Berhala (Islam)

Ritual pemujaan berhala sapi emas dibuat oleh Nicolas Poussin: citra yang di tampilkan terpengaruh gaya Romawi Greco bacchanal

Dalam Islam, Berhala adalah objek berbentuk makhluk hidup atau benda yang didewakan, disembah, dipuja dan dibuat oleh tangan manusia. Sesuai dengan dua surat di dalam Al-Qur'an, yang berbunyi:

"Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang." (Al-'A`raf 7:191)

"...dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang." (An-Nahl 16:20)

Menurut syariat Islam, pada saat menjelang waktu Yawm al-Qiyāmah, akan ada pertanda besar dari Hari Kebangkitan itu ditandai dengan adanya kaum yang akan kembali melakukan ajaran paganisme berdasarkan salah satu hadits shahih Imam Muslim.[1]

Ibnu Katsir dalam kitabnya yang berjudul Qashash al-Anbiyya menuliskan bahwa, berhala yang pertama kali dibuat adalah Wadd, Suwâ’, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr, kesemuanya adalah para ulama yang hidup pada masa antara Adam dan Nuh. Mereka semua adalah anak dari Adam, Wadd anak tertua dan paling berbakti kepada Adam.[2]

Ritual terpenting dari ajaran paganisme berkaitan dengan seks dan perang.[butuh rujukan] Segala bentuk penyembahan berhala bertumpu pada pemuasan hawa nafsu dan kekuatan fisik duniawi untuk mencapai surga duniawi. Tidak ada aspek transcendental dalam semua ajaran paganisme. Sementara agama samawi menitik beratkan pencapaian tertinggi dalam kehidupan bersifat transcendental, dalam konsep kebahagiaan ruhaniyah yang abadi sesudah mati dialam akhirat.

Etimologi

Kata berhala dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai kata benda memiliki arti patung dewa, kemudian penggunaan kata berhala meluas menjadi makhluk/benda (matahari, bulan, malaikat, hewan) apa saja yang disembah selain perintah Allah adalah termasuk dalam kategori berhala.[3]

Sedangkan kata kerja dari memberhalakan berarti memuja dan mendewakan, bisa pula dijadikan menjadi kata kerja yang artinya berbeda lagi, seperti memberhalakan sesuatu tidak selalu berarti bahwa pemujanya mengatakan “inilah Tuhan yang harus disembah”. Tidak juga berarti bahwa ia mesti bersujud dihadapannya.

Kemudian kalimat memberhalakan pun meluas menjadi dapat diartikan kepada rasa suka seseorang terhadap sesuatu melebihi rasa sukanya kepada Allah. Misalnya, lebih takut kepada seseorang/ benda dibanding rasa takut kepada Allah, atau lebih mencintai seseorang/ benda dibanding cintanya kepada Allah.

Makna berhala dalam Al-Qur'an

Kata berhala di dalam Al-Qur'an digunakan untuk mengartikan tiga istilah yang berbeda, masing-masing kata tersebut dalam al-Qur'an mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks ketika kata itu disandarkan. Kalimat-kalimat tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Asnam (ال اسنم) adalah segala sesuatu yang terbuat dari kayu, batu, emas, perak, tembaga dan semua jenis bahan berasal dari bumi yang memiliki bentuk menyerupai makhluk hidup seperti manusia, binatang dan tumbuhan serta memiliki bentuk tubuh yang besar. Selain itu, al-asnam mengalami perluasan makna yang digunakan untuk menunjukkan makna majazi dari berhala.
  2. Awsan (آل أوسان) adalah terbuat dari bahan baku pembuatnya sama dengan al-asnam, namun kata ini lebih umum daripada al-asnam, karena dapat berupa segala sesuatu yang berbentuk dan tidak berbentuk, baik kecil maupun besar. Sehingga, kata al-asnam dapat dimasukkan ke dalam kategori al-awsan.
  3. Ansab (الأنصب) adalah batu yang tidak memiliki bentuk tertentu yang digunakan untuk tempat menyembelih binatang yang akan dipersembahkan (altar) untuk berhala-berhala. Al-ansab juga dipakai untuk jenis batu yang tidak dibentuk yang disembah apabila tidak mampu membuat al-asnam.

Selain itu, ada sebagian kamus-kamus bahasa Arab yang menyamakan ketiga istilah tersebut sehingga makna dari ketiganya menjadi tidak jelas.

Paganisme dari masa ke masa

Dalam sejarah penyembahan terhadap berhala (paganisme), suatu kaum tak pernah melakukannya secara langsung, melainkan secara bertahap. Kaum itu mengambil tuhan lain dan menyembah pujaannya atau patung. Di zaman Arab Jahiliyah banyak yang membuat atau mengadaptasikan keberhalaan dari kaum lain untuk mereka puja. Salah seorang pelopor pembawa ajaran keberhalaan di Jazirah Arab adalah 'Amr bin Luhay dan ia seorang pemimpin dari suku Khuza’ah.

Takkala musim haji tiba, berhala-berhala itu ia berikan kepada kabilah-kabilah yang datang, lalu mereka membawa pulang berhala-berhala tersebut ke negeri mereka, sehingga setiap kabilah bahkan setiap rumah memiliki berhala. Dalam hadits shahih Imam Bukhari dikatakan bahwa berhala-berhala yang ada pada zaman Nuh akan menjadi berhala bagi Bangsa Arab setelahnya.

