Suku Moi

Moi
Jumlah populasi
21.923 (2010)[1]
Daerah dengan populasi signifikan
 Indonesia
Papua Barat Daya
Bahasa
Bahasa Moi, Bahasa Indonesia
Agama
Kristen 70%
Agama rakyat 30%[2]

Suku Moi merupakan salah satu suku di Papua Barat Daya. Mereka mendiami Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, dan Raja Ampat. Suku Moi terbagi menjadi beberapa sub-suku, yaitu Moi Legin, Moi Abun, Moi Karon, Moi Klabra, Moi Moraid, Moi Segin, dan Moi Maya.[3] Mata pencarian utama suku ini adalah berkebun dan mengelola hutan.[2] Dalam berkebun dan mengelola hutan, mereka memperhatikan yegek (larangan) mengonsumsi hasil tanah berlebihan sehingga terjadi konservasi tradisional. Pendidikan adat diajarkan kepada para pemuda di rumah adat bernama Kambik.[4]

Sejarah

Upacara Buka Egek di Malaumkarta, Makbon, Sorong

Pendiri dari salah satu kerajaan di Raja Ampat, Kerajaan Sailolof, merupakan seorang bernama fun (raja) Mo. Dia tidak memiliki hubungan patrilineal dengan raja-raja di Waigeo, Salawati, dan Misool. Menurut cerita lisan, fun Mo berasal dari sekitar sungai Malyat dan lahir dari telur baykole dan dibesarkan dengan air tebu sehingga dinamai Ulbisi. Ia kemudian diangkat dengan gelar fun Mo yang artinya "raja orang Moi" di pulau Sabba. Ia kemudian menikah dengan Pinfun Libit, anak perempuan raja Waigeo yang terdampar di dekat Sabba bersama kedua pembantunya. Fun Mo kemudian pindah ke selatan Pulau Salawati di tempat yang kemudian disebut Sailolof. Keturunannya memerintah kerajaan Sailolof dan bergelar Kapita-laut atau Kapatla yang didapat dari hubungan perdagangan dengan Kesultanan Tidore.[5]

Para pemuda suku Moi ikut berperan dalam Operasi Trikora dengan membantu Simon Randa, seorang Toraja pegawai pemerintah Belanda, menyuplai kantong-kantong gerilya sekitar Sorong oleh pasukan infiltran Trikora (disebut Enso-Enso dalam bahasa Moi). Para pemuda bersama Randa yang tercatat bernama Oscar Osok, Lodewijk Osok, David Osok, Fritz Osok, Edwar Osok, Robert Malibela, Sadrak Malibela, Amanja Malibela, Edwin Malibela, Petrus Kalaibin, Steven Kalaibin, Aminyas Kalaibin, Joel Kalaibin, Karel Kalaibin, Josafat Kalaibin, Josan Kalaibin, Jonas Satisa, dan Hermanus Mili. Peninggalan perjuangan ini berupa rumah di km 12 Klasaman, Sorong.[6]

Referensi

  1. ^ Ananta, Aris (2015). Demography of Indonesia's Ethnicity. Evi Nurvidya Arifin, M. Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, Agus Pramono. SG: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-981-4519-88-5. OCLC 1011165696. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-24. Diakses tanggal 2021-04-16. 
  2. ^ a b Project, Joshua. "Moi, Mosana in Indonesia". joshuaproject.net (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-09. 
  3. ^ Suaib 2017, hlm. 62-64.
  4. ^ lpsplsorong (11 Februari 2019). "Yegek, Sebuah Kearifan Lokal Suku Moi". kkp.go.id. Diakses tanggal 15 Januari 2021. 
  5. ^ Mansoben, Johszua Robert (1995). Sistem Politik Tradisional Di Irian Jaya. Jakarta: LIPI - RUL 1995. hlm. 232–246. ISBN 979-8258-06-1. 
  6. ^ 25 tahun Trikora. Google Play Books. Yayasan Badan Kontak Keluarga Besar Perintis Irian Barat. 1988. Diakses tanggal 2021-11-01. 

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya