Berhala (Islam)Dalam Islam, Berhala adalah objek berbentuk makhluk hidup atau benda yang didewakan, disembah, dipuja dan dibuat oleh tangan manusia. Sesuai dengan dua surat di dalam Al-Qur'an, yang berbunyi:
Menurut syariat Islam, pada saat menjelang waktu Yawm al-Qiyāmah, akan ada pertanda besar dari Hari Kebangkitan itu ditandai dengan adanya kaum yang akan kembali melakukan ajaran paganisme berdasarkan salah satu hadits shahih Imam Muslim.[1] Ibnu Katsir dalam kitabnya yang berjudul Qashash al-Anbiyya menuliskan bahwa, berhala yang pertama kali dibuat adalah Wadd, Suwâ’, Yaghuts, Ya`uq dan Nasr, kesemuanya adalah para ulama yang hidup pada masa antara Adam dan Nuh. Mereka semua adalah anak dari Adam, Wadd anak tertua dan paling berbakti kepada Adam.[2] Ritual terpenting dari ajaran paganisme berkaitan dengan seks dan perang.[butuh rujukan] Segala bentuk penyembahan berhala bertumpu pada pemuasan hawa nafsu dan kekuatan fisik duniawi untuk mencapai surga duniawi. Tidak ada aspek transcendental dalam semua ajaran paganisme. Sementara agama samawi menitik beratkan pencapaian tertinggi dalam kehidupan bersifat transcendental, dalam konsep kebahagiaan ruhaniyah yang abadi sesudah mati dialam akhirat. EtimologiKata berhala dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagai kata benda memiliki arti patung dewa, kemudian penggunaan kata berhala meluas menjadi makhluk/benda (matahari, bulan, malaikat, hewan) apa saja yang disembah selain perintah Allah adalah termasuk dalam kategori berhala.[3] Sedangkan kata kerja dari memberhalakan berarti memuja dan mendewakan, bisa pula dijadikan menjadi kata kerja yang artinya berbeda lagi, seperti memberhalakan sesuatu tidak selalu berarti bahwa pemujanya mengatakan “inilah Tuhan yang harus disembah”. Tidak juga berarti bahwa ia mesti bersujud dihadapannya. Kemudian kalimat memberhalakan pun meluas menjadi dapat diartikan kepada rasa suka seseorang terhadap sesuatu melebihi rasa sukanya kepada Allah. Misalnya, lebih takut kepada seseorang/ benda dibanding rasa takut kepada Allah, atau lebih mencintai seseorang/ benda dibanding cintanya kepada Allah. Makna berhala dalam Al-Qur'anKata berhala di dalam Al-Qur'an digunakan untuk mengartikan tiga istilah yang berbeda, masing-masing kata tersebut dalam al-Qur'an mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks ketika kata itu disandarkan. Kalimat-kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
Selain itu, ada sebagian kamus-kamus bahasa Arab yang menyamakan ketiga istilah tersebut sehingga makna dari ketiganya menjadi tidak jelas. Paganisme dari masa ke masaDalam sejarah penyembahan terhadap berhala (paganisme), suatu kaum tak pernah melakukannya secara langsung, melainkan secara bertahap. Kaum itu mengambil tuhan lain dan menyembah pujaannya atau patung. Di zaman Arab Jahiliyah banyak yang membuat atau mengadaptasikan keberhalaan dari kaum lain untuk mereka puja. Salah seorang pelopor pembawa ajaran keberhalaan di Jazirah Arab adalah 'Amr bin Luhay dan ia seorang pemimpin dari suku Khuza’ah. Takkala musim haji tiba, berhala-berhala itu ia berikan kepada kabilah-kabilah yang datang, lalu mereka membawa pulang berhala-berhala tersebut ke negeri mereka, sehingga setiap kabilah bahkan setiap rumah memiliki berhala. Dalam hadits shahih Imam Bukhari dikatakan bahwa berhala-berhala yang ada pada zaman Nuh akan menjadi berhala bagi Bangsa Arab setelahnya. Arab Jahiliyah (Pra Islam)Dalam kisah Al-Quran dan penelitian oleh sejarahwan terhadap sejarah perkembangan ajaran paganisme dalam abad kedua Hijriyah, mengatakan bahwa sebelum datangnya