Penyensoran di SingapuraPenyensoran di Singapura terutama menyasar kepada konten isu politik, ras, agama, dan homoseksual yang didefinisikan sebagai hal yang tabu (out-of-bounds marker). PenerapanOtoritas Pengembangan Media Infocomm (Infocomm Media Development Authority/IMDA) menyetujui publikasi, memberikan lisensi pertunjukan seni, dan memberlakukan kode etik untuk siaran tv gratis (free-to-air/FTA), kode etik siaran berlangganan, kode etik periklanan, kode etik program radio dan iklan radio melalui penalti keuangan[1]. Keputusan yang dibuat oleh IMDA bisa digugat melalui Komite Banding Penyiaran, Publikasi, dan Seni (Broadcast, Publications, and Arts Appeal Committe/BPAA)[2] dan Komite Badning Perfilman (Films Appeal Committee/FAC)[3]. Komite Peninjau Sensor (Cencorship Review Comittee/CRC) bertemu setiao sepuluh tahun sekali untuk "mengulas dan memperbahaui tujuan dan prinsip penyensoran untuk memenuhi kepentingan jangka panjang dari masyarakat Singapura[4]". Pertemuan CRC terbaru berlangsung pada 2009 dan membuat 80 rekomendasi di tahun yang sama, dimana hampir seluruh rekomendasinya diterima[5]. JustifikasiPemerintahan Singapura berargumen bahwa penyensoran isu politik, ras, agama, dan homoseksualitas sampai dengan derajat tertentu dibutuhkan untuk menghindari gangguan keseimbangan pada masyarakat multi ras di Singapura. Film dan videoMengimpor, membuat, medistribusikan atau memamerkan film di Singapura diatur oleh Undang-Undang Perfilman tahun 1981[6]. Film untuk rilis komersial dipresentasikan kepada IMDA yang akan mengklasitifikasi film menjadi enam rating berbeda untuk kelompok umur yang berbeda:
Pada April 2008, empat film dokumenter dilarang tampil di Festival Film Internasional Singapura. Dua judul film tersebut adalah Arabs and Terrorism dan David the Tolhildan dibatalkan karena mengambarkan simpatik terhadap organisasi yang dianggap sebagai organisasi teroris di banyak negara menurut Ketua Badan Sensor Film[7]. A Jihad for Love yang bercerita mengenai kehidupan homoseksual pada komunitas muslim dilarang tampil karena subjek yang sensitive. Terakhir film dokumenter berjudul Bakushi dilarang tampil karena menormalisasi perilaku yang tidak natural[8]. Pada September 2014, film dokumenter buatan Tan Pin Pinmengenai pengasingan politik Partai Komunis Malaya (CPM), To Singapore, With Love (2013) menerima rating NAR, MDA menyatakan bahwa film tersebut menggangu keamanan nasional karena individu dalam film tersebut memberikan laporan yang menyimpang dan tidak benar mengenai bagaimana mereka diusir dari Singapura dan tetap berada diluar Singapura, dan sejumlah orang yang mengaku dirinya diusir dan memberikan dukungan terhadap organisasi terlarang, ungkap CPM[9]. Pasal kontroversial terdapat pada Ayat 33 dari Undang-Undang Film melarang pembuatan, distribusi, dan menampilkan "film partai politik", dimana diberlakukan denda tidak melebihi $100.000 atau penjara tidak melebihi 2 tahun. Undang-undang ini kemudian mendefinisikan "film partai politk" sebagai seluruh film atau video.
Sejak Maret 2009, Undang-undang Film telah diubah untuk memperbolehkan film partai politik selama film tersebut dianggap faktual dan objektif oleh komite konsultatif. Beberapa bulan kemudian, komite ini mencabut larangan Pemberontakan Singapura.[10] MusikPada 1963, Singapura melarang lagu populer berjudul Puff, the Magic Dragon, karena ditakutkan lagu tersebut merujuk kepada ganja[11]. Album musik Janet Jackson berjudul Velvet Rope dan All For You dilarang karena tema homoseksual dan sex secara eksplisit yang menurut BPPA "tidak dapat diterima oleh masyarakat kita"[11] tetapi larangan tersebut telah dicabut. Lagu populer Katy Perry berjudul I Kissed a Girl dicegah untuk disiarkan karena pada liriknya mengambarkan homoseksualitas yang melanggar aturan program radio free-to-air. Video gamePada 14 April 2008, Otoritas Pengembangan Media Informasi dan Komunikasi mengumumkan sistem klasifikasi video game resmi yang akan berlaku efektif pada 28 April 2008[12]. Tidak ada penyensoran untuk judul video game yang disetujui. Berdasarkan sistem ini, video game yang mengandung konten keras seperti grafis ketelanjangan/seks, bahasa yang kasar, penggunaan obat-obatan terlarang, grafis kekerasan, dan tema dewasa akan diberikan label ADV16 atau label M18 yang digunakan pada klasifikasi film di Singapura.
