Pulau Bawean
Bawean adalah pulau yang terletak di Laut Jawa, sekitar 135 kilometer sebelah utara Kota Gresik. Secara administratif, pulau ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Gresik, Jawa Timur.[2][3][4][5] Pasukan VOC menguasai pulau ini pada tahun 1743.[6] Pulau ini terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak. Penduduknya berjumlah sekitar 107.000 jiwa dengan mayoritas suku Bawean serta perpaduan beberapa suku dari Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatra yang turut mempengaruhi budaya dan bahasanya.[7][8] Mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan dan petani serta pekerja rantauan di Malaysia dan Singapura. Orang Bawean ada pula yang menetap di Australia dan Vietnam.[9][10] Bahasa yang banyak dituturkan di pulau ini adalah bahasa Bawean yang mirip dengan bahasa Madura. EtimologiKata Bawean berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti ada sinar matahari. Menurut legenda, sekitar tahun 1350,[11] sekelompok pelaut dari Kerajaan Majapahit terjebak badai di Laut Jawa dan akhirnya terdampar di Pulau Bawean pada saat matahari terbit.[12] Dalam kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pulau ini bernama Buwun[13][14] sedangkan dalam catatan Serat Praniti Wakya Jangka Jaya Baya penduduk Bawean bermula pada tahun 8 Saka di mana sebelumnya pulau ini tidak berpenghuni, Pemerintah Koloni Belanda dan Eropa pada abad 18 menamakan pulau ini dengan sebutan Lubeck,Baviaan,Bovian,Lobok,[15][16][17] Awal abad ke-16 tepatnya pada tahun 1501 agama Islam masuk ke Bawean yang dibawa oleh Sayyid Maulana Ahmad Sidik atau yang dikenal dengan nama Maulana Umar Mas'ud atau Pangeran Perigi sekaligus menjalankan tata pemerintahan di Pulau Bawean selanjutnya Pulau Bawean di pimpin oleh keturunan Umar Masud seperti Purbonegoro, Cokrokusumo dan seterusnya hingga yang terakhir Raden Ahmad Pashai. Pada tahun 1870-1879 Pulau Bawean menjadi Asistent Resident Afdeeling dibawah Resident Soerabaya pada masa inilah Pulau Bawean di bagi menjadi dua kecamatan yaitu kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak yang di pimpin oleh seorang Wedana dengan Wedana terakhir bernama Mas Adi Koesoema ( 1899-1903) [18] JulukanPulau PutriBawean sering disebut juga Pulau Putri karena banyak laki-laki muda yang merantau ke pulau Jawa atau ke luar negeri.[butuh rujukan] Penduduk di Pulau Bawean sebagian besar merantau ke Malaysia dan Singapura untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia.[19] Di perantauan, mereka membentuk perkampungan. Di negeri jiran masyarakat Bawean dikenal dengan istilah orang Boyan. Banyak juga para perantau ini yang berhasil dan menjadi orang terkenal di Indonesia, Malaysia maupun Singapura.[butuh rujukan] Dalam legenda Pulau Putri, Pulau Bawean merupakan tempat berlabuhnya keluarga dari Kerajaan Campa yang akan menuju Pulau Jawa. Mereka berlabuh dikarenakan Putri raja tersebut sakit. Dan, konon, putri raja tersebut meninggal di bawean. Untuk menghormati sang putri, pulau tersebut dinamakan Pulau Putri. Sampai sekarang ini makamnya masih ada tepatnya berada di desa Kumalasa yang dikenal sebagai makam jujuk Campa. Flora dan FaunaDi Bawean terdapat spesies rusa yang hanya ditemukan (endemik) di Bawean, yaitu Axis kuhli. Selain itu di Pulau Bawean juga ditanam manggis, salak, buah merah, dan durian untuk konsumsi lokal. Puluhan spesies ikan laut juga terdapat di pantai pulau ini. Lain-lainMayoritas penduduk Bawean beragama Islam, sedangkan penduduk non-Muslim biasanya adalah para pendatang. Yang khas dari Bawean adalah batu onyx. Sejenis batu marmer. Batu ini dijadikan hiasan dan juga lantai. Selain itu juga ada "buah merah". Ini berbeda dengan buah merah asli papua. Bentuknya bulat seperti apel. Namun ada yang seperti ini di Magetan tetapi warnanya agak kuning. Buah Merah di Bawean terbagi dalam 2 jenis, satu warna merah dan yang kedua berwarna kuning, yang berwarna kuning di bawean dikenal dengan jenis Buah Merah Mentega, buah jenis ini (buah merah) juga tumbuh di daerah lain seperti juga di magetan, tetapi buahnya cenderung kecil bila dibandingkan di bawean, dan di daerah lain lebih dikenal dengan nama buah mentega. Bahasa BaweanBahasa Bawean ditengarai sebagai kreolisasi bahasa Madura, karena kata-kata dasarnya yang berasal dari bahasa ini, namun bercampur aduk dengan kata-kata Melayu dan Inggris serta bahasa Jawa[20][21] karena banyaknya orang Bawean yang bekerja atau bermigrasi ke Malaysia dan Singapura, Bahasa Bawean memiliki ragam dialek bahasa biasanya setiap kawasan atau kampung mempunyai dialek bahasa sendiri seperti Bahasa Bawean Dialek Daun, Dialek Kumalasa,[22] Dialek Pudakit dan juga Dialek Diponggo. Bahasa ini dituturkan di Pulau Bawean, Gresik, Malaysia, dan Singapura.[23] Di dua tempat terakhir ini Bawean dikenal sebagai Boyanese. Intonasi orang Bawean mudah dikenali di kalangan penutur bahasa Madura. Perbedaan kedua bahasa dapat diibaratkan dengan perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia,[24] yang serupa tetapi tak sama meskipun masing-masing dapat memahami maksudnya. Contoh-contoh:
Contoh Bahasa Bawean:
Tokoh terkenalTokoh yang berasal dari pulau ini antara lain:
Lihat pulaReferensi
Pranala luar |