ajaran Islam, ajaran paganisme dalam bentuknya yang berbagai macam mempunyai kedudukan/ tempat yang tertinggi dikalangan orang-orang Arab. Orang-orang Arab untuk mendekatkan diri kepada dewa-dewa dalam bentuk berhala, sering melakukan persembahan kurban berupa binatang ternak terkadang pula manusia. Salah satu contoh dari kasus ini adalah Abdul Muthalib kakek dari Muhammad, hampir mempersembahkan Abdullah putranya sebagai kurban. KepercayaanDi wilayah Hijaz lainnya seperti Yatsrib dan Thaif disamping menganut paganisme, mereka juga mengenal kepercayaan dalam bentuk lain terlebih di luar wilayah tersebut. Beberapa agama yang dikenal oleh masyarakat tersebut adalah Yudaisme dan Nashrani. Menurut beberapa pendapat dikatakan bahwa masyarakat Arab yang tinggal di daerah pedalaman, menganut pula animisme dan dinamisme. Kepercayaan ini didapat pada syair-syair kuno yang menceritakan berbagai macam aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, gaya berpikir serta agama dan kepercayaan masyarakatnya.[4] Yudaisme sudah terlebih dahulu ada di beberapa wilayah Jazirah Arab, khususnya Yatsrib sebelum ajaran Islam datang. Para sejarawan menyimpulkan bahwa komunitas Yahudi yang ada di Jazirah Arab atau terlebih khusus di Yatsrib terdiri dari dua kelompok Yahudi, yaitu: Golongan keturunan Yahudi asli, mereka adalah pendatang dan Yahudi keturunan Arab yaitu orang Arab yang menganut Yudaisme. Setelah orang-orang Yahudi ini datang ke Yatsrib hadir pula dua suku Arab yang merupakan imigran dari Yaman yaitu Bani Aws dan Bani Khazraj, yang terjadi sekitar tahun 300 M. Sedangkan menurut Syaikh Sholih al Fauzaan, bangsa Arab terbagi dua golongan. Golongan pertama yang mengikuti agama-agama Yudaisme, Nasrani dan Majusi, kemudian golongan kedua mengikuti agama Hanif (ajaran Ibrahim).[5] Jenis berhalaSesembahan-sesembahan pada zaman jahiliyah inipun berbeda-beda pula antara sebutan berhala yang satu dengan yang lainnya, sebutan lainnya adalah sebagai berikut:
Nama-nama berhalaDikisahkan melalui hadits bahwa bangsa Arab Jahiliyah telah meletakkan berhala disekitar Kaabah sebanyak 360 berhala.[6] Berhala yang disembah Arab Jahiliyah itu biasanya diberi nama dengan nama-nama perempuan atau lelaki, berhala yang terkenal di antaranya adalah:
Sebenarnya keempat berhala ini hanyalah orang saleh yang pernah hidup pada zaman Ibrahim. Sesudahnya mereka meninggal, beberapa orang membuat berhala untuk menghormati orang-orang soleh itu secara berlebihan. Mereka menganggapnya sebagai anak-anak Tuhan. Tidak cukup dengan berhala-berhala besar tersebut itu saja buat orang-orang Arab guna menyampaikan sembahyang dan memberikan kurban-kurban dan sesaji, tetapi kebanyakan mereka itu mempunyai pula patung-patung dan berhala-berhala dalam rumah mereka masing-masing. Berikut adalah beberapa berhala yang tidak begitu terkenal, namanya tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an, hanya disebutkan di dalam hadits, literatur Arab klasik dan lain-lain. Diantaranya adalah:
Berhala-berhala kecil seperti Dzu al-Halaas, Dzu as-Shara, Dzu al-Kaffayn dan Dzu al-Rijl biasanya diberi nama sesuai dengan nama tempat berhala itu berada. Penduduk Ninawa (Yunus)Yunus diutus Allah untuk berdakwah di sebuah kota bernama Ninawa di kerajaan Asiria, di mana penduduknya menyembah berhala Marduk, Ishtar, Nabu, Syamas dan lainnya, sesuai dengan ajaran turun-temurun sejak zaman nenek moyang mereka. Ajaran-ajaran Yunus itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal yang baru yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Karenanya mereka tidak dapat menerimanya untuk