Orang Altai
Orang Altai (disebut juga Altay) adalah suku Turkik yang tinggal di Republik Altai dan Krai Altai di Siberia, Federasi Rusia. Beberapa orang Altai juga tinggal di Mongolia dan Xinjiang di Tiongkok.[2] Orang Altai sendiri terdiri dari banyak suku dan klan. Altai dibagi menjadi dua kelompok besar:[3]
SejarahBukti linguistik, genetik dan arkeologi terbaru menunjukkan bahwa bangsa Turk merupakan keturunan dari komunitas pertanian di Tiongkok Timur Laut yang pindah ke barat menuju Mongolia pada akhir milenium ke-3 SM, di mana mereka mulai mengadopsi gaya hidup menggembala.[4][5][6][7][8] Pada awal milenium pertama SM, orang-orang ini menjadi penunggang kuda nomaden.[4] Pada abad-abad berikutnya, populasi stepa di Asia Tengah tampaknya telah secara bertahap digantikan oleh orang-orang Turk nomaden dari Asia Timur yang hijrah dari Mongolia.[9][10] Pemukiman etnis yang heterogen muncul di wilayah tempat orang Altai hidup saat ini selama Zaman Perunggu dan Zaman Besi. Dari abad kelima SM dan seterusnya, orang-orang Turki menetap di daerah tersebut dan segera membaur dengan penduduk pribumi. Wilayah itu kemudian ditaklukkan dan mendapat pengaruh dari Xiongnu, Kekhanan Rouran, Kekhanan Turk, Kekhanan Uighur dan Kyrgyz Yenisei. Selama periode waktu inilah rakyat pribumi di daerah itu mengadopsi bahasa dan budaya Turk.[11] Dari abad ketiga belas hingga kedelapan belas, orang Altai didominasi secara politik dan budaya oleh orang Mongol. Asal usul suku Altai Selatan dapat ditelusuri selama periode ini sebagai hasil pencampuran suku Kipchak dan Mongol. Sementara itu, suku Altai Utara merupakan hasil perpaduan suku-suku Turk dengan orang Samoyed, Ket, dan pribumi Siberia lainnya.[11] Altai dianeksasi oleh Empat Oirat dari Mongol Barat pada abad ke-16. Bangsa Mongol menyebut mereka "Telengid" atau "Telengid aimag". Setelah jatuhnya Kekhanan Zunghar pada abad ke-18, suku Altai diperintah oleh Dinasti Qing, yang menyebut mereka sebagai Altan Nuur Uriyangkhai.[12] Namun, suku Altai secara genetik berbeda dengan Uriyangkhai, yang merupakan kelompok etnis Oirat Mongol di Mongolia. Altai melakukan kontak dengan orang Rusia pada abad ke-18. Pada periode tsar, Altai dikenal sebagai oirot atau oyrot (berarti oirat). Suku Altai melaporkan bahwa banyak dari mereka menjadi kecanduan vodka yang dibawa orang Rusia, yang mereka sebut "air api".[13] Berkaitan dengan agama, beberapa Altai tetap memeluk Syamanisme dan yang lainnya (dalam tren yang dimulai pada pertengahan abad ke-19) telah berpindah ke Gereja Ortodoks Rusia. Pada tahun 1904, sebuah gerakan keagamaan yang disebut Ak Jang atau Burkhanisme muncul di kalangan orang-orang Altai.[14] Dengan bangkitnya revolusi 1917, Altai berusaha membuat wilayah mereka menjadi republik Burkhanis yang terpisah yang disebut Oyrot. Dukungan mereka untuk Menshevik selama Perang Saudara Rusia menyebabkan usaha itu gagal setelah kemenangan Bolshevik dan berkuasanya Josef Stalin. Selama Perang Dunia II dan era Pembersihan Besar-Besaran, rezim Stalin menuduh suku Altai sebagai pihak pro-Jepang. Kata "oyrot" dinyatakan sebagai kontrarevolusioner. Pada tahun 1950, kebijakan industrialisasi Soviet dan pembangunan di daerah ini memicu migrasi besar-besaran orang Rusia ke wilayah Altai, yang mengurangi persentase suku Altai dalam total populasi dari 50% menjadi 20%.[15] Pada awal abad ke-21, etnis Altai membentuk sekitar 31% dari populasi Republik Altai.[16]
DemografiMenurut sensus Rusia 2010, ada total 69.963 orang Altai yang tinggal di Republik Altai. Ini mencakup 34,5% dari total populasi republik itu. Jika dibandingkan dengan 56,6% penduduk dengan latar belakang Rusia, suku Altai hanya menjadi mayoritas di desa-desa tertentu. BudayaGaya hidup tradisionalMayoritas orang Altai Selatan adalah pemilik ternak nomaden atau semi-nomaden. Mereka memelihara kuda, kambing, domba, dan sapi. Suku Altai Utara menggantungkan hidup dari berburu. Mangsa utama mereka adalah hewan penghuni taiga (hutan boreal). Namun, beberapa Altai juga terlibat dalam pertanian skala kecil, pengumpulan, dan penangkapan ikan.[11] Tempat tinggalSebagian besar orang Altai Selatan secara tradisional tinggal di rumah tenda yurt. Banyak orang Altai Utara membangun yurt dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari kayu gelondongan dan kulit kayu. Beberapa Altai-Kizhi juga tinggal di gubuk lumpur dengan atap pelana kulit kayu birch dan dinding dari kayu atau papan. Teleut dan beberapa suku Altai Utara tinggal di rumah berbentuk kerucut yang terbuat dari kulit kayu. Seiring masuknya orang Rusia di sekitar mereka, rumah dengan atap miring mulai dibangun sebagai akibat pengaruh Rusia.