Arab Jahiliyah (Pra Islam)

Dalam kisah Al-Quran dan penelitian oleh sejarahwan terhadap sejarah perkembangan ajaran paganisme dalam abad kedua Hijriyah, mengatakan bahwa sebelum datangnya ajaran Islam, ajaran paganisme dalam bentuknya yang berbagai macam mempunyai kedudukan/ tempat yang tertinggi dikalangan orang-orang Arab.

Orang-orang Arab untuk mendekatkan diri kepada dewa-dewa dalam bentuk berhala, sering melakukan persembahan kurban berupa binatang ternak terkadang pula manusia. Salah satu contoh dari kasus ini adalah Abdul Muthalib kakek dari Muhammad, hampir mempersembahkan Abdullah putranya sebagai kurban.

Kepercayaan

Di wilayah Hijaz lainnya seperti Yatsrib dan Thaif disamping menganut paganisme, mereka juga mengenal kepercayaan dalam bentuk lain terlebih di luar wilayah tersebut. Beberapa agama yang dikenal oleh masyarakat tersebut adalah Yudaisme dan Nashrani. Menurut beberapa pendapat dikatakan bahwa masyarakat Arab yang tinggal di daerah pedalaman, menganut pula animisme dan dinamisme. Kepercayaan ini didapat pada syair-syair kuno yang menceritakan berbagai macam aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, gaya berpikir serta agama dan kepercayaan masyarakatnya.[4]

Yudaisme sudah terlebih dahulu ada di beberapa wilayah Jazirah Arab, khususnya Yatsrib sebelum ajaran Islam datang. Para sejarawan menyimpulkan bahwa komunitas Yahudi yang ada di Jazirah Arab atau terlebih khusus di Yatsrib terdiri dari dua kelompok Yahudi, yaitu: Golongan keturunan Yahudi asli, mereka adalah pendatang dan Yahudi keturunan Arab yaitu orang Arab yang menganut Yudaisme. Setelah orang-orang Yahudi ini datang ke Yatsrib hadir pula dua suku Arab yang merupakan imigran dari Yaman yaitu Bani Aws dan Bani Khazraj, yang terjadi sekitar tahun 300 M.

Sedangkan menurut Syaikh Sholih al Fauzaan, bangsa Arab terbagi dua golongan. Golongan pertama yang mengikuti agama-agama Yudaisme, Nasrani dan Majusi, kemudian golongan kedua mengikuti agama Hanif (ajaran Ibrahim).[5]

Jenis berhala

Sesembahan-sesembahan pada zaman jahiliyah inipun berbeda-beda pula antara sebutan berhala yang satu dengan yang lainnya, sebutan lainnya adalah sebagai berikut:

  1. Shanam adalah patung berbentuk manusia yang terbuat dari logam atau kayu,
  2. Wathan adalah patung berbentuk manusia yang terbuat dari batu,
  3. Nushub adalah batu karang tanpa suatu bentuk tertentu.

Nama-nama berhala

Dikisahkan melalui hadits bahwa bangsa Arab Jahiliyah telah meletakkan berhala disekitar Kaabah sebanyak 360 berhala.[6] Berhala yang disembah Arab Jahiliyah itu biasanya diberi nama dengan nama-nama perempuan atau lelaki, berhala yang terkenal di antaranya adalah:

  • Hubal
    Berhala yang dianggap sebagai "Dewa Bulan" ini dibawa oleh 'Amr bin Luhay dari Ma'arib (Moab) suatu daerah di Balqa'. Menurut kisah dari Ibnu Hisyam, ia berkata bahwa salah seorang dari orang berilmu berkata kepadaku bahwa orang yang pertama mendatangkan Berhala ke Makkah adalah 'Amr bin Luhay.
  • Lātta
    Berhala berupa batu yang dipahat, yang dibangun sebuah rumah di atasnya. Zaman dahulu Latta adalah seorang lelaki yang shalih yang biasa mengadon tepung untuk memberi makan jama’ah haji. Ketika dia meninggal, orang-orang pun membangun sebuah rumah di atas kuburannya dan menutupinya dengan tirai-tirai. Berhala ini adalah sesembahan kaum Tsaqif di Thaif dan pelayannya adalah dari Bani Muattab.
  • ‘Uzzá
    Berhala pohon samurah dari Sallam yang terletak di lembah Nakhlah yang terletak antara Mekkah dan Tha’if. Di sekitarnya terdapat bangunan, dan tirai-tirai. Berhala ini juga mempunyai pelayan-pelayan (penjaga-penjaga). Uzza ini adalah berhala milik suku Quraisy, Sulaim; Gathafan dan Jusyam serta serta suku-suku yang ada di sekitarnya.
  • Manāt
    Berhala berupa batu besar yang terletak tak jauh di Gunung Qudayd di antara Mekkah dan Madinah. Berhala ini adalah milik suku Khuza’ah, Aus, dan Khazraj. Jika sedang berhaji (pada masa pra-Islam), mereka berihram di sisinya, dan mereka menyembahnya.

Sebenarnya keempat berhala ini hanyalah orang saleh yang pernah hidup pada zaman Ibrahim. Sesudahnya mereka meninggal, beberapa orang membuat berhala untuk menghormati orang-orang soleh itu secara berlebihan. Mereka menganggapnya sebagai anak-anak Tuhan. Tidak cukup dengan berhala-berhala besar tersebut itu saja buat orang-orang Arab guna menyampaikan sembahyang dan memberikan kurban-kurban dan sesaji, tetapi kebanyakan mereka itu mempunyai pula patung-patung dan berhala-berhala dalam rumah mereka masing-masing.

