Bom Bali 2005
Pengeboman Bali 2005 (disebut juga Bom Bali II) adalah serangkaian pengeboman yang terjadi di Bali pada 1 Oktober 2005. Terjadi tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka. Bom bunuh diri ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pariwisata di Bali mengingat pada 12 Oktober 2002 lalu terjadi serangan bom serupa dan menewaskan 202 orang. PengebomanPengeboman terjadi dalam tiga lokasi terpisah:
Menurut Kepala Desk Antiteror Kantor Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Inspektur Jenderal (Purn.) Ansyaad Mbai, bukti awal menandakan bahwa serangan ini dilakukan oleh paling tidak tiga pengebom bunuh diri dalam model yang mirip dengan pengeboman tahun 2002. Serpihan ransel dan badan yang hancur berlebihan dianggap sebagai bukti pengeboman bunuh diri. Namun ada juga kemungkinan ransel-ransel tersebut disembunyikan di dalam restoran sebelum diledakkan.[1][2][3] Komisioner Polisi Federal Australia Mick Keelty mengatakan bahwa jenis bom yang digunakan tampaknya berbeda dari ledakan sebelumnya yang terlihat kebanyakan korban meninggal dan terluka diakibatkan oleh "serpihan tajam" (shrapnel), dan bukan ledakan kimia. Pejabat medis menunjukan hasil sinar-x bahwa ada benda asing yang digambarkan sebagai "pellet" di dalam badan korban dan seorang korban melaporkan bahwa bola bearing masuk ke belakang tubuhnya.[4] Korban23 korban tewas terdiri dari:
122 Korban luka terdiri dari:
Nama-nama korban tewasTim forensik Rumah Sakit Umum Sanglah berhasil mengidentifikasi seluruh korban tewas[5]:
PelakuInspektur Jenderal Polisi Ansyaad Mbai, seorang pejabat anti-terorisme Indonesia melaporkan kepada Associated Press bahwa aksi pengeboman ini jelas merupakan "pekerjaan kaum teroris".[6] Serangan ini "menyandang ciri-ciri khas" serangan jaringan teroris Jemaah Islamiyah, sebuah organisasi yang berhubungan dengan Al-Qaeda, yang telah melaksanakan pengeboman di hotel Marriott, Jakarta pada tahun 2003, pengeboman Kedubes Australia di Jakarta pada tahun 2004, Bom Bali 2002, Bom Bursa Efek Jakarta, Bom Malam Natal 2000, Pengeboman konsulat Filipina 2000, Bom Plaza Atrium 2001, Bom Gereja Santa Anna dan HKBP 2001, Bom Tahun Baru 2002, Bom McDonald's Makassar 2002, Bom Bandar Udara Soekarno-Hatta 2003, Pengeboman bus Poso 2004, Pengeboman pasar Tentena 2005, Pengeboman pasar Palu 2005, dan Pengeboman Jakarta 2009. Kelompok teroris Islamis memiliki ciri khas melaksanakan serangan secara beruntun dan pada waktu yang bertepatan seperti pada 11 September 2001. Pada 10 November 2005, Polri menyebutkan nama dua orang yang telah diidentifikasi sebagai para pelaku:
Kemudian pada 19 November 2005, seorang lagi pelaku bernama Ayib Hidayat (25), dari Kampung Pamarikan, Ciamis, Jawa Barat berhasil diidentifikasi sebagai pelaku peledakan di Restoran R.AJA’s. Pengusutan dan penyelidikanPada acara konferensi pers, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan telah mendapat peringatan mulai bulan Juli 2005 akan adanya serangan terorisme di Indonesia. Namun aparat mungkin menjadi lalai karena pengawasan adanya kenaikan harga BBM, sehingga menjadi kurang peka. Dalam konferensi pers pada 2 Oktober, Inspektur Jenderal Made Mangku Pastika menunjukkan video salah satu pengebom memasuki Restoran Raja di Kuta dengan menyanggul ransel, dan meledakkannya.[7] Pada 9 November 2005, polisi melakukan penyergapan di sebuah vila di Kota Batu. Dalam peristiwa tersebut, Dr. Azahari, buronan asal Malaysia yang diduga merupakan orang yang membuat bom dalam dua kali pengeboman di Bali, tewas ditembak polisi. Kemudian pada hari yang sama di Semarang, dilakukan penyergapan dan perburuan di tempat persembunyian buronan lainnya, Noordin M. Top. Di situ, polisi menemukan sejumlah barang bukti milik para pelaku Bom Bali 2005, di antaranya rekaman kesaksian ketiga pelaku bom bunuh diri di Bali dan dua kartu tanda penduduk milik dua pelaku pengeboman tersebut. Dalam rekaman video tersebut, salah seorang pelaku mengatakan bahwa perbuatan yang mereka lakukan akan membawa mereka masuk surga. Rekaman kaset tersebut lalu digunakan untuk mencocokkan wajah pelaku dengan kepala para pengebom yang ditemukan di lokasi pengeboman. Selain itu, pada 16 November, kaset tersebut juga diputarkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada 12 kiai Jawa Timur. Melalui pemutaran tersebut, diharapkan para kiai dapat menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pengertian mengenai ajaran Islam yang salah dari para pengebom. DampakPeristiwa kali ini tidak menyebabkan pengaruh sebesar Bom Bali 2002. Pemandangan para wisatawan asing yang langsung eksodus ke negara asalnya sehari setelah kejadian tahun 2002 tidak terlalu terlihat pada peristiwa ini. Mata uang Rupiah sempat melemah pada pembukaan pedagangan sehari setelah kejadian sekitar 100 poin ke kisaran Rp10.400, tetapi pelemahan ini berkurang pada penutupan perdagangan ke Rp10.305, sehingga total pelemahan adalah 15 poin. Hal yang sama juga terjadi pada IHSG Bursa Efek Jakarta yang mampu pulih dari pengaruh pengeboman di akhir perdagangan sehari setelah peristiwa tersebut. Secara nasional, perekonomian Indonesia juga diperkirakan tak akan banyak terpengaruh Bom Bali. Sektor pariwisata hanya menyumbangkan sekitar 5% dari perekonomian Indonesia, sehingga dampaknya diyakini kecil.[8] Selain itu, dampak tragedi ini juga terdapat pada maskapai penerbangan. Paska musibah ini, Air Paradise bangkrut. Referensi
Lihat pula
Pranala luarWikinews bahasa Inggris memberitakan:
Lethal explosions hit Bali
|