[11] Meskipun banyak perubahan sosial dan politik yang dialami Altai, banyak keluarga modern dan menetap masih menyimpan yurt di pekarangan mereka. Yurt ini biasanya digunakan sebagai dapur musim panas atau ruang tambahan.[17] PakaianPakaian tradisional pria dan wanita Altaian Selatan sangat mirip dengan sedikit perbedaan di antara keduanya. Pakaian biasa terdiri dari kemeja panjang dengan celana lebar, jubah, dan lengan panjang. Atribut lain meliputi topi bulu, sepatu bot tinggi, dan mantel kulit domba. Orang Altai Utara dan beberapa Teleut secara tradisional mengenakan celana pendek, kemeja linen, dan jubah. Meski kini kebanyakan orang Altai saat ini mengenakan pakaian modern, pakaian tradisional masih tetap digunakan.[3] MasakanMasakan Altai terdiri dari sup daging kuda atau daging kambing. Hidangan terbuat dari tikus tanah, musang, marmot, susu fermentasi, krim (dari susu rebus), puding darah, mentega, tepung barley goreng, dan sayuran tertentu juga merupakan makanan pokok orang Altai. Minuman populer termasuk aryki (vodka susu).[3] AgamaSejarahSyamanisme Altai mengenal banyak makhluk mitologi dan supranatural. Dewa yang populer termasuk Yerlik, dewa dunia bawah dan Oyrot-Khan, sosok pahlawan penyelamat yang bijaksana. Namun, seiring banyaknya migrasi, perubahan pola pemukiman, dan meningkatnya pengaruh Rusia, orang Altai menghadapi tiga agama besar dunia: Islam, Budhisme, dan Kristen. Pada awalnya, orang Altai acuh tak acuh dan terkadang bahkan memusuhi agama-agama tersebut. Pada tahun 1829, sebuah misi Ortodoks dilakukan di wilayah tersebut (Republik Altai modern) setelah wilayah tersebut menjadi protektorat Kekaisaran Rusia.[3] Misionaris Ortodoks sering menyita tanah dari orang Altai yang menolak untuk pindah agama.[18] Suku Altai lainnya masuk Kristen karena paksaan.[19] Misionaris Buddha dari Mongolia berusaha menyebarkan agama di kalangan suku-suku Altai selama abad ke-19. Para misionaris Buddha juga mendorong Altai untuk bersatu melawan Rusia. Namun, kegiatan mereka ditindas oleh negara Rusia dan misionaris Kristen. Agama Buddha kurang berhasil menarik hati suku Altai, tetapi banyak gagasan dan prinsip Buddhisme masuk ke dalam pemikiran spiritual orang Altai.[18] Kegiatan misionaris pada awalnya menghormati budaya dan toleran terhadap Altai dan kebiasaan luhur mereka. Namun, kebangkitan nasionalisme Rusia selama akhir abad kesembilan belas menyebabkan timbulnya Rusifikasi dan sebagian besar pendeta Rusia di Siberia juga mengambil ideologi tersebut. Sehingga, ini menciptakan intoleransi terhadap penduduk asli Siberia (termasuk Altai) beserta budayanya. Hal ini menyebabkan agama Kristen ditolak dan banyak orang Altai yang melihatnya sebagai agama asing Rusia. Namun, aturan pemerintah Rusia terus tumbuh semakin ketat baik secara politik maupun agama.[3] Sekitar tahun 1904, perkembangan Burkhanisme di kalangan Altai mulai berlangsung. Burkhanisme adalah agama monoteistik yang menyembah Ak-Burkhan, yang diyakini dan diakui oleh penganutnya sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Burkhanisme ditentang baik oleh Rusia maupun dukun tradisional. Namun, permusuhan terhadap dukun terus meningkat sehingga para dukun harus mencari perlindungan dari otoritas Rusia. Kebangkitan komunis Bolshevik pada kuartal pertama abad kedua puluh juga menyebabkan penindasan brutal terhadap semua agama, termasuk agama di wilayah Altai. Selama beberapa dekade berikutnya, kebanyakan agama pada dasarnya lenyap dan hanya kepercayaan perdukunan dan politeistik kuno yang bertahan dari kekacauan. Ini diyakini terjadi karena kepercayaan agama kuno dapat dengan mudah diteruskan secara lisan dari generasi ke generasi. Kemungkinan, tidak ada teks Burkhan yang selamat dari penindasan tersebut, dan sumber informasi terkait Burkhanisme berasal dari misionaris, pelancong, dan cendekiawan Rusia.[3] Spiritualitas modernBaru-baru ini, Burkhanisme dan perdukunan telah menyaksikan kebangkitan kembali di wilayah Altai yang sangat populer di kalangan pemuda Altai. Saat ini, mayoritas Kumandin, Tubalar, Teleut, dan Chelkan memeluk Ortodoks Rusia meskipun ada minoritas signifikan yang mempraktikkan Syamanisme. Syamanisme dipraktikkan oleh banyak Telengit meskipun ada sejumlah besar yang juga menganut Kristen Ortodoks. Burkhanisme adalah agama utama Altai-Kizhi, tetapi sejumlah besar di antaranya menganut Kristen Ortodoks.[3] Beberapa orang Altai juga beragama Islam Sunni dan Buddhisme Tibet.[17][20] Catatan kaki
Pranala luar |