Berikut adalah beberapa berhala yang tidak begitu terkenal, namanya tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an, hanya disebutkan di dalam hadits, literatur Arab klasik dan lain-lain. Diantaranya adalah:

  • Manaf
    Berhala yang selalu dipuja oleh kaum wanita, tetapi ketika wanita sedang mendapat haid, mereka dilarang mendekati berhala tersebut. Kaum Quraisy sering menamakan anak mereka dengan Abd al-Manaf (hamba Manaf), terutama di kalangan Bani Hudzail. Manaf memiliki arti "ketinggian" atau "tempat tinggi".
  • Dzu al-Halaas[7]
    Berhala berbentuk batu api putih yang dipahat dan di atas batu tersebut ada sesuatu yang berbentuk mahkota. Berhala ini disembah oleh Bani Daws, Bani Khats’am dan Bani Bujailah, di negeri Yaman dan di negeri Tabalah yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Pelayan berhala ini adalah Bani ‘Umamah dari Bahilah bin A’shar.
  • Dzu as-Shara
    Berhala yang berbentuk batu berwarna hitam dan berbentuk tak beraturan, disembah oleh suku Arab keturunan Ismail, yaitu kaum Nebayot dan kaum Duma. Dianggap sebagai "anak dari seorang gadis" dan "dewa kesuburan." Nama lain berhala ini adalah Dusares/Dzu Syura, yang mendapat julukan "Sang Dewa Gunung Shara". Kabilah Bani al-Harits juga memiliki berhala ini.
  • Dzu al-Kaffayn
    Berhala milik Amr bin Hamamah dari Bani Daws, yang dihancurkan oleh Thufayl bin Amr al-Dawsi atas perintah Muhammad. Berhala ini memiliki arti "dia yang memiliki kedua telapak tangan."
  • Al-Fals
    Berhala berbentuk manusia terbuat dari batu merah yang berada di tengah-tengah Gunung Aja. Pemelihara berhala ini adalah dari Bani Bawlan, Bawlan sendiri adalah salah seorang yang memulai penyembahan terhadap berhala ini. Keturunan dari Bani Bawlan terakhir yang menyembah berhala ini bernama Sayfi.
  • Al-Ya'bub
    Berhala para kaum Jadilah terletak di Thayyi. Sebelumnya mereka memiliki berhala yang berbeda, tetapi Bani Asad mengambilnya. Sehingga mereka mengadopsi al-Ya'bub sebagai penggantinya.
  • Asaf Naylah
    Asaf bin Ya'la dan Naylah binti Zayd adalah sepasang kekasih dari Yaman, kemudian mereka melakukan ziarah ke Mekkah. Setibanya di Mekkah, mereka masuk kedalam Ka'bah dan mereka mengambil kesempatan untuk berzinah di dalamnya, ketika keadaan sepi. Kemudian mereka berubah menjadi 2 batu, yang pada akhirnya dibawa keluar dan ditempatkan di tempatnya masing-masing. Kedua batu itu kemudian di sembah oleh Bani Khuza'ah dan Quraisy, serta disembah pula oleh orang-orang yang datang berziarah ke Rumah Suci. Yang pertama kali mengadopsi berhala-berhala dan memberikan nama masing-masing, sesuai dengan tradisi yang sedang berlangsung di antara mereka, di antara Bani Ismail dan suku lainnya adalah Hudhayl bin Mudrikah.[8]
  • At–Thuraiya
    Berhala yang dianggap sebagai dewa yang melimpahkan hujan. Thuraiya memiliki arti "yang ada dalam jumlah banyak".
  • Jadd
    Berhala yang sangat dihormati oleh orang-orang semit. Namanya diambil dari prasasti Nabath, tetapi dalam bentuk Gadda.
  • Kuthrā
    Dianggap sebagai "dewa terkaya". Biasa digunakan sebagai nama anak lelaki oleh Suku Thai' "Abd Kuthrā".
  • Awf
    Berhala yang diangap sebagai "burung besar pemangsa".
  • Quzah
    Berhala dewa guntur, dianggap bisa melepaskan petir dari busurnya.
  • Duwar
    Berhala gadis yang biasa dikelilingi oleh wanita muda dalam prosesi pemujaan terhadapnya.
  • Ri'am
    Berhala yang berbentuk rumah pemujaan terletak di San'a milik Bani Rabi’ah bin Ka’ab bin Sa’ad bin Zaid, dan Manat bin Tamim.
  • Rudha
    Berhala yang dianggap sebagai dewi "perbuatan baik" atau "kemurahan hati". Berhala ini milik Bani Rabi’ah bin Ka’ab bin Sa’ad bin Zaid bin Manat bin Tamim.
  • Al-Ka’abat
    Berhala milik Kabilah Bakr bin Wail dan Taghib bin Wail, serta kabilah Iyad di daerah Sandad.
  • Sa’ad
    Berhala milik Bani Kinanah, yaitu Bakr bin Kinanah, Malik bin Kinanah dan Mulkan bin Kinanah. Berhala ini berbentuk batu panjang, terletak di Pantai Juddah.
  • Syams
    Berhala milik suatu kaum dari ‘Udzrah. Sering digunakan sebagai nama Abd Syams (Hamba matahari)
  • 'Amm-Anas
    Berhala milik Kabilah Khawlan. Nama lainnya adalah ‘Umyanis.
  • Al-Uqaysir
    Berhala miliki Kabilah Qudi’ah, Lakhm, Judzam, ‘Amilah dan Ghathafan, terletak didaerah perbukitan Syria.
  • Nuhm
    Berhala milik Kabilah Muzaynah, mereka biasa menamakan anak mereka dengan nama Abd Nuhm (Hamba Nuhm). Pemelihara berhala ini bernama Khuza'i bin 'Abd Nuhm.
  • Su'ayr
    Berhala milik Kabilah ‘Anazah.
  • Dzu al-Rijl
    Berhala yang berarti "dia yang memiliki kaki".
  • Al-Qalas[9]
    Berhala milik Bani Thayyi’ berhasil dihancurkan oleh pasukan perang dibawah kepemimpinan Ali bin Abu Thalib. Berhala ini juga disembah oleh penduduk Himyar dan Yaman di San'a.
  • Al-Qais[10]
    Berhala yang disebutkan dalam prasasti Nabath dari Al Hijr.
  • Shai’ al-Qawm[11]
    Berhala yang tertulis dalam prasasti Nabath dan Palmyra, dianggap sebagai dewa perang, sang malam, dan penjaga kafilah. Mendapat julukan "dewa yang tidak pernah minum anggur."

