Angkatan Laut Kerajaan MalaysiaAngkatan Laut Kerajaan Malaysia (bahasa Melayu: Tentera Laut Diraja Malaysia; TLDM; Jawi: تنترا لاءوت دراج مليسيا), adalah cabang Angkatan Tentara Malaysia yang bertanggungjawab atas operasi dan pertahanan maritim Malaysia. Saat ini TLDM merupakan angkatan laut terbesar ke-6 di kawasan Asia Tenggara. Tugas dan fungsi pokok TLDM adalah menjaga perairan pantai dan teritorial, kepentingan strategis, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), pulau-pulau teritorial, dan melawan tindak kejahatan di laut. Wilayah maritim Malaysia yang menjadi tanggung jawab TLDM adalah seluas 603.210 km² (hampir dua kali lipat luas daratan Malaysia yang seluas 329.860 km²), mencakup kawasan perairan pantai dan zona ekonomi eksklusif. Termasuk pula tanggung jawab mengawasi Alur Perhubungan Laut Utama (Sea Lines of Communications - SLOC) di Selat Malaka dan Selat Singapura. TLDM juga memiliki tanggung jawab mengawasi kepentingan Malaysia di kawasan-kawasan tumpang tindih seperti di perairan Spratly. Kehadiran TLDM juga dapat dilihat di kancah internasional yaitu dalam mengamankan kapal-kapal internasional yang melintas di perairan Teluk Aden. Dengan kekuatan yang ada pada saat ini, TLDM masih memerlukan penambahan armada kapal dan perlengkapan militer lainnya serta peningkatan sistem berteknologi mutakhir hingga mampu mencapai kondisi terbaik. Semua kapal perang TLDM yang masih dinas aktif diberi awalan nama KD yang merupakan singkatan dari Kapal Diraja (Kapal kerajaan). SejarahTentera Laut Simpanan Sukarelawan Negeri-Negeri SelatTentara Laut Diraja Malaysia berawal dari pembentukan Tentera Laut Simpanan Sukarelawan Negeri-Negeri Selat atau Straits Settlement Naval Volunteer Reserve (SSNVR) di Singapura pada tanggal 27 April 1934 oleh Pemerintah Kolonial Inggris yang berkuasa di Malaya pada masa itu. SSNVR dibentuk untuk mendukung Angkatan Laut Kerajaan Inggris dalam mempertahankan Singapura menghadapi ekspansi Kekaisaran Jepang. Pada tahun 1938, SSNVR menambah kekuatan dengan mendirikan di Penang. Pada tanggal 18 Januari 1935, Pemerintah Kolonial Inggris memberikan HMS Laburnum, sebuah kapal korvet kelas Acacia, kepada Singapura untuk dipergunakan sebagai kapal utama, sekaligus kapal latih, oleh SSNVR. Korvet ini berlabuh di dermaga Teluk Ayer. Pada Februari 1942, saat Bala Tentara Jepang berusaha menguasai Singapura, kapal ini berhasil ditenggelamkan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Peristiwa itu merupakan salah satu awal dari dimulainya Perang Dunia II di Palagan Pasifik. Dengan meletusnya Perang Dunia II di Palagan Eropa, SSNVR meningkatkan jumlah perekrutan personel pribumi untuk mengganti personel Angkatan Laut Kerajaan Inggris yang dikirim ke Palagan Eropa. Para anggota SSNVR telah ditetapkan untuk berdinas dan diperkuat oleh personel Royal Navy Malay Section. Hal ini membentuk cikal bakal tentara matra laut, yang disebut Angkatan Laut Melayu, yang diawaki oleh orang Melayu asli (hal ini sebagaimana yang terjadi tahun 1936 di mana orang-orang Melayu direkrut menjadi cikal bakal Resimen Malaya). Pasukan ini berkekuatan sekitar 400 orang yang dilatih di kapal HMS Pelandok, sebuah kapal latih milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris di Malaya. Perekrutan semakin meningkat dan pada tahun 1941, saat pecah perang besar di Asia, kekuatan pasukan ini telah menjadi 1450 orang. Selama Perang Dunia II, Angkatan Laut Malaya bertugas bersama Pasukan Sekutu dalam Palagan Pasifik di sejumlah kawasan di Samudera Pasifik dan Samudra Hindia. Ketika perang berakhir, yang ditandai dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu pada tahun 1945 (yang kemudian ditetapkan secara resmi dalam Perjanjian San Francisco), personel Angkatan Laut Melayu tercatat hanya tinggal 600 orang. Tahun 1947, Angkatan Laut Malaya dibubarkan sebagai akibat dari kelesuan ekonomi pasca perang. Pasca Perang Dunia IIPada tanggal 24 Desember 1948 Angkatan Laut Malaya (Malayan Naval Force atau MNF) kembali diaktifkan pada saat terjadi Kedaruratan Malaya, di mana pecah pemberontakan bersenjata yang dilancarkan oleh Partai Komunis Malaya melawan pemerintah kolonial Inggris di Semenanjung Melayu. Angkatan Laut Malaya (MNF) resmi dikukuhkan pada tanggal 4 Maret 1949 oleh pemerintah kolonial dan berpangkalan di bekas Pangkalan Radio Angkatan Udara Inggris di Woodlands, Singapura. Pada awalnya pangkalan ini dinamai MNF Barracks, tetapi kemudian hari diubah namanya menjadi HMS Malaya. Misi utama MNF adalah