Muhammad Nazaruddin

Muhammad Nazaruddin
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Masa jabatan
1 Oktober 2009 – 18 Juli 2011
Pengganti
Siti Romlah
Sebelum
Daerah pemilihanJawa Timur IV
Informasi pribadi
Lahir26 Agustus 1978 (umur 46)
Bangun, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Partai politikPartai Demokrat (hingga 2011)[1]
Independen (2011–)
Suami/istriNeneng Sri Wahyuni
HubunganMuhammad Natsir (adik sepupu)
Muhammad Rahul (keponakan sepupu)
Ayub Khan (sepupu)
Rita Zahara (sepupu)
PekerjaanPengusaha
Politikus
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Muhammad Nazaruddin (lahir 26 Agustus 1978)[2] merupakan seorang pengusaha dan politikus Indonesia yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Demokrat dengan Daerah Pemilihan Jawa Timur IV.[3] Setelah menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat pada tahun 2010, pada tahun 2011 Komisi Pemberantasan Korupsi menjadikannya tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet (Hambalang) untuk SEA Games ke-26. Nazaruddin ditengarai meninggalkan Indonesia sebelum statusnya menjadi tersangka dan menyatakan melalui media massa bahwa sejumlah pejabat lain juga terlibat dalam kasus suap tersebut, hingga akhirnya ia tertangkap di Cartagena de Indias, Kolombia. Nazaruddin didakwa MA 7 tahun penjara. Tahun 2016, Nazaruddin juga didakwa mengenai gratifikasi dan pencucian uang melalui berbagai perusahaan miliknya dan divonis 6 tahun. Akumulasi hukumannya yaitu 13 tahun sampai tahun 2025.

Kehidupan awal

Nazaruddin lahir di Desa Bangun, kini bagian dari Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada 26 Agustus 1978 sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara dalam keluarga Muhammad Latif Khan dan Aminah, yang keduanya merupakan warga keturunan Pakistan.[4] Mulanya ia dinamai Muhammad Nazaruddin Khan, tetapi kemudian ayahnya memutuskan untuk menghapus nama belakang putranya tersebut. Orang tua Nazaruddin memiliki usaha yang cukup berhasil di daerahnya.[5] Namun, usaha keluarga mereka mulai menurun sepeninggal ayah Nazaruddin pada tahun 1993, kemudian ibunya pada tahun 1998. Setelah lulus SMA, Nazaruddin pergi merantau.

Pada tahun 2002, Nazaruddin berwirausaha di Pekanbaru, Riau.[6] Aktivitas bisnisnya dimulai dengan CV Anak Negeri yang kemudian berubah menjadi PT Anak Negeri. Usahanya kemudian semakin berkembang dan Nazaruddin tercatat sebagai komisaris di beberapa perusahaan, yaitu PT Anugerah Nusantara, PT Panahatan, dan PT Berhak Alam Berlimpah[7] yang semuanya berdomisili di Riau dan bergerak dalam bidang konstruksi, pengadaan alat kesehatan, perkebunan, jasa, dan lainnya.

Pada Laporan Harta Kejayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK pada tanggal 22 Juli 2010 itu mencatat harta kekayaan Nazaruddin berjumlah sebesar Rp 112 miliar. "Kekayaan Nazaruddin per tanggal 22 Juli 2010 senilai Rp112.207.286.461,"kata Direktur LHKPN KPK, Cahya Harefa lewat pesan singkatnya, Selasa (13/9/2011). Jumlah yang tercatat oleh KPK itu berbeda dengan pernyataan kuasa hukum Nazaruddin, O.C. Kaligis. Menurut Kaligis sebelum menjadi anggota DPR, Nazaruddin memiliki harta sebesar Rp 150 miliar. Menurutnya, harta kekayaan itu didapat Nazaruddin dari kegiatan bisnisnya. Kerajaan bisnisnya dimulai dari PT Anugerah Nusantara.[8]

Kasus Korupsi Wisma Atlet

Pada 21 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga Wafid Muharam, pejabat perusahaan rekanan Mohammad El Idris, dan perantara Mindo Rosalina Manulang karena diduga sedang melakukan tindak pidana korupsi suap menyuap. Penyidik KPK menemukan 3 lembar cek tunai dengan jumlah kurang lebih sebesar Rp3,2 miliar di lokasi penangkapan. Keesokan harinya, ketiga orang tersebut dijadikan tersangka tindak pidana korupsi suap menyuap terkait dengan pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-26 di Palembang, Sumatera Selatan.[9] Mohammad El Idris mengaku sebagai manajer pemasaran PT Duta Graha Indah, perusahaan yang menjalankan proyek pembangunan wisma atlet tersebut, dan juru bicara KPK Johan Budi menyatakan bahwa cek yang diterima Wafid Muharam tersebut merupakan uang balas jasa dari PT DGI karena telah memenangi tender proyek itu.[10]