Berhala-berhala kecil seperti Dzu al-Halaas, Dzu as-Shara, Dzu al-Kaffayn dan Dzu al-Rijl biasanya diberi nama sesuai dengan nama tempat berhala itu berada.

Penduduk Ninawa (Yunus)

Sebuah berhala yang berhasil digali oleh para arkeologis di Iraq.

Yunus diutus Allah untuk berdakwah di sebuah kota bernama Ninawa di kerajaan Asiria, di mana penduduknya menyembah berhala Marduk, Ishtar, Nabu, Syamas dan lainnya, sesuai dengan ajaran turun-temurun sejak zaman nenek moyang mereka. Ajaran-ajaran Yunus itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal yang baru yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Karenanya mereka tidak dapat menerimanya untuk menggantikan ajaran dan kepercayaan nenek moyang mereka, yang sudah menjadi adat kebiasaan mereka. Mereka menantang Yunus untuk menimpakan azab terhadap mereka, pada akhirnya Yunus pergi dengan marah sambil meminta Allah menghukum mereka.

Sepeninggal Yunus, kaum Ninawa gelisah, karena cuaca dikota mendung gelap, binatang peliharaan gelisah, wajah mereka pucat pasi, dan angin bertiup kencang yang membawa suara bergemuruh. Mereka takut ancaman Yunus benar-benar terjadi menimpa mereka. Akhirnya mereka sadar bahwa Yunus adalah orang yang benar dan ajarannya berasal dari Allah, kemudian menyesali perbuatan mereka. Mereka lari tunggang langgang dari kota mencari Yunus sambil berteriak meminta pengampunan Allah atas dosa mereka. Allah akhirnya mengampuni mereka dan segera seluruh keadaan pulih seperti sediakala. Penduduk Ninawa kemudian tetap berusaha mencari Yunus agar ia bisa mengajari agama dan menuntun mereka di jalan yang benar.

Bangsa Funisia & Bani Israel (Ilyas)

Patung Ba'al dari abad ke 14 SM-12 SM

Menurut buku yang berjudul Atlas Al-Quran karya Syauqi Abu Khalil, Ilyas diutus oleh Allah kepada Bangsa Funisia di daerah Ba'albek kota Funisia (Phoenisia), yang terletak di daerah sebalah barat Damaskus, yang kini masuk wilayah Libanon. Kaumnya menyembah berhala bernama Ba'al, yang berbentuk wanita. Ilyas berulang kali memperingatkan kaumnya, namun mereka tetap ingkar. Karena itulah Allah menurunkan musibah kekeringan selama bertahun-tahun, sehingga mereka baru tersadar. Setelah kaumnya sadar, Ilyas berdoa kepada Allah agar musibah kekeringan itu dihentikan. Namun setelah musibah itu berhenti dan perekonomian mereka memulih, mereka kembali mempraktikkan politeisme. Akhirnya kaum Ilyas kembali ditimpa musibah yang lebih berat daripada sebelumnya, yaitu dengan azab kekeringan yang panjang.

Kemudian pada tahun 323 SM64 SM oleh Bangsa Yunani nama kota Ba'albek diubah menjadi “Heliopolis” (Kota Matahari). Pada tahun 64 SM, kota ini menjadi koloni Bangsa Romawi pada masa pemerintahan Julius Caesar. Dalam masa pendudukan bangsa ini, kuil-kuil batu dibangun didedikasikan untuk dewa mereka, yaitu Jupiter.

Kaum Saba' (Sulayman)

Kisah penyembahan Kaum Saba' terhadap matahari dan bulan, berdasarkan berita yang dibawa oleh burung hud hud, yang pernah melintasi daerah Yaman Selatan. Saba adalah nama kerajaan pada zaman dahulu, dengan ibu kotanya Ma'rib yang letaknya dekat kota Shan'â ibu kota Yaman sekarang. Kisah tersebut tercantum dalam Surat An Naml 20-44.

