Televisi berlanggananTelevisi berlangganan adalah sebuah jasa penyiaran saluran televisi yang dilakukan khusus untuk pemirsa yang bersedia membayar (berlangganan) secara berkala. Jasa ini biasanya disediakan dengan menggunakan sistem digital ataupun analog melalui media satelit, jaringan terestrial, dan kabel. Saat ini sistem penyiaran dengan digital adalah yang paling lazim digunakan. Di beberapa negara seperti di Prancis dan Amerika Serikat, sinyal-sinyal analog terkode juga mulai diperkenalkan sebagai salah satu cara berlangganan. Di Indonesia televisi berlangganan yang pertama kali hadir adalah Indovision (sekarang MNC Vision), yang berdiri pada 8 Agustus 1988 dan mulai beroperasi pada 1994.[1] Indovision juga dikenal sebagai televisi berlangganan yang pertama kali menggunakan satelit penyiaran langsung (Direct Broadcast Satellite (DBS)). SejarahIstilah televisi berlangganan bagi sebagian penduduk yang bermukim di kota besar tentunya tidak asing lagi. Perkembangan televisi berlangganan di Indonesia sendiri tidak dapat dipisahkan dari kemunculannya yang pertama kali. Televisi berlangganan mengalami perkembangan yang panjang, sama halnya dengan televisi konvensional. Dimulai saat Zenith meneliti kemungkinan adanya televisi berlangganan ketika televisi sendiri masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Akhirnya pada tahun 1940-an, Zenith-lah yang memperkenalkan sebuah sistem televisi berlangganan yang diberi nama Phonevision. Phonevision ini memberikan layanan bagi konsumen yang menginginkan pemutaran film-film hanya dengan pemesanan melalui telepon. Pada pola televisi berlangganan semacam ini, sistem kabel menjadi sarana paling penting pada proses penyiaran program televisi berlangganan sebelum ditemukannya sistem yang lebih cangggih, yaitu satelit. Awalnya televisi berlangganan sering diidentikkan dengan TV kabel, karena bermula pada tahun 1948 ketika warga Pennsylvania, Amerika Serikat kesulitan menerima siaran televisi karena terhalang perbukitan. Untuk mengatasi masalah ini, warga setempat memasang antenna untuk menangkap sinyal UHF yang dipakai dalam penyiaran program kemudian menarik kabel dari antena tersebut dan memasangnya ke rumah-rumah. Pada tahun 1972, HBO (Home Box Office) muncul dan memikat hati banyak kalangan, dan tentu saja dengan kemunculannya ini mata rantai televisi berlangganan makin kuat. Dengan tuntutan dan kebutuhan akan hiburan yang makin besar, membuat satelit pada era 1980-an menjadi primadona bagi perkembangan televisi berlangganan selanjutnya, sebut saja sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang banyak diaplikasikan di berbagai negara. Sejarah dan perkembangan televisi berlangganan di Amerika memberikan peluang bagi terbukanya lahan komersial ini di wilayah lain seperti Eropa, Asia, dan Australia. Untuk kawasan regional Asia, Jepang pada tahun 1984 memperkenalkan sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang pada akhirnya dipakai dalam industri televisi berlangganan. Media kabelSebagian besar lembaga penyiaran berlangganan di Indonesia telah memanfaatkan satelit dan kabel sebagai media penyalur dalam penyampaian program kepada konsumen. Di Indonesia, PT Telkom yang menggunakan jaringan kabel dalam industri TV berlangganan tidak menggunakan serat optik dalam pendistribusian, namun memakai kabel broadband. Komponen utama sistem kabelUntuk media penyaluran melalui kabel, terdapat beberapa komponen utama dalam sistem kabel yang konvensional, antara lain:
KekuranganKetersediaan layanan ini sangat bergantung pada berapa banyak kabel yang dimiliki oleh provider dan wilayah mana saja yang akan menjadi target pemasarannya. Ketika suatu wilayah belum terdapat jaringan kabel, maka wilayah tersebut belum mampu menerima layanan dari provider. Mekanisme pendistribusian pada layanan kabel sebenarnya sederhana tetapi membutuhkan dana yang besar untuk biaya operasional. Suatu perusahaan atau provider harus membentangkan, menanam, sekaligus merawat jaringan kabel. Untuk keperluan peningkatan kualitas dan kapasitas, penggunaan serat optik merupakan pilihan yang tepat, karena potensi terkena gangguan terhadap kabel yang ditanam maupun yang digantung yang makin besar. Terlebih lagi media kabel konvensional dan serat optik ternyata masih mampu untuk disadap. Media satelitMedia lain yang juga sangat menarik dalam industri televisi berlangganan kita adalah satelit. Yakni dengan menangkap sinyal dari satelit dengan perangkat tv parabola seperti decoder/ receiver, LNB dan antena parabola. Saat ini sudah banyak sekali provider (pay tv) di Indonesia menggunakan media satelit. Proses penyiaranMekanisme penyiaran satelit untuk televisi berlangganan umumnya sama, dimulai ketika provider memancarkan siarannya ke satelit (uplink) lalu kemudian sinyal tersebut ditransfer dan dikirim lagi menuju ke bumi (downlink). Di Indonesia kita bisa mengakses