernama Siti Aminah. Ibunya adalah seorang pedagang eceran di pasar. Ayah Danarto bernama Djakio Hardjosoewarno yang bekerja sebagai seorang buruh di Pabrik Gula Modjo. Danarto adalah anak keempat dari lima bersaudara.[5] Pendidikan dan karierDanarto menempuh pendidikan tinggi di Akademi Seni Rupa Indonesia yang berada di Kota Yogyakarta. Selama kuliah, ia aktif dalam Sanggar Bambu yang saat itu dipimpin oleh seroang pelukis bernama Sunarto Pr.[1] Danarto memulai kariernya di bidang seni rupa. Pada dekade 1950-an, ia bergabung dengan Sanggar Bambu di Yogyakarta.[6] Danarto kemudian menjadi salah satu pendiri Sanggar Bambu Jakarta.[1] Sejak tahun 1973, Danarto menjadi dosen di Institut Kesenian Jakarta.[7] Pada tahun yang sama, Danarto mengadakan pameran Kanvas Kosong. Danarto kemudian bergabung dengan Teater Sardono pada tahun 1974. Teater ini mengadakan lawatan ke Eropa Barat dan Asia.[8] Lalu pada tahun 1976, ia mengikuti Iowa International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa, Amerika Serikat.[1] Pada tahun 1978, Danarto mengadakan pameran puisi konkret. Danarto juga mengadakan pameran di beberapa kota dan menjadi penata artistik dalam pentas Oedipus yang disutradarai Rendra. Kemudian pada tahun 1979, ia mulai bekerja untuk majalah Zaman hingga tahun 1985. Selama bekerja, ia sempat menghadiri Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda.[1] Ia juga pernah mengikuti program menulis di Kyoto, Jepang.[butuh rujukan] Rumah tanggaPada 1 Januari 1986, Danarto menikah dengan seorang psikolog bernama Siti Zainab Luxfiati. Setelah hidup dalam rumah tangga selama 15 tahun, Danarto dan Zainab bercerai.[9] PameranPameran Kanvas KosongPameran Kanvas Kosong merupakan sebuah pameran konseptual yang diselenggarakan oleh Danarto pada tahun 1973. Lokasinya berada di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Konsepsi yang disajikannnya adalah putih di atas putih. Kanvas Kosong ini sesuai namanya hanya berupa kanvas putih yang dihamparkan.[6] Danarto sangat ahli membuat ilustrasi terutama yang berkaitan dengan pewayangan. Seno Gumira Ajidarma memberikan pujian atas karya-karya ilustrasi Danarto utamanya wayang rupa. Sketsa-sketsa yang digambarnya tampil dalam majalah Horison sejak awal majalah ini diterbitkan. Ilustrasi wayang yang dibuatnya menggabungkan berbagai jenis gaya pewayangan oleh para perupa lainnya. Danarto membuat wayang ukur khas Sukasman. Ia juga membuat wayang kancil khas Ledjar Subroto. Danarto juga membuat wayang alih khas Lumadi Waluyo dan wayang kontemporer khas Heri Dono dan Nasirun.[10] Seno Gumira Ajidarma sebagai penulis cerita Wisanggeni Sang Buronan mempercayakan ilustrasi ceritanya kepada Danarto.[11] Gaya penulisanPenulisan cerita pendek versi Danarto tidak mengikuti kaidah penulisan karya sastra sama sekali.[12] Ia mengawali cerita pendeknya dengan pemberian deskripsi yang sangat panjang. Deskripsi ini mengenai suatu latar suasana yang memperjelas penokohan, alur dan latar cerita.[13] Danarto menulis banyak cerita pendek dengan latar yang tidak jelas. Tempat, waktu dan kondisi tidak dibatasi dan bersifat sangat otonom. Berbagai dimensi dualisme yang jelas dibuatnya menjadi tidak jelas batasnya.[14] Beberapa cerpen yang ditulisnya menggunakan gaya parodi, misalnya Asmaradana dan Nostalgia. Pada Asmaradana, Danarto memparodikan kisah pembunuhan Yohanes Pembaptis yang ada dalam kitab Perjanjian Baru. Sementara di dalam Nostalgia, Danarto memparodikan kisah pertempuran Bharatayuddha di Kurushetra. Parodi dalam cerita pendek yang dibuat oleh Danarto merupakan bentuk penisbian atas sejarah manusia. Danarto menampilkannya sebagai suatu bentuk yang semu dan maya.[14] Karya sastraPuisi Kotak SembilanDanarto memiliki perasaan yang tidak puas dengan kata-kata. Puisi Kotak Sembilan adalah puisi buatannya yang tidak memiiliki kata sama sekali, Isi puisinya hanya berupa sembilan kotak-kotak yang kosong.[15] GodlobGodlob adalah salah satu cerita pendek yang dibuat oleh Danarto dengan tidak mengikuti kaidah penulisan karya sastra.[12] Karya lainKarya-karya lain buatan Danarto yaitu:[butuh rujukan]
Penerjemahan karya dan ulasanCerpen-cerpen buatan Danarto pernah diterjemahkan oleh Harry Aveling dalam buku Abracadbra (Singapura, 1978), dan dimasukkan dalam From Surabaya to Armageddon (Singapura, 1978). Siti Sundari Tjitrobusono dan rekan-rekannya mengulas cerpen-cerpen buatan Danarto pada tahun 1985 dalam buku Memahami Cerpen-cerpen Danarto. Lalu pada tahun 1989, Sri Rahayu Prihatmi mengulasnya dalam Fantasi dalam Kumpulan Cerpen Danarto: Dialog antara Dunia Nyata dan Tidak Nyata. Cerpen-cerpen Danarto kemudian dulas oleh Maharddhika pada tahun 2012 melalui buku Metafora Sufistik dalam Kacapiring Karya Danarto.[7] PenghargaanCerpen "Rintrik" mendapatkan Hadiah Horison tahun 1968. Kumpulan cerpennya Adam Ma'rifat memenangkan Hadiah Sastra 1982 Dewan Kesenian Jakarta, dan Hadiah Buku Utama 1982. Kumpulan cerpen Berhala (1987) mendapatkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K pada tahun 1987. Tahun 1988 ia mendapatkan SEA Write Award dari Kerajaan Thailand pada tahun 1988.[7] Tahun 2009 Danarto menerima Ahmad Bakrie Award untuk bidang kesusasteraan.[butuh rujukan] KematianDanarto meninggal dunia pada tanggal 10 April 2018 di Jakarta akibat kecelakaan lalu lintas. Jenazahnya dimakamkan di Kabupaten Sragen pada hari beriktunya. Ia dimakamkan tepat di sebelah makam orang tuanya.[16] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
Pranala luar
|