Burung Hud berkata kepada Sulayman bahwa ia melihat kaum Saba' menyembah matahari, selain Allah; kemudian syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka. Kemudian Sulayman tidak lantas mempercayai kabar burung Hud tersebut, lalu memerintahkan burung Hud agar membawa surat dan menjatuhkan surat tersebut kepada Ratu Balqis.

Surat itu berisikan ajakan untuk berserah diri kepada Sulayman untuk tunduk dan meyakini Allah sebagai Sang Penguasa alam semesta. Setelah ada pertemuan antara Balqis dan para pembesar istana Saba, mereka berencana untuk mengirimkan hadiah kepada Sulayman.

Penelitian yang dilakukan terhadap reruntuhan mengungkapkan bahwa seorang ratu yang pernah berada di kawasan ini hidup antara 1000 - 950 SM dan ia pernah melakukan perjalanan ke Utara menuju Jerusalem. Pada akhirnya Ratu Balqis pun berserah diri kepada Sulayman, menurut kisah lain dikatakan bahwa Balqis pada akhirnya menjadi istri Sulayman. Namun di kalangan masyarakat Quraisy tidak ada catatan khusus tentang kepercayaan penyembahan terhadap matahari dan bulan tersebut.

Bani Israel (Musa)

Patung Hathor sebagai seekor sapi.

Salah seorang umat Nabi Musa yang memiliki ilmu sihir adalah Musa bin Zafar[12] alias Samiri, ia dikisahkan pernah membuat patung anak sapi betina terbuat dari emas. Samiri telah membuat berhala itu untuk bani Israel, selama Musa pergi untuk mendapatkan wahyu. Oleh Samiri dimasukkan segumpal tanah, diyakini tanah itu bekas dilalui tapak kaki kuda malaikat Jibril ketika Musa dan pengikutnya menyeberangi Laut Merah. Sehingga mulut sapi betina itu bisa mengeluarkan suara.

Samiri membuat patung tersebut terpengaruh oleh agama/budaya Mesir Kuno, ia meniru dewa Hathor, adalah salah satu dewi Mesir kuno, disembah sebagai sapi dewata dari akhir 2700 S.M. selama dinasti kedua.[13]

Penduduk Rass, Madyan & Aykah (Syuʿaib)

Kaum Rass adalah kaum penyembah berhala, nama kaum ini diambil dari nama sebuah telaga, yaitu "Rass" yang sudah kering airnya. Mereka adalah penduduk salah sebuah kampung yang terletak di sebuah daerah di Yamamah yang bernama Falaj, Tsamud. Mereka menyembah pohon sanobar, yang diberi nama Syah Dirakht, secara bahasa memiliki arti "Raja Pohon." Orang yang pertama kali menanam pohon itu adalah Yafith bin Nuh pasca badai topan di tepian mata air yang diberi nama Rowsyan Oub.

Mereka telah diutus seorang nabi yang bernama Hanzalah bin Sofuan, namun mereka mendustakannya, hingga mereka berhasil membunuh dan mencampakkannya ke dalam telaga. Setelah mereka berhasil membinasakan nabi itu, maka kampung ini menjadi kemarau yang dahsyat, sehingga kaum ini lenyap dari muka bumi.

Dalam Al-Qur'an, Ashab al-Rass atau penduduk Rass ini disebutkan sebanyak dua kali. Masing-masing terdapat pada surah Al-Furqan[14] dan surah Qaf.[15]

Sedangkan penduduk Madyan dan Aykah adalah kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai. Aykah ialah sebuah tempat yang berhutan di daerah Madyan, kemudian tempat itu dijadikan sesembahan oleh mereka, mereka menyembah sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan. Dewa yang mereka sembah selain Aykah adalah Ba'al serta Asyera. Dikatakan bahwa Syuʿaib diutus oleh Allah kepada tiga kaum tersebut, yang kemudian dalam kisahnya mereka telah hancur karena bencana melalui do'a Syuʿaib.

Bangsa Kaldeā (Ibrahim)

Nabu karya Lee Lawrie (1939). Gedung John Adams Amerika.

Pada zaman kerajaan Babilonia yang dipimpin oleh Namrudz menganut politeisme dan disimbolkan dengan banyaknya berhala-berhala untuk di sembah. Berhala paling terkenal yang disembah oleh Bangsa Kaldeā pada zaman ini, adalah Marduk dan Nabu, yang dianggap sebagai anak Marduk. Berhala itu terletak di Gunung Namrudz di Abu al-Gharab, Iraq.[16]

Kemudian ada pula berhala Tuhan yang mereka anggap paling penting, Śïn yaitu dewa bulan. Tuhan mereka ini digambarkan sebagai seorang manusia yang berjenggot panjang, memakai pakaian panjang membawa bulan sabit diatasnya. Mereka membuat hiasan gambar-gambar secara timbul dan pahatan-pahatan (patung) dari tuhan mereka dan itulah yang mereka sembah. Kemudian Syamas dewa matahari dan Ishtar dewi kesuburan, cinta, perang, dan seks.[17]

Hal ini merupakan sistem kepercayaan yang tersebar luas ketika itu, yang mendapatkan tempat persemaiannya di Timur Dekat, di mana keberadaannya terpelihara dalam jangka waktu yang lama. Orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut terus menyembah tuhan-tuhan tersebut hingga sekitar tahun 600 M. Sebagai akibat dari kepercayaan itu, banyak bangunan yang dikenal dengan nama ziggurat yang dahulu kala digunakan sebagai observatorium (tempat penelitian bintang-bintang) sekaligus sebagai kuil, tempat peribadatan yang dibangun terbentang sejak dari Mesopotamia hingga ke kedalaman Anatolia, disinilah beberapa tuhan, terutama dewa(i) rembulan yang bernama "Sin" disembah oleh orang-orang ini.

Pada saat itu Ibrahim menghancurkan berhala dengan kapaknya. Ironisnya ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang pembuat berhala. Risalah Ibrahim di Kaldeā ini bertujuan menyebarkan paham tauhid dan mengikis praktik-praktik pemujaan terhadap dewa-dewa. Dalam buku Sejarah Nabi-nabi Allah, Ahmad Bahjat, mengungkapkan bahwa saat itu Ibrahim menghadapi tiga kelompok penyembah berhala. Kelompok penyembah berhala itu menurut Ahmad Bahjat di antaranya adalah:

  • Penyembah patung-patung yang terbuat dari kayu dan batu,
  • Penyembah benda-benda langit dan,
  • Penyembah raja-raja atau penguasa.

ʿĀd (Hud)

Hud di utus di tengah suku ʿĀd, mereka suka membuat patung-patung dan mereka beri nama Shamud dan Al-Hattar. Patung-patung itu yang disembah sebagai tuhan mereka, yang menurut kepercayaan mereka, dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Kenikmatan hidup yang mereka terima, dianggap sebagai karunia dari berhala tersebut. Tanah yang subur dan menghasilkan hasil tanaman yang melimpah ruah. Karenanya mereka tidak putus-putus bersujud kepada berhala itu dan mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan.

Bani Rasib (Nuh)

Menurut kisah dari Ibnu Abbas, awal mula munculnya penyembahan terhadap berhala terjadi pada zaman Nuh. Asal muasal nama-nama berhala itu diambil dari nama-nama ulama mereka yang pernah hidup bersama mereka sebelumnya. Dengan dalih untuk mengenang keshalihan dan jasa-jasa mereka serta untuk memacu semangat peribadatan umat ketika itu, maka dibuatlah patung, gambar, simbol-simbol visualisasi fisik mereka. Namun lambat laun dengan bergantinya generasi, patung-patung itu justru disembah dan dijadikan sebagai sosok tuhan.

Pada masa Nuh berhala yang disembah adalah:[18]

...dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” (Nuh 71:23).

Tiap-tiap kabilah mempunyai berhala yang mereka sembah, akan tetapi berhala-berhala itu mempunyai kedudukan yang berbeda-beda. Penyembahan berhala-berhala itu kemudian turun, yakni berpindah kepada bangsa Arab. Maka terdapat pulalah pada bangsa Arab berhala-berhala yang dinamai dengan nama-nama yang pernah dipakai oleh kaum Nuh itu.

Penyembahan lainnya

Penyembahan bintang

Bintang-bintang merupakan unsur yang sangat penting bagi masyarakat di Jazirah Arab, khususnya membantu mereka dalam menunjukkan arah dalam perjalanan di malam hari. Namun, pada perjalanannya, bintang-bintang ini menjadi sesuatu yang dianggap sakral dan memiliki unsur-unsur ketuhanan. Setelah hal tersebut maka lahirlah agama penyembahan terhadap bintang ini dan menyebar di beberapa wilayah di Jaziran Arab. Agama ini umumnya dianut oleh kaum Haran, Bahrain dan beberapa wilayah pedalaman.

Ajaran tersebut dibawa oleh Abu Kabsyah ke Mekkah, ia menyembah bintang Syara. Ajarannya diikuti oleh Bani Lakhm dan Bani Khuza’ah. Namun orang-orang Quraisy secara umum tidak terlalu tertarik dan hanya sedikit saja yang menganutnya.

Berkaitan dengan hal ini, Nabi Muhammad pernah diejek dengan julukan Ibnu Abu Kabsyah (putra Abu Kabsyah) karena ajaran Islam dianggap sama menyimpangnya dengan ajaran Abu Kabsyah tersebut, dan bertentangan dengan kepercayaan masyarakat Quraisy secara keumuman.

Penyembahan api

Simbol dari agama Majusi (Mazdaisme).

Ajaran ini merupakan ajaran yang lahir dari negeri Persia, sekitar 1700 SM[25] - 500 SM[26] yang bernama Majusi atau yang lebih terkenal dengan sebutan Zoroastrianisme. Ajaran ini meyakini kekuatan keseimbangan yang memengaruhi alam semesta, dan kekuatan yang tertinggi dalam ajaran tersebut adalah kekuatan kebenaran, yang dilambangkan dengan api sebagai cahaya, dan kekuatan kejahatan yang dilambangkan dengan kegelapan. Pada praktiknya, mereka memuja api sebagai tuhan mereka dan memiliki api abadi yang selalu dijaga agar tidak padam.

Ajaran Majusi aliran zindiq menyebar di Makkah dari daerah Hirah. Orang Quraisy yang dikenal menganut ajaran ini adalah Arqa’ bin Habis dan Abu Suud. Sementara penganut Majusi di wilayah Tamim yang cukup dikenal adalah Zurarah at-Tamimi dan anaknya yang bernama Hajib bin Zurarah. Ajaran ini menyebar pula di wilayah Hajar dari Bahrain.