menggantikan ajaran dan kepercayaan nenek moyang mereka, yang sudah menjadi adat kebiasaan mereka. Mereka menantang Yunus untuk menimpakan azab terhadap mereka, pada akhirnya Yunus pergi dengan marah sambil meminta Allah menghukum mereka. Sepeninggal Yunus, kaum Ninawa gelisah, karena cuaca dikota mendung gelap, binatang peliharaan gelisah, wajah mereka pucat pasi, dan angin bertiup kencang yang membawa suara bergemuruh. Mereka takut ancaman Yunus benar-benar terjadi menimpa mereka. Akhirnya mereka sadar bahwa Yunus adalah orang yang benar dan ajarannya berasal dari Allah, kemudian menyesali perbuatan mereka. Mereka lari tunggang langgang dari kota mencari Yunus sambil berteriak meminta pengampunan Allah atas dosa mereka. Allah akhirnya mengampuni mereka dan segera seluruh keadaan pulih seperti sediakala. Penduduk Ninawa kemudian tetap berusaha mencari Yunus agar ia bisa mengajari agama dan menuntun mereka di jalan yang benar. Bangsa Funisia & Bani Israel (Ilyas)Menurut buku yang berjudul Atlas Al-Quran karya Syauqi Abu Khalil, Ilyas diutus oleh Allah kepada Bangsa Funisia di daerah Ba'albek kota Funisia (Phoenisia), yang terletak di daerah sebalah barat Damaskus, yang kini masuk wilayah Libanon. Kaumnya menyembah berhala bernama Ba'al, yang berbentuk wanita. Ilyas berulang kali memperingatkan kaumnya, namun mereka tetap ingkar. Karena itulah Allah menurunkan musibah kekeringan selama bertahun-tahun, sehingga mereka baru tersadar. Setelah kaumnya sadar, Ilyas berdoa kepada Allah agar musibah kekeringan itu dihentikan. Namun setelah musibah itu berhenti dan perekonomian mereka memulih, mereka kembali mempraktikkan politeisme. Akhirnya kaum Ilyas kembali ditimpa musibah yang lebih berat daripada sebelumnya, yaitu dengan azab kekeringan yang panjang. Kemudian pada tahun 323 SM – 64 SM oleh Bangsa Yunani nama kota Ba'albek diubah menjadi “Heliopolis” (Kota Matahari). Pada tahun 64 SM, kota ini menjadi koloni Bangsa Romawi pada masa pemerintahan Julius Caesar. Dalam masa pendudukan bangsa ini, kuil-kuil batu dibangun didedikasikan untuk dewa mereka, yaitu Jupiter. Kaum Saba' (Sulayman)Kisah penyembahan Kaum Saba' terhadap matahari dan bulan, berdasarkan berita yang dibawa oleh burung hud hud, yang pernah melintasi daerah Yaman Selatan. Saba adalah nama kerajaan pada zaman dahulu, dengan ibu kotanya Ma'rib yang letaknya dekat kota Shan'â ibu kota Yaman sekarang. Kisah tersebut tercantum dalam Surat An Naml 20-44. Burung Hud berkata kepada Sulayman bahwa ia melihat kaum Saba' menyembah matahari, selain Allah; kemudian syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka. Kemudian Sulayman tidak lantas mempercayai kabar burung Hud tersebut, lalu memerintahkan burung Hud agar membawa surat dan menjatuhkan surat tersebut kepada Ratu Balqis. Surat itu berisikan ajakan untuk berserah diri kepada Sulayman untuk tunduk dan meyakini Allah sebagai Sang Penguasa alam semesta. Setelah ada pertemuan antara Balqis dan para pembesar istana Saba, mereka berencana untuk mengirimkan hadiah kepada Sulayman. Penelitian yang dilakukan terhadap reruntuhan mengungkapkan bahwa seorang ratu yang pernah berada di kawasan ini hidup antara 1000 - 950 SM dan ia pernah melakukan perjalanan ke Utara menuju Jerusalem. Pada akhirnya Ratu Balqis pun berserah diri kepada Sulayman, menurut kisah lain dikatakan bahwa Balqis pada akhirnya menjadi istri Sulayman. Namun di kalangan masyarakat Quraisy tidak ada catatan khusus tentang kepercayaan penyembahan terhadap matahari dan bulan tersebut. Bani Israel (Musa)Salah seorang umat Nabi Musa yang memiliki ilmu sihir adalah