Phoa Tjoen HoayPhoa Tjoen Hoay (Hanzi: 潘春懷, 1890–1966), atau terkadang juga memakai nama T. H. Phoa Jr., adalah seorang jurnalis, penerjemah, dan editor koran berbahasa Melayu berlatar belakang Tionghoa Indonesia yang aktif di Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Ia menerjemahkan sejumlah karya asal Tiongkok dan Eropa ke dalam bahasa Melayu, termasuk tujuh volume dari Sherlock Holmes karya Arthur Conan Doyle. BiografiPhoa Tjoen Hoay lahir di Buitenzorg, Hindia Belanda (kini Bogor, Indonesia) pada tahun 1890.[1] Ia berasal dari keluarga Tionghoa Peranakan elit di Buitenzorg. Ayahnya adalah seorang Kapitan Cina, sementara kakaknya Phoa Tjoen Hoat juga menjadi jurnalis.[1] Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupan awal dan pendidikan Phoa, walaupun ia sepertinya mengenyam pendidikan bergaya Eropa, sehingga ia dapat membaca dan menulis dalam bahasa Belanda, Inggris, Prancis, dan kemungkinan ia juga dapat menulis dalam bahasa Mandarin, serta bahasa Melayu. Ia mulai bekerja sebagai penerjemah sekitar tahun 1904, dengan menerjemahkan novel-novel detektif asal Tiongkok ke dalam bahasa Melayu.[2][3] Ia juga menerjemahkan sejumlah karya dari Eropa. Pada tahun 1907, ia menerbitkan terjemahan bahasa Melayu dari La Dame aux Camélias karya Alexandre Dumas fils dalam bentuk serial di Li Po.[1] Dalam dua dekade berikutnya, ia menerjemahkan sejumlah karya asal Tiongkok, Prancis, dan Inggris ke dalam bahasa Melayu, termasuk tujuh volume dari Sherlock Holmes yang dicetak pada tahun 1914, serta menerjemahkan sejumlah novel petualangan asal Inggris dan Jerman yang antara lain ditulis oleh H. Rider Haggard.[1][4][5] Ia kemudian mulai bekerja sebagai jurnalis sekitar tahun 1909, saat terjadinya ledakan jumlah koran berbahasa Melayu di Hindia Belanda, karena adanya peningkatan jumlah pembaca berkat meningkatnya literasi di kalangan masyarakat non-Eropa di Hindia Belanda. Ia awalnya menjadi editor di edisi bahasa Melayu dari Hoa To, sebuah majalah Tionghoa di Batavia.[6] Pada tahun 1911, ia telah pindah ke Semarang dan menjadi editor di koran harian Warna Warta. Pada tahun yang sama, ia dilaporkan ke kejaksaan di Batavia akibat sebuah artikel yang ia terbitkan di Hoa To setahun sebelumnya. Pada artikel tersebut, ia menyatakan bahwa pemuda Tionghoa di Hindia Belanda seharusnya belajar bahasa Mandarin di sekolah, dan kemudian belajar bahasa Inggris, bukannya belajar bahasa Belanda yang hanya dipakai di sedikit wilayah di dunia.[7] Ia juga berpendapat bahwa dorongan untuk membangun Hollandsch Chineesche School (HCS) adalah bagian dari kampanye untuk menjauhkan komunitas Tionghoa dari nasionalisme Tiongkok. Ia pun dituntut atas tuduhan menghasut dan melawan pemerintah, serta menyebabkan kebencian di antara orang Belanda dan Tionghoa, sehingga ia akhirnya dihukum kerja paksa selama enam bulan.[8][9][10] Masyarakat pun terkejut dengan hukuman tersebut, sehingga sejumlah petisi kemudian dikirim ke Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Hukuman tersebut akhirnya tidak diubah, tetapi ia menjalani sebagian hukumannya di penjara, tidak sepenuhnya sebagai tenaga kerja paksa.[6][11] Pada tahun 1912, saat masih menjalani hukumannya, ia ketahuan menyimpan sejumlah koran, sehingga ia akhirnya dihukum delapan hari di ruang isolasi dan tiga bulan tidak boleh dibesuk.[12] Setelah keluar dari penjara pada tahun 1912, ia menjadi editor di sebuah terbitan mingguan di Batavia bernama Hindia.[1] Pada tahun 1915, ia menjadi kepala editor di Sinar Sumatra di Padang. Ia memegang jabatan tersebut sembari tetap tinggal di Jawa hingga akhir dekade 1920-an.[13] Pada tahun 1916, ia menjadi editor di Perniagaan, di mana kakaknya juga pernah menjadi editor.[1] Pada tahun 1917, ia menjadi editor di dua terbitan di Pekalongan, yakni sebuah terbitan harian bernama Jih Pao dan sebuah terbitan mingguan bernama Perdamaian.[1] Pada tahun 1919, ia juga menjadi kepala editor di Warna Warta, walaupun hanya sebentar.[14] Pada dekade 1920-an, ia tetap menerbitkan hasil terjemahannya dan bekerja sebagai jurnalis. Pada tahun 1926, ia menjadi direktur dari Biro Pers Asia di Batavia.[15] Pada awal tahun 1929, ia pensiun dari jabatan editor di Sinar Sumatra di Padang.[16][17] Setelah dekade 1920-an, tidak jelas apa yang ia lakukan, tetapi ia akhirnya meninggal pada tanggal 16 Oktober 1966 di Bogor, Indonesia.[1] Karya terkenal
Referensi
|