Penyembahan hewan

Sang banteng Apis, yang dianggap sebagai perwujudan dari Ptah oleh bangsa Mesir kuno.

Bangsa Mesir kuno menyembah beberapa hewan yang mereka yakini sebagai perwujudan dari tiap-tiap dewa tertentu. Hewan-hewan itu dipilih berdasarkan dari tanda-tanda suci tertentu yang diyakini menunjukkan peran tepat untuk hewan tersebut. Beberapa hewan yang dikultuskan akan dipertahankan sebagai dewa sampai akhir hidupnya, seperti banteng Apis yang disembah di Memphis dan dianggap sebagai perwujudan dari Ptah. Sedangkan hewan lainnya dipilih untuk periode yang jauh lebih singkat.

Pengkultusan ini kemudian tumbuh lebih populer di kemudian waktu, dan banyak tempat peribadatan mulai menaikkan saham dari hewan-hewan tersebut yang ditunjuk sebagai penjelmaan dewa. Praktik yang terpisah dikembangkan dalam Dinasti ke-dua puluh enam, ketika orang mulai memumikan setiap anggota suatu spesies hewan tertentu sebagai korban kepada dewa yang mewakili spesies tersebut. Jutaan mumi kucing, burung, dan hewan lain dimakamkan di kuil-kuil untuk menghormati para dewa Mesir. Untuk mendapatkan mumi dari hewan yang terkait dengan dewa tersebut, para penyembah biasa membayar kepada pendeta dari dewa tertentu, yang kemudian mumi itu akan ditempatkan dalam pemakaman dekat pusat kultus dewa.

Patung Bastet terbuat dari perunggu dalam wujud kucing.

Penyembahan terhadap kucing yang dianggap oleh Bangsa Mesir kuno sebagai Dewi Kucing Bastet terjadi pada Dinasti kedua Mesir. Hal ini terbukti saat ditemukan 300.000 mumi di kuil Bast. Bastet dilambangkan dengan tubuh wanita dengan kepala kucing yang diartikan sebagai dewi kesuburan, kehidupan dan kematian. Bangsa Mesir kuno juga percaya, bahwa kucing memiliki kekuatan magis untuk melihat kebenaran dan kehidupan.

Menurut seorang pakar kucing, Bangsa Mesir kuno itu menganggap kucing sebagai penyelamat wabah yang disebarkan oleh tikus. Setelah tikus musnah karena dimangsa oleh kucing, maka wabah menjangkiti kawasan tersebut lenyap. Berkat jasa kucing, penduduk Mesir yang masih menyembah berhala menganggap kucing sebagai dewa penolong bagi mereka.[27]

Penyembahan makanan

Suku Baduy yang hidup nomaden, biasa membuat berhala dari kue atau roti, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh klan Bani Hanifah. Mereka membuat patung dari kurma yang dicampur dengan minyak samin. Lalu mereka menyembahnya hingga waktu yang lama, tetapi ketika mendapat musibah, mereka menganggap Tuhan mereka telah gagal. Lalu memakan berhala itu, sebagian untuk diri mereka sebagian lagi dipersembahkan kepada berhala lain.

Namun ketika mereka merasa lapar, mereka akan kembali dan memakannya sambil berkata bahwa berhala itu tidak mampu menjaga bagiannya. Kebiasaan ini sering pula dilakukan oleh Umar bin Khattab ketika ia belum memeluk Islam.[28]

Kepercayaan para pagan di dalam Al Qur'an

Allah mengumpamakan kepercayaan orang-orang musyrik terhadap kekuatan berhala-berhala yang disembahnya sama dengan kepercayaan laba-laba terhadap kekuatan sarangnya, seperti termaktub dalam surah Al 'Ankabuut (laba-laba) pada ayat 41 surat ini, di mana Allah mengumpamakan penyembah-penyembah berhala-berhala itu, dengan laba-laba yang percaya kepada kekuatan rumahnya sebagai tempat ia berlindung dan tempat ia menjerat mangsanya, jikalau dihembus angin atau ditimpa oleh suatu barang yang kecil saja, sarang itu akan hancur. Surah Al 'Ankabuut: 41.

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah, dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. (Al Ankabuut:41)