Musa bin Zafar[12] alias Samiri, ia dikisahkan pernah membuat patung anak sapi betina terbuat dari emas. Samiri telah membuat berhala itu untuk bani Israel, selama Musa pergi untuk mendapatkan wahyu. Oleh Samiri dimasukkan segumpal tanah, diyakini tanah itu bekas dilalui tapak kaki kuda malaikat Jibril ketika Musa dan pengikutnya menyeberangi Laut Merah. Sehingga mulut sapi betina itu bisa mengeluarkan suara. Samiri membuat patung tersebut terpengaruh oleh agama/budaya Mesir Kuno, ia meniru dewa Hathor, adalah salah satu dewi Mesir kuno, disembah sebagai sapi dewata dari akhir 2700 S.M. selama dinasti kedua.[13] Penduduk Rass, Madyan & Aykah (Syuʿaib)Kaum Rass adalah kaum penyembah berhala, nama kaum ini diambil dari nama sebuah telaga, yaitu "Rass" yang sudah kering airnya. Mereka adalah penduduk salah sebuah kampung yang terletak di sebuah daerah di Yamamah yang bernama Falaj, Tsamud. Mereka menyembah pohon sanobar, yang diberi nama Syah Dirakht, secara bahasa memiliki arti "Raja Pohon." Orang yang pertama kali menanam pohon itu adalah Yafith bin Nuh pasca badai topan di tepian mata air yang diberi nama Rowsyan Oub. Mereka telah diutus seorang nabi yang bernama Hanzalah bin Sofuan, namun mereka mendustakannya, hingga mereka berhasil membunuh dan mencampakkannya ke dalam telaga. Setelah mereka berhasil membinasakan nabi itu, maka kampung ini menjadi kemarau yang dahsyat, sehingga kaum ini lenyap dari muka bumi. Dalam Al-Qur'an, Ashab al-Rass atau penduduk Rass ini disebutkan sebanyak dua kali. Masing-masing terdapat pada surah Al-Furqan[14] dan surah Qaf.[15] Sedangkan penduduk Madyan dan Aykah adalah kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai. Aykah ialah sebuah tempat yang berhutan di daerah Madyan, kemudian tempat itu dijadikan sesembahan oleh mereka, mereka menyembah sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan. Dewa yang mereka sembah selain Aykah adalah Ba'al serta Asyera. Dikatakan bahwa Syuʿaib diutus oleh Allah kepada tiga kaum tersebut, yang kemudian dalam kisahnya mereka telah hancur karena bencana melalui do'a Syuʿaib. Bangsa Kaldeā (Ibrahim)Pada zaman kerajaan Babilonia yang dipimpin oleh Namrudz menganut politeisme dan disimbolkan dengan banyaknya berhala-berhala untuk di sembah. Berhala paling terkenal yang disembah oleh Bangsa Kaldeā pada zaman ini, adalah Marduk dan Nabu, yang dianggap sebagai anak Marduk. Berhala itu terletak di Gunung Namrudz di Abu al-Gharab, Iraq.[16] Kemudian ada pula berhala Tuhan yang mereka anggap paling penting, Śïn yaitu dewa bulan. Tuhan mereka ini digambarkan sebagai seorang manusia yang berjenggot panjang, memakai pakaian panjang membawa bulan sabit diatasnya. Mereka membuat hiasan gambar-gambar secara timbul dan pahatan-pahatan (patung) dari tuhan mereka dan itulah yang mereka sembah. Kemudian Syamas dewa matahari dan Ishtar dewi kesuburan, cinta, perang, dan seks.[17] Hal ini merupakan sistem kepercayaan yang tersebar luas ketika itu, yang mendapatkan tempat persemaiannya di Timur Dekat, di mana keberadaannya terpelihara dalam jangka waktu yang lama. Orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut terus menyembah tuhan-tuhan tersebut hingga sekitar tahun 600 M. Sebagai akibat dari kepercayaan itu, banyak bangunan yang dikenal dengan nama ziggurat yang dahulu kala digunakan sebagai observatorium (tempat penelitian bintang-bintang) sekaligus sebagai kuil, tempat peribadatan yang dibangun terbentang sejak dari Mesopotamia hingga ke kedalaman Anatolia, disinilah beberapa tuhan, terutama dewa(i) rembulan yang bernama "Sin" disembah oleh orang-orang ini. Pada saat itu Ibrahim menghancurkan berhala dengan kapaknya. Ironisnya ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang pembuat berhala. Risalah Ibrahim di Kaldeā ini bertujuan menyebarkan paham tauhid dan mengikis praktik-praktik pemujaan terhadap dewa-dewa. Dalam buku Sejarah Nabi-nabi Allah, Ahmad Bahjat, mengungkapkan bahwa saat itu Ibrahim menghadapi tiga kelompok penyembah berhala. Kelompok penyembah berhala itu menurut Ahmad Bahjat di antaranya adalah:
ʿĀd (Hud)Hud di utus di tengah suku ʿĀd, mereka suka membuat patung-patung dan mereka beri nama Shamud dan Al-Hattar. Patung-patung itu yang disembah sebagai tuhan mereka, yang menurut kepercayaan mereka, dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Kenikmatan hidup yang mereka terima, dianggap sebagai karunia dari berhala tersebut. Tanah yang subur dan menghasilkan hasil tanaman yang melimpah ruah. Karenanya mereka tidak putus-putus bersujud kepada berhala itu dan mensyukurinya sambil memohon perlindungannya dari segala bahaya dan mushibah berupa penyakit atau kekeringan. Bani Rasib (Nuh)Menurut kisah dari Ibnu Abbas, awal mula munculnya penyembahan terhadap berhala terjadi pada zaman Nuh. Asal muasal nama-nama berhala itu diambil dari nama-nama ulama mereka yang pernah hidup bersama mereka sebelumnya. Dengan dalih untuk mengenang keshalihan dan jasa-jasa mereka serta untuk memacu semangat peribadatan umat ketika itu, maka dibuatlah patung, gambar, simbol-simbol visualisasi fisik mereka. Namun lambat laun dengan bergantinya generasi, patung-patung itu justru disembah dan dijadikan sebagai sosok tuhan. Pada masa Nuh berhala yang disembah adalah:[18]
Tiap-tiap kabilah mempunyai berhala yang mereka sembah, akan tetapi berhala-berhala itu mempunyai kedudukan yang berbeda-beda. Penyembahan berhala-berhala itu kemudian turun, yakni berpindah kepada bangsa Arab. Maka terdapat pulalah pada bangsa Arab berhala-berhala yang dinamai dengan nama-nama yang pernah dipakai oleh kaum Nuh itu. Penyembahan lainnyaPenyembahan bintangBintang-bintang merupakan unsur yang sangat penting bagi masyarakat di Jazirah Arab, khususnya membantu mereka dalam menunjukkan arah dalam perjalanan di malam hari. Namun, pada perjalanannya, bintang-bintang ini menjadi sesuatu yang dianggap sakral dan memiliki unsur-unsur ketuhanan. Setelah hal tersebut maka lahirlah agama penyembahan terhadap bintang ini dan menyebar di beberapa wilayah di Jaziran Arab. Agama ini umumnya dianut oleh kaum Haran, Bahrain dan beberapa wilayah pedalaman. Ajaran tersebut dibawa oleh Abu Kabsyah ke Mekkah, ia menyembah bintang Syara. Ajarannya diikuti oleh Bani Lakhm dan Bani Khuza’ah. Namun orang-orang Quraisy secara umum tidak terlalu tertarik dan hanya sedikit saja yang menganutnya. Berkaitan dengan hal ini, Nabi Muhammad pernah diejek dengan julukan Ibnu Abu Kabsyah (putra Abu Kabsyah) karena ajaran Islam dianggap sama menyimpangnya dengan ajaran Abu Kabsyah tersebut, dan bertentangan dengan kepercayaan masyarakat Quraisy secara keumuman. Penyembahan apiAjaran ini merupakan ajaran yang lahir dari negeri Persia, sekitar 1700 SM[25] - 500 SM[26] yang bernama Majusi atau yang lebih terkenal dengan sebutan Zoroastrianisme. Ajaran ini meyakini kekuatan keseimbangan yang memengaruhi alam semesta, dan kekuatan yang tertinggi dalam ajaran tersebut adalah kekuatan kebenaran, yang dilambangkan dengan api sebagai cahaya, dan kekuatan kejahatan yang dilambangkan dengan kegelapan. Pada praktiknya, mereka memuja api sebagai tuhan mereka dan memiliki api abadi yang selalu dijaga agar tidak padam. Ajaran Majusi aliran zindiq