mengawasi wilayah pesisir Semenanjung Melayu untuk mengantisipasi bantuan kepada pemberontak Komunis memalui jalur laut. Selain itu juga bertugas mengamankan alur pelayaran ke Singapura dan pelabuhan-pelabuhan lain. Angkatan Laut Malaya dibekali dengan kapal HMS Test, sebuah fregat kelas River, yang juga dipergunakan sebagai kapal latih. Kemudian pada tahun 1950, kekuatan MNF semakin bertambah dengan hadirnya sejumlah kapal lainnya dalam jajarannya, yaitu HMS Laburnum (kapal penyebar ranjau laut eks AL Jepang), HMS Pelandok (kapal LCT), HMS Panglima (kapal penangkap ikan), HMS Simbang (kapal torpedo), dan beberapa kapal kecil lainnya. Pada tahun 1952, oleh sebuah Ordonansi (peraturan Kerajaan Inggris) di Singapura, Angkatan Laut Malaya ini dibentuk kembali sebagai kekuatan gabungan yang terdiri dari Divisi Singapura dan Divisi Federasi. Penganugerahan Nama "Diraja"Pada bulan Agustus 1952, Ratu Elisabeth II, menganugerahkan gelar Diraja kepada Angkatan Laut Malaya, sehingga sebutan resmi angkatan ini pun berubah menjadi Tentara Laut Diraja Malaya (Royal Malayan Navy). Penganugerahan ini sebagai penghargaan atas jasa bakti yang cemerlang pada saat pecah Kedaruratan Malaya. Setelah itu, kapal-kapal milik Tentara Laut Diraja Malaya diberi nama awalan HMMS atau Her Majesty's Malayan Ship. Periode Kemerdekaan MalaysiaSegera setelah Federasi Malaya (Persekutuan Tanah Melayu) memperoleh kemerdekaan pada 31 Agustus 1957, pihak Malaya berhasil bernegosiasi dengan Pemerintah Inggris terkait status Angkatan Laut Malaya. Pada 12 Juli 1958 Pemerintah Inggris memindahtangankan status Tentara Laut Diraja Malaya Britania Raya (British Royal Malayan Navy) kepada Persekutuan Tanah Melayu yang baru saja dimerdekakan. Dengan penaikan panji Tentara Laut Diraja Malaya menandakan telah ditetapkannya tugas dan tanggung jawab untuk menjaga perairan Federasi Malaya. Panji Tentara Laut Diraja Malaya berwarna putih, merupakan pengganti dari panji Union Flag milik Inggris yang sebelum terpasang di setiap kapal milik Tentara Laut Diraja Malaya Britania Raya. Maka sejak saat itu, Tentara Laut Diraja Malaya menjadi milik Federasi Malaya. Sebutan "Diraja" dalam nama Tentara Laut Diraja Malaya merujuk pada Yang di-Pertuan Agong yang menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Malaysia. Tentara Laut Diraja Malaya saat itu memikul tanggung jawab hanya dengan sebuah kapal operasional yaitu HMMS Malaya (yang juga dipakai sebagai kapal latih), beserta sebuah armada kecil yang terdiri dari 1 kapal LCT, 2 kapal pengapu ranjau kelas Ham, 1 kapal penyebar ranjau, dan 7 kapal patroli kecil. Seluruh unit kapal tersebut merupakan pemberian dari AL Kerajaan Inggris. Pada tanggal 16 September 1963, nama Tentara Laut Diraja Malaya diubah menjadi Tentara Laut Diraja Malaysia, atau disingkat TLDM, mengikuti pembentukan negara Malaysia. TLDM secara bertahap memperkuat alutsista setelah pembentukan Malaysia. 18 kapal patroli kelas Keris dipesan dari Vospers, sebuah galangan kapal di Inggris. Kekuatan alutsista ini menjadi kekuatan utama TLDM pada beberapa tahun kemudian. Kapal sepanjang 103 kaki (31 meter) dilengkapi dengan mesin diesel Maybach dan mampu dipacu hingga 27 knot (50 km/jam). Meski demikian, kapal-kapal patroli kelas Keris ini hanya dijadikan kapal penjaga pantai karena ketahanannya yang lemah. Kemudian pada tahun 1967 kekuatan alutsista TLDM menjadi lebih kuat saat hadirnya 4 kapal serang cepat Brave kelas Perkasa buatan Vospers, Inggris. Kapal ini ditenagai dengan 3 mesin turbin gas Rolls-Royce Marine Proteus sebagai mesin utama dan 2 mesin diesel tambahan untuk keperluan jelajah dan manuver. Persenjataan kapal perang kelas Perkasa milik TLDM ini ialah 4 torpedo 21 inch, 1 meriam bofors 40mm di haluan, dan 1 meriam 20mm di buritan. Kecepatan maksimal ialah 54 knot (1000 km/jam) dengan 3 baling-baling. Pada tahun 1964, AL Inggris menghibahkan kapal fregat kelas Loch, HMS Loch Insh, kepada TLDM yang kemudian diubah namanya menjadi KD Hang Tuah. Sebutan KD di awal nama kapal TLDM adalah singkatan dari Diraja. Nama Hang Tuah diambil dari salah satu pahlawan legendaris rumpun Melayu. Pada tahun 1965 KD Hang Tuah sempat diturunkan bertugas saat terjadi Konfrontasi Indonesia-Malaysia di Tawau, menggantikan kapal AL Inggris, HMS Yarra. KD Hang Tuah berdinas aktif di TLDM hingga dipensiunkan pada tahun 1970an yang kemudian dibesituakan. Sejumlah kapal perang TLDM lain yang telah dipensiunkan kemudian dijadikan monumen. Pengunjung dan wisatawan dapat