Pada 27 April 2011, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kepada wartawan bahwa Mindo Rosalina Manulang adalah staf Muhammad Nazaruddin.[11][12] Nazaruddin menyangkal pernyataan itu dan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Rosalina maupun Wafid.[13] Namun, pernyataan Boyamin tersebut sesuai dengan keterangan Rosalina sendiri kepada penyidik KPK pada hari yang sama[14] dan keterangan kuasa hukum Rosalina, Kamaruddin Simanjuntak, kepada wartawan keesokan harinya.[15] Kepada penyidik KPK, Rosalina menyatakan bahwa pada tahun 2010 ia diminta Nazaruddin untuk mempertemukan pihak PT DGI dengan Wafid, dan bahwa PT DGI akhirnya menang tender karena sanggup memberi komisi 15 persen dari nilai proyek, dua persen untuk Wafid dan 13 persen untuk Nazaruddin.[14] Akan tetapi, Rosalina lalu mengganti pengacaranya menjadi Djufri Taufik dan membantah bahwa Nazaruddin adalah atasannya.[16] Ia bahkan kemudian menyatakan bahwa Kamaruddin, mantan pengacaranya, berniat menghancurkan Partai Demokrat sehingga merekayasa keterangan sebelumnya, dan pada 12 Mei Rosalina resmi mengubah keterangannya mengenai keterlibatan Nazaruddin dalam berita acara pemeriksaannya.[17] Namun, Wafid menyatakan bahwa ia pernah bertemu beberapa kali dengan Nazaruddin setelah dikenalkan kepadanya oleh Rosalina.[18][19]

Kepergian Ke Singapura

Kepergian Nazaruddin ke Singapura tepat satu hari sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencekalan terhadap Nazaruddin kepada Ditjen Imigrasi.

Berikut ini kronologi perginya Nazaruddin ke Singapura.

Senin (23/5/2011) siang menjelang sore.
M Nazaruddin menemui Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie di DPR. Wakil Ketua Demokrat Max Sopacua usai bertemu Marzuki Alie di lantai 3 Nusantara III DPR, membenarkan pertemuan itu. "Itu urusan Pak Marzuki mungkin dengan Pak Nazar. Mereka berdua ngomong tertutup," kata Max.
Senin (23/5/2011) malam (19.30)
M Nazaruddin bertolak ke Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta. “Ia pergi ke Singapura pada 23 Mei 2011 pukul 19.30 WIB,” ujar Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.
Senin (23/5/2011) malam (21.10)
Partai Demokrat secara resmi memberhentikan Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. “Dewan Kehormatan Partai Demokrat memberhentikan atau membebaskan yang bersangkutan dari jabatannya selaku bendahara umum,” ujar Sekretaris Dewan Kehormatan Amir Syamsuddin.
Selasa (24/5/2011) pagi
Mantan Bendahara Umum Muhammad Nazaruddin mengumumkan akan mengelar jumpa pers untuk mengungkap berbagai kasus yang melibatkan elit-elit Partai Demokrat. Nazaruddin akan mengelar jumpa pers di ruang Fraksi Partai Demokrat, di lantai 9, Gedung Nusantara I DPR.
Selasa (24/5/2011) siang (12.00)
M Nazaruddin batal menggelar jumpa pers dengan alasan masih harus mengumpulkan bahan lebih lengkap sebelum diungkap ke publik. "Karena pak Nazaruddin masih harus mengumpulkan bahan-bahannya, jadi ditunda," ujar staff bidang media Fraksi Demokrat DPR RI, Wawan Setiawan.
Selasa (24/5/2011) petang
KPK mengajukan permohonan cekal terhadap M Nazaruddin. "Sudah dikirim ke Imigrasi KemenkumHAM sejak dua hari yang lalu, Selasa (24/5)," ujar Wakil Ketua KPK M Jasin.
Selasa (24/5/2011) malam
Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) resmi menerbitkan surat larangan berpergian ke luar negeri terhadap M Nazaruddin. "Sudah dicegah," tegas Direktur Penindakan dan Penyidikan Ditjen Imigrasi Kemenkum dan HAM, Husein Alaidrus.
Rabu (25/5/2011) malam (20.00)
Presiden SBY selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat memanggil seluruh jajaran Dewan Pembina, Dewan Kehormatan dan pengurus DPP termasuk Nazaruddin, ke Cikeas. Kepada pers Nazaruddin mengatakan akan menghadiri acara tersebut.
Rabu (25/5/2011) malam (23.00)
Hingga acara pertemuan pengurus Partai Demokrat dengan SBY selesai, M Nazaruddin tidak menunjukkan batang hidungnya di Cikeas. “Tidak ada, saya tidak melihat ada Pak Nazaruddin,” ujar Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana.
Kamis (26/5/2011) malam
Nazaruddin diketahui berada di Singapura dengan alasan melakukan medical check up.
Jumat (27/5/2011) pagi
Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) Jafar Hafsah mengakui memberikan izin M Nazaruddin ke luar negeri, namun Jafar tak mengetahui kapan Nazaruddin akan pulang ke Indonesia.[20]

