Status sengketa Gibraltar
Gibraltar adalah sebuah teritori seberang laut Britania, dekat ujung paling selatan semenanjung Iberia, yang menjadi subjek klaim iredentis oleh Spanyol. Gibraltar ditaklukkan tahun 1704 saat terjadi Perang Suksesi Spanyol (1701–1714). Spanyol secara formal menyerahkan teritori ini kepada Kerajaan Britania Raya tahun 1713, di bawah Artikel X Perjanjian Utrecht. Ini kemudian diakui dalam perjanjian-perjanjian selanjutnya yang ditandatangani di Paris dan Seville. Spanyol kemudian berupaya menaklukkan kembali teritori ini secara militer melalui serangkaian pengepungan gagal, dan reklamasi teritori dengan maksud damai masih menjadi kebijakan pemerintah. Bangsa GIbraltar sendiri menolak klaim seperti ini dan tidak ada partai politik atau kelompok penekan di Gibraltar yang mendukung penyatuan dengan Spanyol. Dalam referendum tahun 2002, rakyat Gibraltar dengan lantang menolak rencana kedaulatan bersama yang kabarnya disetujui Spanyol dan Britania.[1][2] Pemerintah Britania telah menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah menyetujui kedaulatan ini tanpa persetujuan dari pemerintah Gibraltar dan rakyatnya.[3] Pada tahun 2000, sebuah deklarasi penyatuan politik ditandatangani oleh seluruh anggota menjabat dan mantan anggota Parlemen Gibraltar. Deklarasi ini menyebutkan, "Singkatnya, deklarasi ini menyatakan bahwa rakyat Gibraltar tidak akan pernah setuju, menyerah, atau menukar kedaulatannya atau haknya untuk menentukan nasib sendiri; bahwa Gibraltar menginginkan hubungan tetangga Eropa yang baik dengan Spanyol; dan bahwa Gibraltar milik rakyat Gibraltar, bukan Spanyol untuk diklaim dan bukan Britania untuk diserahkan."[4] Klaim teritori ini secara formal dinyatakan oleh diktator Spanyol Francisco Franco pada tahun 1960-an dan diteruskan oleh pemerintah Spanyol selanjutnya.[butuh rujukan] Mereka menegaskan bahwa sengketa Gibraltar adalah murni masalah bilateral antara Britania dan Spanyol, dan bahwa rakyat Gibraltar hanyalah penghuni yang peran dan kemauannya tidak relevan. Prinsip ini tampaknya terefleksikan dalam resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang LagaJP[dekolonisasi]] Gibraltar tahun 1960-an, yang berfokus pada "kepentingan" dan bukan "kemauan" rakyat Gibraltar. Berbicara tentang UN C24 pada tahun 2006, Ketua Menteri Gibraltar, Peter Caruana, menyatakan: "Sudah diketahui dan terdokumentasikan dan diterima oleh semua pihak bahwa, sejak 1988, Gibraltar menolak Proses Brussels secara bilateral, dan tidak akan pernah setuju dengannya."[5] Penduduk Gibraltar berpendapat bahwa satu pihak tidak bisa mengklaim atas "kepentingan" penduduk, sementara pada saat yang sama mengabaikan keinginan dan hak-hak demokrasinya. Pada tahun 2002, sebuah perjanjian prinsip kedaulatan gabungan atas Gibraltar antara pemerintah Britania Raya dan Spanyol diumumkan. Terjadi kampanye menentang proposal ini oleh pemerintah dan penduduk Gibraltar yang berujung pada penolakan tetap melalui sebuah referendum. Pemerintah Britania Raya saat ini menolak membicarakan kedaulatan tanpa persetujuan rakyat Gibraltar.[6] Melalui pemilihan pemerintahan sayap kiri moderat di Spanyol tahun 2004, posisi Spanyol yang baru diadopsi dan pada bulan Desember 2005, pemerintah Britania, Spanyol, dan Gibraltar setuju membentuk proses dialog trilateral baru di luar Proses Brussels dengan partisipasi setara oleh ketiga pihak. Keputusan atau perjanjian apapun hendaknya disetujui oleh ketiga pihak tersebut.[4] Setelah pertemuan di Malaga (Spanyol), Faro (Portugal), Mallorca (Spanyol), Menteri Luar Negeri Spanyol Miguel Ángel Moratinos mengunjungi Gibraltar pada bulan Juli 2009 untuk membicarakan berbagai masalah bersama. Ini adalah kunjungan pertama kali oleh pejabat Spanyol sejak Gibraltar diserahkan oleh negara itu. Masalah kedaulatan sengaja tidak dibicarakan dalam pertemuan ini.[7] SumberSumber Britania
Sumber Spanyol
Catatan kaki
Lihat pula
Pranala luar
|