mengunjunginya di Bandar Hilir, Melaka, atau di Pangkalan TLDM di Lumut. Malaysianisasi Angkatan LautSetelah Konfrontasi Indonesia-Malaysia berakhir pada tahu 1966, Tunku Abdul Rahman dan sejumlah petinggi Malaysia lainnya memutuskan untuk mengganti pejabat-pejabat puncak di jajaran angkatan laut dan angkatan udara dengan orang Malaysia sendiri (baca: Malaysianisasi). Pada awalnya jabatan panglima Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) dan Tentera Udara Diraja Malaysia (TUDM) tersebut ditawarkan kepada 2 orang jenderal dari Tentera Darat Malaysia (TDM) namun kemudian ditolak oleh 2 orag jenderal AD tersebut. Penolakan ini berdasarkan dua alasan yaitu ke-2 jenderal AD itu merasa tidak memiliki kualifikasi profesional untuk jajaran AU atau AD dan mereka berdua tidak mau mempertaruhkan karier mereka sendiri di dalam AD Malayasia. Tunku Abdul Rahman dan para sejawatya itu akhirya memutuskan untuk memilih 2 perwira, satu dari TLDM dan satu dari TUDM, yang kemudian diangkat menjadi kepala masing-masing angkatan. Khusus untuk AL, akhirnya dilantiklah Laksamana Muda Datuk K. Thanabalasingam sebagai Panglima TLDM. Datuk K. Thanabalasingam adalah orang Malaysia kelahiran Srilanka tahun 1936. Tunku Abdul Rahman dan para sejawatnya sesungguhnya sempat mempertimbangkan perihal usia Laksamana Datuk K. Thanabalasingam tetapi bagaimanapun tetap memutuskan tersebut meski hal itu tetap memiliki risiko. Hal ini menjadi catatan sejarah tersendiri bagi Malaysia yang tidak hanya untuk pertama kalinya orang Malaysia menjabat sebagai panglima TLDM melainkan juga karena usia sang panglima yang masih seorang lajang berusia 31 tahun. Dibawah kepemimpinan Thanabalasingam, dengan garis haluan dan arahan masa depan dari Tunku Abdul Rahman, secara bertahap TLDM ditransformasikan dari angkatan laut perairan pantai (brown water navy) menjadi angkata laut perairan samudera (blue water navy). Periode Tahun 1970-an Hingga KiniTahun 1972 KD Rahmat (F24) memperkuat jajaran armada kapal perang TLDM. Kapal ini sebelumya bernama KD Hang Jebat. Perubahan nama dari KD Hang Jebat menjadi KD Rahmat dikarenakan adanya permasalahan pada sistem penggerak kapal (propulsi) saat dilakukan uji kelaikan kapal. KD Rahmat (F24) adalah kapal fregat patroli ringan berbobot 2.300 ton dan dibangun oleh galangan kapal Yarrow untuk TLDM. KD Rahmat (F24) merupakan kapal perang pertama milik TLDM yang dilengkapi dengan rudal Sea Cat buatan Inggris. KD Rahmat (F24) kemudian dipensiunkan dari dinas aktif pada tahun 2004. Pada tahun 1977, TLDM memperoleh kapal fregat HMS Mermaid dari AL Inggris untuk menggantikan KD Hang Tuah yang dipensiunkan dan dibesituakan. Kapal bekas AL Inggris ini juga dimanai KD Hang Tuah namun tetap mempertahankan nomor lambung HMS Mermaid yaitu F72. KD Hang Tuah (F27) merupakan sebuah fregat patroli ringan dengan bobot 2.300 ton yang dipersejatai dengan meriam kembar 102mm. Secara bertahap, peran KD Hang Tuah (F72) dikembalikan perannya sebagai kapal latih bagi TLDM dan status itu terus melekat hingga kini. Di era tahun 1970an hingga 1980an, TLDM menambah kekuatan satuan armada kapal perangnya dengan membeli beberapa tipe kapal serang berpeluru kendali. Di antaranya ialah 4 kapal serang kelas Combattante II dari Prancis dan 4 kelas Spica M dari Swedia. Kedua kelas kapal tersebut dilengkapi dengan rudal anti kapal permukaan Exocet MM38 buatan Prancis. TLDM juga memperoleh 2 kapal patroli lepas pantai (Offshore Patrol Vessel / OPV) kelas Musytari, yang berbobot 1.300 ton, buatan Korea Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan armada kapal pendarat maka TLDM juga membeli dari AL Amerika Serikat sejumlah kapal LST (Landing Ship Tank) peninggalan era Perang Dunia II. Kapal-kapal LST bekas dari AL Amerika Serikat tersebut adalah KD Sri Langkawi (A1500) eks USS Hunterdon County (LST-838), KD Sri Banggi (A1501) eks USS Henry County (LST-834), dan KD Rajah Jarom (A1502) eks USS Sedgwick County (LST-1123). Kemudian juga ada KD Sri Indera Pura (A1505) eks USS Spartanburg County (LST-1192), sebuah LST kelas Newport. Selain itu juga didatangkan kapal dengan bobot mati 4.300 ton sebagai kapal bantuan multifungsi untuk angkutan lintas laut, yaitu KD Sri Indera Sakti (A1503) dan KD Mahawangsa (A1504). Selain itu juga ada satuan kapal penyapu ranjau kelas Mahamiru sebanyak 4 unit, yaitu KD Mahamiru (11), KD Jerai (12), KD Ledang (13), dan KD Kinabalu (14). Kapal-kapal penyapu ranjau tersebut merupakan buatan Italia berdasarkan kapal kelas Lerici, tetapi