Tojo, Tojo, Tojo Una-Una
Suku asli desa Tojo adalah Suku Bare'e atau Orang Tojo atau biasa disebut Paranaka, Paranaka adalah penduduk suku asli desa Tojo yang terjadi karena adanya pernikahan antara penduduk Suku Bare'e dengan Suku Bugis baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, Orang Tojo juga bisa disebut Orang Bare'e atau Suku Bare'e (Bare'e-Stammen). SejarahDipilihnya desa Tojo sebagai pusat kerajaan Tojo memiliki arti filosofis yang sangat dalam karena sepupu raja bone bertahta disana dan kata Tojo atau Matojo (dalam bahasa bugis artinya keinginan yang kuat) yaitu ada kekuatan yang tersimpan di kalangan masyarakat Suku Bare'e terutama dalam keberanian dalam menghadapi segala tantangan termasuk keinginan yang kuat untuk mempersatukan dan mencari pimpinannya (Raja atau Jena), yaitu seorang sepupu raja bone La Temmassonge To Appaweling La Mappasossong La Mallimongeng Sultan Abdul Razak yang berjuluk Pilewiti, karena kedua telapak kakinya menghadap langit. Dari cerita inilah awal nama Tojo dikenal dan menjadi pusat kerajaan. Desa Tojo tahun 1770 adalah ibukota Kerajaan Tojo dengan raja Tojo terakhir yaitu Muslaini yang bertahta di desa Tojo sebelum digantikan oleh Tandjumbulu yang terpilih melalui pemilihan raja Tojo tahun 1926, dan kemudian ibukota Kerajaan Tojo dipindahkan ke Ampana pada tahun 1929 oleh Tandjumbulu Raja Tojo. DemografiBerdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Tojo Una-Una 2020, penduduknya berjumlah 153.991 jiwa, dengan kepadatan 26,91 jiwa/km².[1] Penduduk kabupaten Tojo Una-una terdiri dari Suku Asli di Tojo yaitu Suku Bare'e, dan bermacam suku bangsa pendatang, dan juga cukup beragam dalam keagamaan. Data dari Kementerian Agama tahun 2020, sekitar 91,22% (151.327 jiwa) memeluk agama Islam.[2] Kemudian 8,21% (13.605 jiwa) memeluk agama Kristen, dimana Protestan 7,05% (11.688 jiwa)[3] dan Katolik 1,16% (1.917 jiwa).[4]. Kemudian Hindu 0,42% (696 jiwa)[5] dan sebagian kecil beragama Buddha 0,15% (257 jiwa).[6] Pranala luar
|