Willem WalravenWillem Walraven (7 Juni 1887 – 13 Februari 1943) adalah pengarang dan wartawan Belanda. Dalam karyanya, ia menggunakan nama samaran Maarten Cornelis, yang juga disingkatnya sebagai M.C. BiografiWillem Walraven terlahir sebagai putera Frans Walraven, seorang pemilik toko grosir, dan Antje van Kassel. Mereka beremigrasi ke Kanada pada tahun 1909, tetapi kembali lagi ke Dirksland pada tahun 1914. Secara sukarela, ia bergabung dengan Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger dan bertolak ke Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1915. Di situlah, ia bekerja sebagai telegrafis dan kemudian juga mengerjakan urusan kantor lainnya. Pada tahun 1918, ia meninggalkan dinas dan bekerja sebagai akuntan di pabrik minyak di Banyuwangi, ujung timur Pulau Jawa. Setelah tahun 1922, ia melakoni kerja serupa di sejumlah pabrik gula. Pada tahun 1929, ia ingin mencoba menjalankan sebuah hotel di Pasuruan agar menguntungkan lagi, tetapi sayangnya usaha tersebut bangkrut. Dari tahun 1922, ia hidup berpindah-pindah hingga akhirnya menetap di Malang pada tahun 1931. Pada tahun 1930, ia memilih bekerja sebagai wartawan lepas untuk Indische Courant, tempatnya sekitar 5 tahun kadang-kadang menulis. Karya-karyanya pun populer dan menarik perhatian E. du Perron, yang ditemuinya secara pribadi pada tahun 1939 dan meyakinkannya untuk dapat menerbitkan karya di Belanda. Pada bulan November 1940, bulanan budaya De Fakkel didirikan di Hindia Belanda, yang nantinya bubar pada bulan Desember 1941, menjelang pendudukan Jepang di Indonesia. Ia menulis 4 cerita pendek untuk koran itu, antara lain terdapat 2 karya yang terbit di sana sebelum bulanan itu ditutup: Op de grens dan De clan. Kedua karya itu adalah autobiografi. Walraven menikah dengan perempuan Sunda bernama Itih (1898-1969) pada tahun 1919 dan memperoleh 9 anak, 1 di antaranya mati muda. Walraven meninggal di kamp konsentrasi Jepang yang berada di Kesilir (Banyuwangi) akibat malaria, disentri, dan kelelahan. Walraven tidak menyukai desa kelahirannya Dirksland, namun ia tetap menjalin surat-menyurat secara intensif dengan saudaranya yang tinggal di sana, dan memperoleh sejumlah informasi atas segala yang terjadi di sana. Namun, di Hindia Belanda pun, ia tidak merasa berada di rumah sendiri. Ia tidak pernah mau menyantap masakan Indonesia, sehingga mengajari isterinya masakan Eropa. Ia kurang menyukai komunitas Eropa, sehingga ia tidak pernah sepenuhnya diterima di situ, terlebih karena ia beristerikan pribumi. Di kalangan keluarga besar isterinya, Walraven tetap dianggap sebagai orang luar. Melalui usaha Rob Nieuwenhuys, khususnya setelah berakhirnya Perang Dunia II, beberapa pilihan karya kewartawanan dan korespondensi Walraven bisa muncul. Sejumlah suratnya menarik perhatian. Pada tahun 2000, Belandawan Frank Okker menulis tesis mengenai Walraven. Karya yang dibukukan
Literatur tentang Walraven
Catatan
Pranala luar |