dengan bobot mati 610 ton. Sementara untuk keperluan hidrografi, TLDM mengoperasikan KD Perantau dan KD Mutiara. Untuk satuan udara, TLDM membeli sejumlah helikopter Westland Wasps, bekas pakai AL Inggris. Empat kapal TLDM telah dihapus dari inventori armada kapal perang TLDM dan diserahkan kepada Penjaga Pantai Malaysia (Malaysian Maritime Enforcement Agency). Kapal-kapal tersebut adalah 2 kapal patroli, KD Lembing dan KD Sri Melaka, dan 2 kapal patroli lepas pantai, KD Marikh dan KD Musytari. Tercatat Penjaga Pantai Malaysia telah menerima 17 kapal dari armada TLDM untuk menambah kekuatan operasional. Enam kapal di antaranya diserahkan pada Agustus 2005 dan tujuh kapal diserahkan pada Januari 2006. [1] Diarsipkan 2008-05-11 di Wayback Machine. Armada Kapal TLDM Masa KiniPada akhir tahun 1980an, renovasi lain dilakukan oleh TLDM dengan membeli 4 unit kapal korvet kelas Laksamana dari Italia. Sesungguhnya kapal-kapal ini dibuat oleh Italia untuk memenuhi pesanan Irak tapi batal dikirim akibat dijatuhkannya sanksi internasional kepada Irak. Tambahan utama untuk armada kapal TLDM ialah 2 unit kapal fregat kelas Lekiu yang dibangun berdasarkan desain YARROW F2000. Kedua fregat tersebut adalah KD Jebat (29) dan KD Lekiu (30). Fregat-fregat ini dipersenjatai dengan rudal permukaan-permukaan Exocet MM40 SSM dan rudal anti pesawat udara Sea Wolf dengan sistem peluncur tegak (VLS). Fregat ini juga mampu menampung sebuah helikopter Westland Super Lynx 300 buatan Inggris. Untuk melengkapi kekuatan satuan armada kapal fregat kelas Lekiu maka didatangkanlah pula 2 fregat kelas Kasturi buatan Jerman yang dikirim pada awal tahun 1980an. Kapal-kapal ini, bersama 2 kapal penyapu ranjau kelas Mahamiru (Lerici), telah diremajakan dengan mengikuti Program Perpanjangan Masa Pakai atau Service Life Extension Program (SLEP). Program SLEP bagi kapal-kapal TLDM tersebut dikerjakan oleh Thales - Naval Division, sebuah pabrikan senjata terkemuka dari Prancis. Kapal-kapal yang diremajakan ialah korvet kelas Kasturi yaitu (KD Kasturi dan KD Lekir) dan 2 kapal penyapu ranjau kelas Mahamiru (Lerici) yaitu KD Mahamiru dan KD Ledang. Program peremajaan untuk kapal korvet ialah peningkatan radar dan sistem kendali senjata (fire control system). Sementara untuk kapal penyapu ranjau menerima sonar gelombang lebar jenis baru, TSM 2022 MkIII, buatan Thales. Program SLEP ini bertujuan untuk memperpanjang masa pakai kapal hingga 10 tahun.[2][3][4] Armada Kapal TLDM Masa DepanProgram armada kapal TLDM terdiri dari fregat kelas Lekiu batch 2, kapal selam kelas Scorpene, kapal patroli generasi baru, kapal bantuan multiguna, dan pesawat patroli maritim. Tujuan utama ialah membangun 6 skuadron untuk masing-masing kelas kapal pada tahun 2020.[5] Kapal Selam ScorpeneDua kapal selam kelas Scorpene dipesan oleh TLDM pada 5 Juni 2002 dengan kontrak pembelian sebesar 1,04 miliar Euro atau setara 4,78 miliar Ringgit Malaysia pada saat itu.[6] Kedua kapal selam ini dibangun oleh perusahaan gabungan antara DCNS (Prancis) dan Navantia (Spanyol). Sistem persenjataan utama kapal selam ini adalah torpedo Blackshark buatan Italia dan rudal Exocet SM-39 (anti kapal platform dari kapal selam) buatan Prancis. Selain itu juga dilengkapi dengan MESMA-AIP (Module d'Energie Sous-Marine Autonome - Air Independent Propulsion), sebuah sistem yang mampu menambah kemampuan dan durasi penyelaman sebuah kapal selam. Desain kapal selam kelas Scorpene milik TLDM ini diambil berdasarkan kapal selam kelas Le Triomphant buatan Prancis yang dipergunakan oleh AL Prancis. Kontrak pembelian kapal selam oleh TLDM ini juga termasuk penggunaan sebuah kapal selam kelas Agosta bekas pakai AL Prancis untuk pelatihan awak kapal selam TLDM. Pelatihan ini mengikutsertakan 150 personel TLDM yang ditempatkan di Brest, Prancis, guna mempelajari aspek-aspek penting dalam pengoperasian kapal selam. Tahun 2006 TLDM mengadakan sayembara tingkat nasional guna memilih nama bagi dua kapal selam pertama Malaysia. Pada 26 Juli 2006 TLDM mengumumkan kapal-kapal selam ini akan diberi nama dengan nama-nama orang Malaysia yang berjasa dalam sejarah Malaysia. Kapal selam pertama diberi nama KD Tunku Abdul Rahman dan yang kedua diberi nama KD Tun Abdul Razak. Dalam jajaran TLDM, kapal-kapal selam ini masuk dalam kelas Perdana Menteri.[7] KD Tunku Abdul Rahman diluncurkan pada 24 Oktober 2007 di galangan kapal DCNS di Cherbourg, Prancis.[8] Menurut spesifikasi umum, KD Tunku Abdul Rahman memiliki panjang 67,5 meter, kecepatan 20 knot (37 km/jam) saat menyelam dan 12 knot (22 km/jam) saat di permukaan, ditenagai dengan 2 mesin diesel 1250KW sebagai mesin utama, dan dipersenjatai dengan 6 tabung torpedo 21 inchi dan rudal Exocet. Mampu menyelam hingga kedalaman 300 meter dari permukaan laut. Bobot kapal saat di permukaan ialah sebesar 1.550 ton dan saat menyelam sebesar 1.850 ton. Jumlah awak kapal yang mengoperasikan sebanyak 31 orang. Pada 3 September 2009, kapal selam pertama TLDM, KD Tunku Abdul Rahman, tiba di pangkalan TLDM Port Klang di pantai barat Semenanjung Malaysia, setelah menempuh perjalanan selama 54 hari dari Prancis. Namun sayangnya, pada saat kedatangannya, kapal selam ini mengalami kerusakan vital yaitu tidak dapat menyelam dan hanya dilengkapi dengan persenjataan yang sudah kedaluwarsa. Kapal selam kedua TLDM, KD Tun Abdul Razak, diluncurkan dari Toulon, Prancis, pada 30 April 2010. KD Tun Abdul Razak tiba di pangkalan TLDM di Lumut pada 2 Juli 2010. Untuk meningkatkan kesiapsediaan armada laut TLDM, terutama akses ke Samudra Hindia, TLDM membangun sebuah pangkalan TLDM baru di Pulau Langkawi, Kedah. Sementara untuk kesiapsediaan akses ke Samudera Pasifik, armada laut TLDM menggunakan pangkalan yang berada di Semporna, Sabah. Saat ini, kedua kapal selam TLDM tersebut ditempatkan di pangkalan TLDM Teluk Sepanggar untuk mengawasi wilayah perairan Malaysia di Selat Melaka, Laut China Selatan, Laut Sulu, dan Laut Sulawesi. Kapal Patroli Generasi Baru Kelas KedahPada tahun 1996, TLDM merencanakan untuk mengadakan 27 unit kapal patroli generasi baru (New Generation Patrol Vessels - NGPV) untuk memenuhi kebutuhan pada masa yang akan datang.[9] Akhirnya dipilihlah desain kapal Blohm + Voss kelas MEKO A-100 buatan Jerman dan kontrak pembuatan 6 unit kapal jenis itu ditandatangani pada tahun 2003. Pada kontrak tersebut disepakati bahwa 2 kapal akan dibangun di Jerman dan 4 kapal berikutnya akan dibangun di galangan kapal di Malaysia dengan bekerjasama dengan German Naval Group (GNG). Kapal patroli yang berdasarkan desain kapal kelas MEKO (MErzwerk KOmbination)[10] ini dapat ditingkatkan (upgrade) menjadi kapal korvet dengan mudah karena sudah menerapkan sistem fitted for, but not with (FFBNW) seperti halnya sistem plug and play.[11] Ciri-ciri kapal patroli jenis ini ialah kemiripannya dengan kapal fregat namun dikonfigurasikan sebagai kapal patroli lepas pantai (Offshore Patrol Vessel - OPV). Namun karena terjadi kekeliruan manajemen dari kontraktor utama, PSC-Naval Dockyard Sdn Bhd (PCS-ND), perkembangan atas kontrak ini mengalami penundaan serius dan membuat program ini menjadi krisis. Kondisi ini juga dapat memengaruhi jumlah pesanan kapal. Kemudian atas campur tangan Pemerintah Malaysia, Boustead Naval Shipyard Sdn Bhd mengambil alih PCS-ND untuk memulihkan rencana program pengadaan kapal patroli tersebut. Program pengadaan kapal patroli ini sempat mengalami penangguhan. Setelah menunggu selama 18 bulan, 2 kapal pertama jenis ini resmi dioperasikan oleh TLDM, yaitu KD Kedah (171) pada Juni 2006 dan KD Pahang (172) pada Agustus 2006. Akhirnya pada bulan Juli 2009, keseluruhan 6 kapal tersebut telah diluncurkan. Selanjutnya setelah perkembangan program kapal patroli ini berjalan dengan baik maka hal ini membuat para pembuat keputusan di Malaysia menetapkan untuk memesan kembali 6 kapal patroli sejenis. Panglima TLDM, Laksamana Datuk Abdul Aziz bin Jaafar, baru-baru ini mengumumkan bahwa pesanan (batch) ke-2 enam kapal patroli ini akan ditingkatkan konfigurasi dan kemampuannya. Hal ini bertujuan agar enam kapal patroli pesanan ke-2 ini mampu melakukan koordinasi operasional dengan kapal selam kelas Scorpene yang telah dioperasikan oleh TLDM. Kapal patroli kelas Kedah ini dipergunakan untuk operasi pengamanan dan patroli di kawasan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia. Kapal kelas ini dipersenjatai dengan sejumlah senjata ringan, yaitu meriam Oto Melara 72/62mm dan meriam Oto Melara 30mm. Memiliki panjang 90,1 meter, panjang 12,8 meter, bobot mati sebesar 1.650 ton, dan mampu dipacu hingga kecepatan 24 knot. Di bagian buritan terdapat sebuah helipad yang dapat didarati 1 helikopter. Jenis helikopter yang digunakan oleh TLDM untuk kapal jenis ini ialah Agusta Westland Super Lynx 300 atau Eurocopter AS 555 Fennec ASW/OTHT. Secara keseluruhan, TLDM akan mengoperasikan 6 unit kapal patroli kelas Kedah, yaitu KD Kedah (171), KD Pahang (172), KD Perak (173), KD Terengganu (174), KD Kelantan (175), dan KD Selangor (176). Empat