Pemecatan M. Nazaruddin

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memutuskan memberhentikan Muhammad Nazaruddin dari posisinya sebagai kader partai itu pada Senin 18 Juli 2011. Keputusan itu telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.[21]

Penangkapan

Muhammad Nazaruddin ditangkap di Cartagena de Indias, Kolombia pada tanggal 7 Agustus 2011. Nazar diketahui menggunakan paspor sepupunya, Syarifuddin, untuk berpergian ke luar Indonesia setelah paspornya telah lama dicabut oleh Imigrasi.[22]

Vonis

Per 2016, Nazaruddin sudah divonis untuk 2 kasus yang berbeda[23]

Korupsi wisma atlet

Pada 20 April 2012, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana 4 tahun 10 bulan dan denda Rp 200 juta kepada Nazaruddin.

Di persidangan, Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar berupa lima lembar cek yang diserahkan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Fury. Cek tersebut disimpan di dalam brankas perusahaan. Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan menjadi 7 tahun penjara. MA juga menambah hukuman denda untuk Nazaruddin dari Rp 200 juta menjadi Rp 300 juta. MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menyatakan Nazaruddin terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. MA menilai Nazaruddin terbukti sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 12b Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, sesuai dakwaan pertama. Jika di pengadilan tingkat pertama Nazaruddin hanya terbukti menerima suap saja, menurut MA, dia secara aktif melakukan pertemuan-pertemuan.

Gratifikasi dan pencucian uang

Pada 15 Juni 2016, Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun penjara terhadap mantan anggota DPR RI, Muhammad Nazaruddin. Nazarrudin juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. "Mengadili, menyatakan terdakwa Muhammad Nazaruddin terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan pencucian uang, sebagaimana dakwaan kesatu primer, dakwan kedua, dan ketiga," ujar Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Beberapa pertimbangan yang memberatkan, antara lain, Nazaruddin dianggap tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Selain itu, hasil uang yang dikorupsi dalam jumlah besar. Sementara itu, hal yang meringankan, yakni Nazaruddin telah dipidana dalam kasus korupsi, mempunyai tanggungan keluarga, dan berstatus justice collabolator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan KPK.

Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar Nazaruddin dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Selain itu, menuntut agar harta milik Nazaruddin senilai lebih kurang Rp 600 miliar yang termasuk dalam pencucian uang dirampas untuk negara.

Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar. Saat menerima gratifikasi, ia masih berstatus sebagai anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup.

Nazaruddin juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi. Pembelian sejumlah saham yang dilakukan Nazaruddin dilakukan melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia menggunakan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup, kelompok perusahaan milik Nazar. Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah. Dari uang tersebut, salah satunya Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia sekitar tahun 2011 dengan menggunakan anak perusahaan Permai Grup.

Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan vonis penjara terhadap Nazaruddin tidak dipotong masa tahanan. Nazaruddin memang telah berada di dalam tahanan atas putusan pengadilan dalam dakwaan yang berbeda.

Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Selain itu, Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Pasal 3 ayat (1) huruf a, c, dan e UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Nazaruddin menyatakan tidak akan banding pada putusan ini dan ikhlas menerima putusan hakim.[24]

Akumulasi Hukuman

Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo mengatakan, vonis tersebut bersifat akumulasi. Dengan demikian, setelah Nazaruddin selesai menjalani 7 tahun penjara, ia akan melanjutkan menjalani pidana penjara selama 6 tahun berikutnya. Saat ini (2016), Nazarudin baru menjalani sekitar 4 tahun dari vonis 7 tahun penjara dalam putusan pertama. Diperkirakan, Nazaruddin baru benar-benar bebas pada tahun 2025.

Pengungkapan Nazaruddin

Pengungkapan Kasus Hambalang menyeret banyak nama mulai dari elit Partai Demokrat sebagai Partai Penguasa saat itu, membuka konflik internal Partai Demokrat ke publik, hingga Nazaruddin mulai mengungkapkan aliran dana / orang yang terlibat hingga kasus-kasus korupsi lain (seperti Kasus Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan, Korupsi Pengadaan e-KTP, dsb) yang terjadi semasa dia menjadi anggota DPR dan melibatkan kolega-kolega bahkan dari Partai lain.