Contoh: Mario Party 10, Videogame Film Lego, dan Angry Birds
Beberapa contoh video game: Mass Effect 2, Assassin's Creed II, Resident Evil 5, Left 4 Dead, dan Hitman: Blood Money
Contoh: Kingpin: Life of Crime, Yakuza 3, Age of Conan: Hyborian Adventures, Ninja Gaiden Sigma 2, Grand Theft Auto III, dan Manhunt 2. Pada video game, pada kasus terekstrim, kemungkinan akan ditolak klasifikasinya ketika game mengandung konten yang melebihi standar sosial yang dapat diterima dan berpotensi membahayakan masyarakat. Pembelian game dengan rating M18 mewajibkan penjual untuk melakukan pengecekan umur, sedangkan untuk rating ADV16 tidak ada kewajiban untuk melakukan pengecekan umur. Sebelumnya, Otoritas Pengembangan Media juga pernah melarang beberapa video game sebelum sistem klasifikasi ini resmi meluncur. Sebagai contoh, (November 2007) video game berjudul The Darkness (karena grafis kekerasan dan bahasa kasar) dan yang terbaru adalah Mass Effect karya BioWare karena game ini memiliki kisah romantisme sesama jenis jika pemain memilih karakter wanita. Mass Effect kemudian diizinkan dijual setelah implementasi dari rating game yang masih dikembangkan. Walaupun begitu, game yang memiliki grafis kekerasan yang sama seperti Prince of Persia dan Gears of War (pemain dapat memperagakan adegan pemenggalan kepala) atau game BioWare yang lain seperti Neverwinter Nights dan Jade Empire (dimana terdapat kemungkinan hubungan sesama jenis) tidak di sensor atau dilarang. Pentas seniSeluruh naskah pentas seni yang tampil di Singapura harus dikirimkan terlebih dahulu kepada Otoritas Pengembangan Media (Singapura), yang memiliki hak untuk melarang naskah yang dianggap "bertentangan dengan kepentingan publik". Banding terhadap keputusan tersebut bisa dilakukan kepada Broadcast, Publications and Arts Appeal Committee (BPAA)[2]. Pada 1994, seniman bernama Josef Ng melancarkan proters terhadap penangkapan dan pencambukan terhadap 12 pria homoseksual dengan cara mencambuk tahu, kemudian menghadap kepada penonton dan menunjukan sedikit bulu kemaluan. Ia didakwa dengan melakukan tindakan cabul dan dilarang untuk melakukan pementasan di depan umum dan izin grup teaternya dicabut[13]. Pada 2005, MDA menahan izin pementasan Human Lefts oleh Benny Lim dan Brian Gothong Tan kecuali beberapa adegan disunting dan seluruh referensi mengenai hukum mati dihapus. Pementasan tersebut aslinya berkisah mengenai hukuman gantung terhadap Shanmugam Murugesu dan direncanakan akan dipentaskan satu hari setelah eksekusi kontroversial warga negara Austraila bernama Nguyen Tuong Van[14]. Pada Agustus 2006, drama berjudul Smegma dilarang tampil oleh MDA karena "mengambarkan muslim secara negatif"[15]. Pada Mei 2010, National Art Council memotong bantuan tahunan kepada perusahaan teater lokal W!LD RICE. Bantuan turun menjadi $170.000 dari $190.000 tahun sebelumnya. Jumlah ini adalah jumlah terendah yang diterima dari konsil. Sutradara dan aktor Ivan Heng menyatakan bahwa konsil memotong pendanaan karena produksi teater yang mempromosikan gaya hidup alternatif, kritikal kepada kebijakan pemerintah, dan satir kepada pemimpin politik. Pada Maret 2011, NAC menaikan bantuan dana menjadi $1,92 juta, atau 25% lebih tinggi, kepada 16 perusahaan seni, termasuk W!LD RICE, dibawah skema bantuan besar selama satu tahun[16]. Pada 2016, Chan Heng Chee, Ketua dari National Arts Council(NAC) berbicara mengenai isu sensor dan pendanaan seni pada Festival Film Internasional Singapura[17]. Jee Leong Koh, Penyair Singapura, menanggapi hubungan antara sensor dan pendanaan dari pemerintah melalui NAC dan memutuskan untuk bersentuhan dengan pendanaan dari pemerintah di masa depan[17]. Koh kemudian menghimbau kawan seniman Singapura untuk "mempertimbangkan perjanjian dengan negara dan pendanaannya terhadap seni..."