kapal terakhir dari kelas Pahang ini dibangun di galangan kapal di dalam negeri Malaysia sendiri, yaitu di Boustead Naval Shipyard, Lumut. Selanjutnya, TLDM dan Kementerian Pertahanan Malaysia tengah mengkaji pengadaan kapal patroli tipe ini batch ke-2. Saat berlangsung Pameran LIMA (Langkawi International Maritime and Aerospace) bulan Desember tahun 2009, Boustead Naval Shipyard menyajikan model desain kapal patroli terbaru tersebut. Tipe terbaru ini memiliki ukuran 8 meter lebih panjang dari tipe sebelumnya dan akan dilengkapi dengan persenjataan, bukan hanya "kapal kosong" sebagaimana kapal tipe sebelumnya. Kapal tipe ke-2 ini akan dioptimalkan sebagai kapal anti kapal selam (ASW - Anti Submarine Warfare). Kementerian Pertahanan dilaporkan juga akan mengkaji pengadaan kapal patroli lepas pantai (OPV - Offshore Patrol Vessel) kelas Nakhoda Ragam buatan BAE System yang telah dioperasikan oleh AL Brunei. Brunei memesan 3 kapal patroli kelas Nakhoda Ragam ini, yang kemudian masuk dalam jajaran AL Brunei, yaitu KDB Nakhoda Ragam, KDB Bendhara Sakam, dan KDB Jerambak. Kapal-kapal pesanan AL Brunei tersebut tidak sesuai spesifikasi yang dikehendaki.[12] Perkembangan yang dinilai positif oleh para pemerhati lokal ini diharapkan dapat terwujud karena TLDM saat ini dianggap masih belum kekurangan jumlah kapal perang untuk keperluan operasi. Terlebih ternyata ketiga kapal kelas Nakhoda Ragam milik AL Brunei tersebut dibuat berdasarkan desain fregat tipe F2000 yang memiliki banyak kesamaan dengan sistem yang ada di kapal-kapal kelas Lekiu milik TLDM. Banyaknya kesamaan ini memudahkan integrasi sistem kapal kelas Nakhoda Ragam ini ke dalam armada kapal perang TLDM pada masa mendatang. Fregat Kelas Lekiu (Batch 2)Perdana Menteri Malaysia, Najib Tun Razak, saat mengunjungi Pameran Dirgantara Farnborough, Inggris, mengumumkan akan membeli 2 kapal fregat dari Inggris.[13][14][15] Harian sore terbitan Skotlandia, The Evening Times, edisi 20 Juli 2006 melaporkan bahwa galangan kapal Clyde memenangkan kontrak untuk membantu pembuatan kapal perang jenis fregat kelas Lekiu untuk Malaysia.[16][17] Sebagaimana tercantum dalam kontrak tersebut, kedua fregat tersebut akan dibangun di galangan kapal Labuan di Labuan, salah satu wilayah federal Malaysia yang berada di lepas pantai Sabah.[18] Kesepakatan ini memungkinkan pihak Malaysia melakukan alih teknologi pembuatan kapal perusak (destroyer)Type 45 buatan Inggris.[19] Pada pameran LIMA tahun 2007 di Langkawi, Malaysia, pihak BAE Systems memamerkan model desain fregat kelas Lekiu batch 2 ini yang nantinya tidak hanya dipersenjatai dengan rudal Sea Wolf buatan BAe Inggris namun juga rudal anti pesawat udara MBDA Aster 15 buatan Eurosam, sebuah konsorsium Eropa yang terdiri dari MBDA Prancis, MBDA Italia dan Thales Group. Selain itu juga dilengkapi dengan sistem radar, sonar, dan sensor yang lebih canggih. Dilaporkan pula bahwa fregat-fregat baru yang akan dioperasikan oleh Malaysia itu merupakan model turunan dari kapal perusak (destroyer) AL Inggris Tipe 45 (T45) buatan BAE Systems Surface Ships, sebuah industri strategis pembuat kapal yang merupakan anak perusahaan BAE Systems, Inggris. Namun TLDM membantah laporan itu dan menyatakan bahwa pihak yang berwenang belum menentukan di mana kedua fregat tersebut akan dibangun.[20] Sementara harga pengadaan dan hitungan-hitungan teknis juga belum ditentukan, Kementerian Pertahanan Malaysia dalam Laporan Tahunan tahun 2006 mengatisipasi bahwa kedua fregat tersebut akan mampu melakukan pertahanan wilayah udara dan memiliki ukuran yang lebih besar daripada kapal kelas Lekiu sebelumnya.[4] Namun menurut laporan terakhir dari harian The Times menyebutkan indikasi bahwa rencana pengadaan Fregat Lekiu Batch 2 atau Proyek Brave oleh Malaysia ini telah dibatalkan dikarenakan kekurangan dana.[21] Pesawat Patroli MaritimPada saat ini, TLDM tidak mempunyai pesawat udara untuk keperluan patroli maritim. Operasi patroli maritim jarak jauh melalui udara bergantung pada pesawat mata-mata jenis Beechcraft B200T milik Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM). Kondisi ini memungkinkan TLDM memfokuskan pada pengawasan operasional maritim, sementara TUDM fokus pada peran pengawasan strategis dengan pengadaan pesawat udara peringatan dini. Namun, hingga saat ini belum ada anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Malaysia untuk pengadaan pesawat patroli maritim hingga Rancangan Malaysia Kesembilan.