menyebar di Makkah dari daerah Hirah. Orang Quraisy yang dikenal menganut ajaran ini adalah Arqa’ bin Habis dan Abu Suud. Sementara penganut Majusi di wilayah Tamim yang cukup dikenal adalah Zurarah at-Tamimi dan anaknya yang bernama Hajib bin Zurarah. Ajaran ini menyebar pula di wilayah Hajar dari Bahrain. Penyembahan hewanBangsa Mesir kuno menyembah beberapa hewan yang mereka yakini sebagai perwujudan dari tiap-tiap dewa tertentu. Hewan-hewan itu dipilih berdasarkan dari tanda-tanda suci tertentu yang diyakini menunjukkan peran tepat untuk hewan tersebut. Beberapa hewan yang dikultuskan akan dipertahankan sebagai dewa sampai akhir hidupnya, seperti banteng Apis yang disembah di Memphis dan dianggap sebagai perwujudan dari Ptah. Sedangkan hewan lainnya dipilih untuk periode yang jauh lebih singkat. Pengkultusan ini kemudian tumbuh lebih populer di kemudian waktu, dan banyak tempat peribadatan mulai menaikkan saham dari hewan-hewan tersebut yang ditunjuk sebagai penjelmaan dewa. Praktik yang terpisah dikembangkan dalam Dinasti ke-dua puluh enam, ketika orang mulai memumikan setiap anggota suatu spesies hewan tertentu sebagai korban kepada dewa yang mewakili spesies tersebut. Jutaan mumi kucing, burung, dan hewan lain dimakamkan di kuil-kuil untuk menghormati para dewa Mesir. Untuk mendapatkan mumi dari hewan yang terkait dengan dewa tersebut, para penyembah biasa membayar kepada pendeta dari dewa tertentu, yang kemudian mumi itu akan ditempatkan dalam pemakaman dekat pusat kultus dewa. Penyembahan terhadap kucing yang dianggap oleh Bangsa Mesir kuno sebagai Dewi Kucing Bastet terjadi pada Dinasti kedua Mesir. Hal ini terbukti saat ditemukan 300.000 mumi di kuil Bast. Bastet dilambangkan dengan tubuh wanita dengan kepala kucing yang diartikan sebagai dewi kesuburan, kehidupan dan kematian. Bangsa Mesir kuno juga percaya, bahwa kucing memiliki kekuatan magis untuk melihat kebenaran dan kehidupan. Menurut seorang pakar kucing, Bangsa Mesir kuno itu menganggap kucing sebagai penyelamat wabah yang disebarkan oleh tikus. Setelah tikus musnah karena dimangsa oleh kucing, maka wabah menjangkiti kawasan tersebut lenyap. Berkat jasa kucing, penduduk Mesir yang masih menyembah berhala menganggap kucing sebagai dewa penolong bagi mereka.[27] Penyembahan makananSuku Baduy yang hidup nomaden, biasa membuat berhala dari kue atau roti, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh klan Bani Hanifah. Mereka membuat patung dari kurma yang dicampur dengan minyak samin. Lalu mereka menyembahnya hingga waktu yang lama, tetapi ketika mendapat musibah, mereka menganggap Tuhan mereka telah gagal. Lalu memakan berhala itu, sebagian untuk diri mereka sebagian lagi dipersembahkan kepada berhala lain. Namun ketika mereka merasa lapar, mereka akan kembali dan memakannya sambil berkata bahwa berhala itu tidak mampu menjaga bagiannya. Kebiasaan ini sering pula dilakukan oleh Umar bin Khattab ketika ia belum memeluk Islam.[28] Kepercayaan para pagan di dalam Al Qur'anAllah mengumpamakan kepercayaan orang-orang musyrik terhadap kekuatan berhala-berhala yang disembahnya sama dengan kepercayaan laba-laba terhadap kekuatan sarangnya, seperti termaktub dalam surah Al 'Ankabuut (laba-laba) pada ayat 41 surat ini, di mana Allah mengumpamakan penyembah-penyembah berhala-berhala itu, dengan laba-laba yang percaya kepada kekuatan rumahnya sebagai tempat ia berlindung dan tempat ia menjerat mangsanya, jikalau dihembus angin atau ditimpa oleh suatu barang yang kecil saja, sarang itu akan hancur. Surah Al 'Ankabuut: 41.
Catatan kaki
Referensi
Pranala luar
Lihat pula |