Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan IndonesiaBadan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia, yang biasa disingkat menjadi Baperki adalah sebuah organisasi massa yang didirikan pada suatu pertemuan di Gedung Sin Ming Hui di Jakarta pada 13 Maret 1954. Pertemuan ini dihadiri oleh 44 orang peserta, kebanyakan dari mereka merupakan wakil dari berbagai organisasi Tionghoa, seperti PERWITT (Persatuan Warga Indonesia Turunan Tionghoa) yang terbentuk di Kediri, PERWANIT (Persatuan Warga Indonesia Tionghoa) yang berdiri di Surabaya dan PERTIP (Perserikatan Tionghoa Peranakan) yang berdiri di Makassar. Semua peserta adalah peranakan Tionghoa yang umumnya berpendidikan Belanda. Sebagian besar dari mereka berasal dari Jawa, tetapi ada pula sebagian yang berasal dari luar Jawa, seperti Padang, Palembang, dan Banjarmasin. Mereka mewakili semua spektrum politik di Indonesia saat itu, antara lain tokoh-tokoh golongan kanan, seperti Khoe Woen Sioe, Tan Po Gwan, Auw Jong Peng Koen, Tan Siang Lian, tokoh-tokoh golongan kiri, seperti Siauw Giok Tjhan, Go Gien Tjwan dan Ang Jan Goan, dan mereka yang bergaris netral, seperti Thio Thiam Tjong, Oei Tjoe Tat, Yap Thiam Hien, Ong King Djoen, Tan Eng Tie, Lim Tjong Hian dan Liem Koen Seng. Ketua Baperki yang terpilih saat rapat pembentukannya adalah Siauw Giok Tjhan, seorang wartawan dan aktivis politik pada masa itu, sementara wakil ketuanya adalah Oei Tjoe Tat, Khoe Woen Sioe, The Pek Siong, dan Thio Thiam Tjong. TujuanTujuan semula pembentukan Baperki adalah menggalang kesatuan kekuatan Tionghoa di seluruh Indonesia, namun kemudian Siauw Giok Tjhan, salah seorang tokoh organisasi ini menyadari bahwa masyarakat luas akan menganggap organisasi ini hanya memperjuangkan kepentingan masyarakat Tionghoa semata-mata. Karena itu, ketika Baperki Cabang Jakarta dibentuk pada 14 Maret 1954, Siauw mendorong sahabat dekatnya, Sudarjo Tjokrosisworo untuk menjadi ketuanya. Aktivitas politikBaperki ikut serta dalam Pemilu 1955 untuk memilih anggota DPR pada tanggal 29 September 1955 dan anggota Konstituante pada 15 Desember 1955. Dalam kedua pemilu ini, Baperki memperoleh 178.887 untuk DPR dan 160.456 untuk Konstituante, atau 70% suara dari golongan Tionghoa di Jawa. Dengan jumlah suara sebanyak ini, Baperki berhasil memperoleh satu kursi di DPR dan mendudukkan Siauw Giok Tjhan sebagai wakilnya. Untuk Konstituante, Baperki diwakili oleh Siauw Giok Tjhan, Oei Tjoe Tat, Yap Thiam Hien, Go Gien Tjwan, Liem Koen Seng, Oei Poo Djiang, Jan Ave dan C.S. Richter. Dua nama terakhir adalah wakil-wakil Baperki untuk golongan Indo. Setelah tragedi 30 September 1965, Baperki dibubarkan oleh pemerintah Orde Baru karena dianggap onderbouw Partai Komunis Indonesia. Sejumlah aktivisnya, seperti Siauw Giok Tjhan dan Oei Tjoe Tat dijebloskan ke penjara tanpa pernah diadili. Aktivitas sosialSelain aktif dalam kegiatan politik, Baperki juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, khususnya di dunia pendidikan. Beberapa cabang Baperki sudah mulai menyelenggarakan program pendidikan dasar sejak akhir tahun 1956. Pada 8 Februari 1958, Baperki mendirikan Jajasan Pendidikan dan Kebudajaan yang diketuai oleh Siauw Giok Tjhan. Baperki berhasil memiliki gedung-gedung sekolah Tionghoa yang banyak ditutup sejak 1957. Karena itu, pada 1960, Baperki telah memiliki 96 gedung sekolah, sebagian besar sekolah dasar dan menengah. Pada tahun 1961, jumlah sekolah Baperki telah mencapai 107 buah, yaitu 27 buah di Jakarta, 17 di Jawa Barat (dan Banten), 12 di Jawa Tengah, 33 di Jawa Timur, 4 di Sumatera Selatan (dan Lampung), 10 di Sumatera Utara, 1 di Bali, dan 2 di Sulawesi. Pada tahun 1958 Jajasan Pendidikan dan Kebudajaan Baperki mulai berpikir untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi. Maka pada tahun itu dibukalah Akademi Fisika dan Matematika yang tujuan utamanya adalah mendidik guru-guru sekolah menengah. Setelah itu, pada 1959, dibuka pula Kedokteran Gigi (September), dan Teknik (November). Pada 1962 dibuka Fakultas Kedokteran dan Sastra. Rektor pertama Universitas Baperki ini adalah Ferdinand Lumban Tobing, seorang dokter yang pernah menjadi menteri dalam beberapa kabinet pada masa demokrasi parlementer. Pada 1962, nama Universitas Baperki diubah menjadi Universitas Res Publica yang biasa disingkat sebagai URECA, dengan cabang-cabang di berbagai kota di Jawa dan Sumatra. Setelah peristiwa G30S, Universitas Res Publica ditutup, dan gedungnya diambil alih oleh pemerintah. URECA di Jakarta dan Surabaya kemudian dibuka kembali dengan kepengurusan yang baru, dengan nama Universitas Trisakti dan Universitas Surabaya. Rujukan
|