Catatan kaki

  1. ^ Hadits shahih riwayat Imam Muslim No. 5173. Kisah dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: Kiamat tidak akan terjadi sebelum pinggul-pinggul kaum wanita Suku Daus bergoyang di sekeliling Dzu al-Khalashah, yaitu sebuah berhala yang disembah Suku Daus di Tabalah pada zaman Jahiliyah. (Tabalah adalah nama daerah di Yaman)
  2. ^ Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Uwah bin az-Zubayr, bahwa ia berkata: "Wadd, Suwâ’, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr adalah anak-anak Adam. Sedangkan Wadd adalah yang paling tua dan yang paling berbakti kepada Adam." Qashash al-Anbiyya (Kisah Para Nabi & Rasul) karya Ibnu Katsir, Kisah Nabi Nuh, Hal. 105.
  3. ^ "Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala,..." (Az-Zumar 39:38)
  4. ^ http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/02/agama-bangsa-arab-jahiliyah-dalam-syiir.html Agama Bangsa Arab Jahiliyah dalam Syair.
  5. ^ asy Syaikh Sholih al Fauzaan berkata: “Adapun bangsa `Arab terbagi kepada dua golongan: Golongan yang pertama mereka mengikuti agama-agama terdahulu seperti agama Yahudi, Nashraniy dan al Majuusiyah. Sedangkan golongan yang kedua adalah mereka yang berada di atas al Hanafiyyah (Din/Agama yang lurus), Din/Agama Nabi Ibraahim `Alaihis Sholaatu was Salaam, apalagi di negeri al Hijaaz di bumi Makkatul Mukarramah.”
  6. ^ Hadis riwayat Imam Muslim No.3333, kisah dari Abdullah bin Mas`ud, ia berkata: Ketika nabi ﷺ memasuki Mekkah, di sekitar Kakbah terdapat patung berhala sebanyak tiga ratus enam puluh buah. Mulailah nabi ﷺ merobohkannya dengan tongkat kayu ditangannya seraya membaca ayat: Telah datang kebenaran dan musnahlah kebatilan, karena sesungguhnya kebatilan itu adalah sesuatu yang pasti musnah. Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak pula akan mengulangi. Ibnu Abu Umar menambahkan: Peristiwa itu terjadi pada saat penaklukan kota Mekah.
  7. ^ Buku Kisah-kisah berhala musyrikin jahiliyah, Penerbit Gema Ilmu Yogyakarta tahun 2008, Hal. 69-70
  8. ^ Ishtiqaq, p. 108.
  9. ^ Buku Kisah-kisah berhala musyrikin jahiliyah, Penerbit Gema Ilmu Yogyakarta tahun 2008, Hal. 68-69
  10. ^ Kitab Al-Atsnam min Abi al-Mundzir Hisyam bin Muhammad bin Al-Sa’b al-Kalbi (Cairo: Al-Dar al-Qaumiyah lil thaba’ah wa al-Nasyr, 1965),h.9.
  11. ^ Penggunaan Bahasa Arab, Khususnya Kata Allah, di lingkungan Kristen
  12. ^ Musa said to As-Samiri, "What caused you to do what you did? What presented such an idea to you causing you to do this?" Muhammad bin Ishaq reported from Ibnu `Abbas that he said, "As-Samiri was a man from the people of Bajarma, a people who worshipped cows. He still had the love of cow worshipping in his soul. However, he acted as though he had accepted Islam with the Children of Israel. His name was Musa bin Zafar." Qatadah said, "He was from the village of Samarra." "How As-Samiri made the Calf" written by Ibn Kathir.
  13. ^ Cerita mendalam tentang Kabbalah [pranala nonaktif permanen]
  14. ^ "...dan (Kami binasakan) kaum 'Aad dan Tsamud dan penduduk Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut." (Al-Furqan 25:38)
  15. ^ "Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk Rass dan Tsamud," (Qaf 50:12)
  16. ^ Majalah Hidayah tahun 3-edisi 32-maret 2004, "Menengok Peninggalan Raja Namrud" hal. 54-57.
  17. ^ Wilkinson, p. 24
  18. ^ Menurut Imam Bukhari, Ibnul Munzir, Ibnu Mardawaih dari Ibnu `Abbas "Kemudian berpindahlah berhala-berhala itu kepada bangsa Arab, maka jadilah Wad, nama kabilah Kalb; Suwa, nama berhala kabilah Huzail; Yagus, nama berhala kabilah Gutaif; Ya'uq nama berhala kabilah Hamdan dan Nasr adalah nama kabilah berhala kabilah Himiar". Hadits riwayat Imam Bukhari no. 4920.
  19. ^ G. Ryckmans, Les Nom Profres Sud-Semitiques, Louvain, 1934, vol. 1, p.23; Wellhausen, pp.18-19.
  20. ^ ibid., vol. iv, pp.1038-1039.
  21. ^ Buldan, vol. ii, p. 878.
  22. ^ Ishtiqaq, p.109.
  23. ^ Buldan, Vol.II, p. 512.
  24. ^ Buldan, vol.1, p. 714, vol. iv, pp.780-781.
  25. ^ Boyce (1979), p. 2
  26. ^ Verlag (2008), p. 80
  27. ^ "Memilih dan Merawat Kucing Kesayangan", Tangerang: Agromedia Pustaka,tahun 2006 karya Ir. Yuliana Susanty.
  28. ^ Al-Allamah Ali Al-Qari berkata: “Makna “saling melantunkan syair” adalah syair yang berisi tauhid, targhib (mendorong ketaatan) dan tarhib (mencela kemaksiatan) seperti syair Ibnu Rawahah.” Dia juga berkata: “Di antara “perkara jahiliyah” yang diceritakan adalah bahwa di antara mereka ada yang berkata: “Tidak ada berhala yang memberi manfaat selain berhalaku.” Yang lainnya bertanya: “Mengapa?” Ia berkata: “Aku membuat berhala dari roti. Ketika paceklik datang maka aku makan berhala itu sedikit demi sedikit.” Yang lain menimpali: “Ada 2 musang yang naik ke atas kepala berhalaku lalu mengencinginya. Maka aku berkata: “Masa ada berhala yang kepalanya dikencingi oleh binatang. Maka aku datang kepadamu wahai Nabi! Dan aku masuk islam.” Maka mereka semua tertawa dan rasuallah pun tersenyum.” (Mirqatul Mafatih: 14/17).

Referensi

Pranala luar

Lihat pula

Kembali kehalaman sebelumnya