[22] Menurut sebuah laporan lokal menyebutkan bahwa TLDM dan TUDM tengah mempertimbangkan kerjasama dalam membentuk dan mengoperasikan skuadron pesawat sayap tetap. Skuadron ini akan di bawah kendali TLDM sementara TUDM akan menyediakan personel dan dukungan darat. Beberapa jenis pesawat telah ditawarkan oleh sejumlah produsen, di antaranya Boeing yang mengajukan P-8A Poseidon yang berbasis dari pesawat komersial B737 dan Airbus A-319 MPA yang ditawarkan oleh EADS. Analisis awal mendapati pesawat-pesawat itu tidak saja sesuai dengan kebutuhan TLDM namun juga ternyata telah dioperasikan oleh TUDM dalam versi VIP. Fakta ini menunjukan bahwa TUDM telah memiliki kemampuan yang diperlukan dalam kerjasama operasional pesawat tersebut. Namun hal ini sampai kini masih dalam taraf wacana. Helikopter Anti Kapal SelamMeski Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) tidak seperti AL Thailand yang mengoperasikan kapal induk, tetapi TLDM tetap membutuhkan satuan udara sendiri. TLDM telah membeli 6 unit helikopter Westland Super Lynx, beroperasi sebagai Skuadron 501 dan ditempatkan di kapal-kapal perang utama TLDM. Sementara untuk helikopter jenis AS 555 Aerospatiale Fennecs beroperasi sebagai Skuadron 502 ketika helikopter Wasp Westland tidak lagi berdinas dalam satuan udara TLDM. Pesanan 6 unit helikopter Augusta Westland Super Lynx 300 diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan satuan udara TLDM. Helikopter jenis Super Lynx juga ditempatkan sebagai unit udara dalam skuadron kapal fregat yaitu KD Jebat (29) dan KD Lekiu 30. Panglima TLDM, Datuk Abdul Aziz Jaafar, telah mengumumkan niat TLDM untuk membeli setidaknya 6 unit helikopter anti kapal selam sebagai pelengkap satuan kapal selam Scorpene yang akan segera ditugaskan.[23] TLDM berencana memasukan pengadaan helikopter ini dalam Rancangan Malaysia Kesembilan. Meski demikian, Panglima TLDM ini juga mengakui bahwa rencana pengadaan helikopter ini masih dalam taraf pembicaraan. Kapal Pendukung MultifungsiTLDM telah memiliki rencana pengadaan sebuah kapal pendukung multifungsi atau Multi-Purpose Support Ship (MPSS) untuk menggantikan KD Inderapura. Pada awalnya pengadaan kapal pendukung multifungsi ini direncanakan untuk dimasukkan dalam Rancangan Malaysia Kesembilan tapi kemudian ditunda karena krisis keuangan pada tahun 2008. Namun dengan terjadinya kebakaran dan kerusakan yang terjadi pada Inderapura KD pada Oktober 2009, program penggantian kapal jenis ini diharapkan akan dimulai kembali. Oleh karenanya TLDM kembali menyatakan rencana pengadaan sekitar 3 unit kapal pendukung multifungsi untuk menggantikan kapal-kapal sejenis yang telah lama berdinas.[24] Manfaat kapal jenis ini dalam operasi bantuan bencana makin disadari setelah bencana tsunami yang melanda sejumlah negara Asia tahun 2004, di samping merupakan komitmen Malaysia atas operasi pengamanan antarbangsa. Kapal pendukung multi fungsi ini disyaratkan mampu mendukung suatu operasi militer gabungan, seperti angkut pasukan, angkut peralatan militer, bantuan bencana, rumah sakit lapangan, dan bantuan umum armada. Kapal yang akan dibangun diharapkan mempunyai bobot hingga 18.000 ton dalam konfigurasi Landing Platform Dock (LPD) ataupun Landing Helicopter Dock (LHD). Sejumlah desain yang tengah dikaji ialah kapal LPD kelas Rotterdam buatan Belanda, kapal LPD kelas Galicia buatan Spanyol, dan kapal LHD kelas Dokdo buatan Korea Selatan. OrganisasiStruktur OrganisasiPanglima TLDMSaat ini TLDM dipimpin oleh Laksamana Tan Sri Abdul Aziz Jaafar yang dilantik sebagai Panglima TLDM pada 1 April 2008. Laksamana Datuk Abdul Aziz Jaafar lahir di Sungai Udang, Malaka, pada tanggal 7 Mei 1956. Mulai berdinas pada tahun 1974. Pernah bertugas di sejumlah kapal perang TLDM. Kapal perang TLDM terakhir yang dikomandaninya ialah korvet berpeluru kendali KD Laksamana Mohammad Amin (136). Laksamana Datuk Abdul Aziz Jaafar menerima beberapa penghargaan dari dalam negeri Malaysia. Dalam karier militernya, Laksamana Datuk Abdul Aziz Jaafar pernah mengikuti kursus kemiliteran, baik di dalam maupun luar negeri, di antaranya ialah International Navigation Specialization Courses di Inggris pada tahun 1980, Malaysia Armed Forces Staff Course di Malaysia pada tahun 1991, dan Naval Command Course di The Naval War College, Amerika Serikat pada tahun 1995. Gelar MA di bidang Hubungan Internasional diraihnya dari Salve Regina University di Rhode Island, AS. PerwiraBerikut ini adalah tanda pangkat untuk perwira angkatan laut kerajaan Malaysia beserta padanan dalam bahasa Indonesia.