siaran-siaran TV dari Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dll. Siaran tersebut pertama kali dipancarkan dari tempat produksi siaran dilakukan, kemudian dipancarkan kembali melalui satelit di Indonesia sampai akhirya kita bisa menikmati ratusan tayangan dari berbagai negara di dunia. Siaran dari satelit penyedia tersebut dapat diterima pelanggan yang telah dilengkapi alat bernama decoder. Dengan menggunakan media penyaluran satelit, suatu program televisi dapat dinikmati sejauh kita memiliki akses untuk menangkap sinyal uplink satelit induk. Selain itu, yang menarik dari sistem berlangganan program TV dengan menggunakan satelit adalah adanya pengacakan sinyal (scramble). Artinya, sinyal yang dikirim oleh satelit diacak terlebih dulu, sehingga hanya orang yang memiliki decoder saja yang dapat mengakses program siaran tersebut. Alat penangkap sinyal satelitUntuk mengakses beberapa bahkan sampai ratusan saluran televisi, kita harus memiliki alat-alat penangkap sinyal satelit. Beberapa Peralatan tersebut antara lain:
Televisi berlangganan di IndonesiaSejarahBeberapa medium awal televisi berlangganan di Indonesia muncul pada era 1980-an. Misalnya, pada tahun 1988, harian Suara Pembaruan melaporkan bahwa terdapat sistem televisi kabel yang berada di rumah susun di sekitar Jakarta. Siaran yang tidak diketahui identitasnya ini beroperasi dari pagi hingga malam, berisi video-video, dan berbiaya bulanan Rp 7.500 (ditambah uang pangkal Rp 25.000).[2] Lalu, stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, RCTI, pada awalnya juga bersiaran dengan sistem berlangganan terestrial, dimana pesawat televisi penerima harus memiliki dekoder khusus demi menerima siaran RCTI. Dekoder tersebut berbiaya Rp 131.000 dan perbulannya Rp 30.000.[3] Namun, penggunaan dekoder ini kemudian dihapus pada 24 Agustus 1990, sehingga RCTI dapat bersiaran bebas.[4] Kemudian, seiring dengan reformasi teknologi yang terus bergulir dan merambah banyak aspek kehidupan global, Indonesia pun tak lepas dari imbas dan gejolak teknologi tersebut. TV berbayar pun hadir dengan teknologi baru, menawarkan sistem pay-per-view (PPV) yang ditawarkan melalui kabel atau DBS. Dengan sistem PPV ini, pelanggan harus menunggu sampai progam siaran yang mereka inginkan diudarakan baik oleh kabel maupun DBS. Salah satu penyedia layanan televisi berlangganan Indonesia, Indovision mengklaim dirinya sebagai perusahaan televisi berlangganan pertama yang mengaplikasikan sistem DBS dengan menggunakan satelit Palapa C-2 sejak pertama berdiri pada bulan Agustus 1988 dan beroperasi pada 1994.[5][6] Sembilan tahun kemudian (1997), Indovision meluncurkan satelit barunya yakni IndoStar 1 atau yang lebih dikenal dengan satelit Cakrawarta 1 yang digunakan sampai sekarang. Dalam perkembangannya, juga muncul berbagai penyedia lain yang menyelenggarakan siaran berlangganan dengan aneka metode. Perusahaan pertama yang menyediakan televisi kabel adalah PT Tanjung Bangun Semesta (sekarang PT First Media Tbk) yang meluncurkan siarannya dengan nama Kabelvision pada 1999.[7] Kemudian, dalam televisi berlangganan terestrial, sempat muncul Nexmedia pada November 2011.[8] Sempat juga muncul usaha menghidupkan televisi digital telepon seluler bersistem DVB-H pada 2009 lalu.[9] Walaupun kemudian, dua jenis televisi berlangganan yang terakhir ini tidak sukses, dan saat ini siaran berlangganan dengan menggunakan televisi satelit maupun kabel tetap menjadi medium yang dominan. PenerimaanPerkembangan televisi berbayar atau berlangganan ini tergolong cukup signifikan di Indonesia. Menurut data yang diungkap Direktur Utama Indovision, Rudy Tanoesoedibjo di tahun 2008, pasar potensial televisi berbayar di Indonesia pada tahun 2006 berada di kisaran 12 juta orang (sekitar 22% dari keseluruhan 57 juta pemilik televisi); dan menurutnya angka ini dapat meningkat tajam.[10] Konsumsi televisi berbayar ini selain melibatkan faktor ekonomi, faktor sosial pun menjadi pertimbangan. Monotomi siaran atau tayangan televisi terrestrial yang ada saat ini, sedikit banyak berpengaruh pada costumer sovereignity dalam memilih tayangan yang berkualitas. Alternatif inilah yang ditawarkan oleh televisi berbayar. Penyedia televisi berlanggananSeperti halnya di negara-negara lain, industri televisi berlangganan di Indonesia beroperasi dengan menggunakan media penyaluran yang beragam, mulai dari satelit, kabel, dan terestrial. Namun, hanya media penyiaran melalui satelit dan kabel saja yang memiliki pangsa pasar yang besar. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, para penyedia televisi berlangganan ini secara kolektif disebut sebagai lembaga penyiaran berlangganan. Berikut beberapa lembaga media penyiaran yang ada di Indonesia beserta media penyalurannya: Saat ini
Sebelumnya
Penyedia diurutkan menurut tanggal tutup. Terestrial
Satelit
Kabel
Referensi
Sumber
Lihat pula |