[17]. Pernyataannya mengundang respon beragam dari sesama seniman Singapura. Media cetakTelevisiPerusahaan milik negara yaitu MediaCorp mengontrol seluruh lisensi kanal siaran free-to-air di Singapura dan 14 stasiun radio. Televisi berbayar dan free-to-air tersedia melalui kabel dan fiber. Serial populer HBO seperti Sex and the City pernah dilarang tayang pada akhir 90an saat serial ini pertama kali keluar tetapi pelarangan dicabut pada 2004 setelah modifikasi terhadap Etika Progam Televisi Berlangganan Singapura. Kepemilikan pribadi piringan satelit dilarang, tayangan televisi internasional (seperti CNN International, BBC News, Fox News Channel, RT, dll.) tersedia pada Starhub TV dan layanan SingTel IPTV milik Singtel TV. Otoritas Pengembangan Media Informasi dan Komunikasi, melalui empat bahasa resmi yang dimiliki oleh Komite Pertimbangan Program[18], mengawasi dan menyediakan masukan kepada konten siaran. Konten yang diizinkan di televisi Singapura diatur oleh Kode Etik Program Televisi Free-to-air[19]. Pada Juli 2011, Singapura menyerdehanakan pedoman televisi yang mengizinkan operator televisi berbaraya untuk menanyangkan film dengan rating NC16, M18, dan R21 yang berisi konten grafis dan tema dewasa/kontroverisal pada layanan video-on-demand (VOD) TV berbayar[20]. Pada Juli 2016, MDA secara resmi memberikan izin untuk penyiaran konten dengan rating R21 pada layanan over-the-top (OTT). InternetLayanan internet disediakan oleh tiga penyedia jasa internet (ISP) utama yang merupakan subjek pengawasan dari Otoritas Pengembangan Media Informasi dan Komunikasi (Singapura) (IMDA), yang membatasi 100 situs web "simbolik"[21] seperti Playboy dan YouPorn. Sejak 8 Oktober 2014, judi daring diatur di Singapura[22]. Instansi pemerintah diketahui menggunakan dan mengancam akan menggunakan proses pengadilan kepada bloger dan penyedia konten internet lainnya. Salah satu contoh dari tindakan ini dilakukan kepada Sintercom pada 2001 dimananya pendirinya, Dr. Tan Chong Kee diminta untuk mendaftarkankan situs webnya dibawah Otoritas Penyiaran Singapura yang baru berdiri (sekarang Otoritas Pengembangan Media). Dr. Tan memilih untuk menutup Sintercom karena kekhawatiran ambiguitas dari peraturan tersebut. Pada April 2005, seorang bloger bernama Chen Jiahao, lulusan dari Universitas Illinois Urbana-Champaign meminta maaf dan menutup blognya yang berisi kritikan pada instansi pemerintah A*STAR setelah pemimpinnya Philip Yeo mengancamnya untuk menuntutnya atas tuduhan Fitnah. Pada September 2005, tiga orang ditahan dan dituntut dengan pasal penghasutan setelah mempublikasikan komentar rasis di internet. Dua dari mereka dipenjara[23], setelah itu, Perserikatan Guru mengumumkan akan memberikan bantuan hukum kepada guru-guru yang ingin mengambil tindakan hukum kepada para muridnya yang mencemarkan mereka melalui blog, setelah lima pelajar dari Saint Andrew's Junior College diskors selama tiga hari dengan tuduhan "menyerang" dua guru dan wakil kepala sekolah pada blog mereka[24] Beberapa tahun belakangan ini, pemerintah mengambil sikap lebih tegas pada hal-hal terkait dengan internet, termasuk sensor. Usulan perubahan kitab undang-undang dimaksudkan untuk meminta pertanggungjawaban penggunan internet karena "menyebabkan gangguan publik" dan memberikan otoritas kekuasaan yang lebih luas untuk membatasi kebebasan berbicara[25]. Pada September 2008, warga negara Amerika Serikat Gopalan Nair dihukum tiga bulan penjara karena menghina pegawai negara setelah menuduh hakim Singapura "memperdagangkan diri sendiri" pada tulisan blognya[26]. Mulai 1 Juni 2013, MDA mensyaratkan situs web "yang secara reguler memberitakan isu terkait dengan Singapura dan memiliki jumlah pengunjung yang signifikan" diantara pengunjung situs di Singapura untuk mengajukan lisensi individual, yang harus diperbaharui satu tahun sekali. Situs web harus memiliki performance bond dari 50.000 dolar Singapura dan menghapus seluruh konten dalam waktu 24 jam setelah menerima permintaan dari pemerintah[27]. Lihat juga
Referensi
Yang lain
Pranala luar
|