Pangkat lainBerikut adalah tanda kepangkatan untuk jenjang Bintara dan Tamtama beserta padanan dalam bahasa Indonesia.
Pangkalan TLDMMarkas besar TLDM disebut KD Malaya dan berlokasi di Lumut, Perak. Selain itu juga terdapat pangkalan di Tanjung Gelang, Kuantan, Pahang, sebagai Markas Wilayah Laut I, dan pangkalan di Tanjung Pengelih, Johor, yang disebut KD Sultan Ismail dan berfungsi sebagai Pusat Pendidikan TLDM. Untuk pangkalan kapal selam berada di Teluk Sepanggar, Sabah, yang juga merupakan Markas Wilayah Laut II. Sementara untuk Markas Wilayah Laut III berada di Bukit Malut, Langkawi. Pada awalnya komando wilayah armada TLDM terbagi menjadi 2 kawasan yaitu Malaysia Barat (Wilayah Laut I) dan Malaysia Timur atau Sabah dan Sarawak (Wilayah Laut 2). TLDM berencana mengembangkan kekuatan dengan membangun pangkalan di Sungai Antu, Sarawak sebagai Markas Wilayah Laut 4. Pada umumnya komandan pangkalan atau panglima wilayah adalah perwira berpangkat Laksamana Pertama (bintang satu), tetapi sebelumnya juga pernah dikomandani oleh perwira berpangkat Kepten. Baru-baru ini ada seorang perwira berpangkat Laksamana Dua (bintang dua) menjadi komandan sebuah wilayah.[25] Daftar Pangkalan TLDM
Satuan Armada TLDM
KekuatanSemua armada kapal perang TLDM yang masih dinas aktif diberi awalan nama KD yang merupakan singkatan dari Kapal Diraja, kecuali sejumlah kapal yang memiliki fungsi khusus seperti kapal tunda yang diberi prefiks KTD (Kapal Tunda Diraja) dan kapal layar yang diberi prefiks KLD (Kapal Layar Diraja). Kapal Selam
Fregat
Korvet
Kapal Patroli Lepas Pantai (OPV - Offshore Patrol Vessel)
Kapal Serang Cepat
Kapal Penyapu Ranjau (Mine Countermeasures Vessel)
Kapal Pendukung
Kapal Latihan
Kapal Tunda
Kapal penyelamat kapal selam
Kapal survei hidrografi
Perahu pencegat cepat / Perahu karet kaku / Jet ski
Satuan Udara
Kapal yang Ditransfer ke Penjaga Pantai Malaysia
Pasukan KhususPasukan khusus di dalam organisasi TLDM adalah PASKAL, singkatan dari Pasukan Khas Laut. Pada masa damai, pasukan khusus ini bertugas menanggulangi perompakan di laut serta melindungi aset-aset maritim Malaysia seperti pelabuhan, kapal-kapal niaga, kilang-kilang minyak bumi dan gas lepas pantai, dan pulau-pulau di perbatasan. Sementara pada perang PASKAL bertugas melakukan penyusupan lewat laut, sabotase aset-aset musuh, serta mempertahankan kapal-kapal dan pangkalan-pangkalan TLDM. Unit ini mirip dengan Navy SEAL milik AL Amerika Serikat. PASKAL milik TLDM ini mendapatkan pelatihan dari pasukan khusus negara lain, yaitu Kopaska TNI AL, Royal Marine Commando British, dan Navy SEAL AL Amerika Serikat. Mulai 15 April 2009, PASKAL juga dikenal sebagai KD Panglima Hitam. Upacara penganugerahan nama sebutan baru ini dilakukan di Markas Besar TLDM di Lumut, Perak. Hal ini merupakan penghargaan bagi PASKAL atas keberanian dan kesetiaan yang telah didarmabaktikan kepada bangsa Malaysia. Sebutan Panglima Hitam merupakan julukan bagi prajurit yang berani dan setia semasa Kesultanan Malaka di Perak, Selangor, Johor, dan Negeri Sembilan.[34] Lihat pulaPranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Royal Malaysian Navy.
Referensi
|