Nazaruddin menyeret banyak nama dalam berbagai kasus di muka publik, baik dalam wawancara media ataupun kesaksian di pengadilan, beberapa terbukti, lainnya belum terbukti atau kurang kuat. Beberapa tuduhannya diantaranya yaitu:

  1. Edhie Baskoro Yudhoyono (Sekretaris Jenderal Partai Demokrat 2010-2015). Nazaruddin membenarkan bahwa Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas menerima uang US$ 200 ribu (sekitar Rp 2,3 miliar) pada 2010. Pernyataan itu selaras dengan penjelasan saksi lainnya pada sidang kasus korupsi Hambalang, yaitu Yulianis, bekas anak buah Nazaruddin di perusahaan Permai Group. "Soal Mas Ibas yang dibilang Yulianis itu benar," kata Nazar ketika memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 21 Agustus 2014. Wakil Direktur Keuangan Permai Group Yulianis mengatakan hal serupa ketika diperiksa KPK akhir tahun 2013. Pun, uang tersebut dikaitkan dengan proyek Hambalang dan kongres Partai Demokrat.[25]
  2. Setya Novanto, (Bendahara Umum Partai Golkar & Ketua Fraksi Golkar 2009-2014) Nazaruddin juga mengatakan aliran dananya yang disebut mengalir ke sejumlah anggota DPR seperti Setya Novanto yang menerima RP 300 miliar. Nazar mengatakan bahwa Setya Novanto terlibat dalam kasus korupsi E-KTP. Novanto disebut Nazaruddin sebagai orang yang memberi perintah untuk mengatur proyek e-KTP dan pembagian fee ke sejumlah pihak. "Khusus untuk Novanto, ini kan orang kebal hukum. Karena apa? Karena Sinterklas. Dimana-dimana kan (bagi-bagi duit)," ujar Nazaruddin usai diperiksa KPK, Jumat (15/11/2013)[26]
  3. Marwan Jafar (Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 2009-2014). Nazaruddin mengatakan Marwan Ja'far saat menjadi Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR menerima duit dari Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Duit itu, menurut Nazar, milik Grup Permai, perusahaannya. "Yang ngasih duitnya Ibas, ke ketua-ketua fraksi, salah satunya Ketua Fraksi PKB waktu itu, yang sekarang menjadi menteri," kata Nazar di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa, 17 Maret 2015. Menurut Nazar, uang perusahaannya disawer kepada fraksi yang mendukung hak angket pajak. Uang tersebut didapat Grup Permai dari fee beberapa proyek yang didapat sebelumnya.[27]
  4. Olly Dondokambey, Bendahara Umum PDIP yang juga Pimpinan Badan Anggaran DPR RI. Disebut Nazarudin menerima uang US$ 1 juta dalam proyek e-KTP. Disisi lain, Eks bos PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor, telah dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair 3 bulan penjara. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyebut jelas bahwa Teuku Bagus juga terbukti telah menyuap anggota Banggar DPR, Olly Dondokambey, sebesar Rp 2,5 miliar. Hakim menyebut Olly menerima suap dalam kapasitasnya sebagai anggota Banggar DPR. Seperti diketahui, Banggar DPR yang menentukan peningkatan anggaran proyek Hambalang yang semula Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. Dalam proses penyidikan, KPK telah menggeledah rumah Olly Dondokambey di Manado dan menyita sejumlah mebel yang diyakini berasal dari PT Adhi Karya. Namun, majelis hakim memutuskan agar mebel yang telah disita itu dikembalikan ke Olly karena dinilai uang pembelian tidak berasal dari kas PT Adhi Karya.[28]
  5. Ganjar Pranowo (Wakil Ketua Komisi II Fraksi PDIP) disebut menerima uang US$ 500 ribu dalam proyek e-KTP[29]
  6. Abdul Kadir Karding, Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PKB. Disebut menjadi kaki tangan Nazaruddin dalam mencari proyek-proyek Kementerian Agama “Di Komisi VIII saya dikenalkan ke Pak Karding (Abdul Kadir Karding) dan pak Nurul Iman, lalu dikenalan ke politikus partai Golkar. Mereka ini yang mengamankan di DPR mengenai anggaran di Kementerian Agama,” ungkap mantan Manajer Marketing PT Permai Group, Mindo Rosalina Manulang alias Rosa, Rabu (16/12/2015) di sidang Nazaruddin.[30]
  7. Aziz Syamsudin, anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar. Disebut menjadi kaki tangan Nazaruddin dalam mencari proyek-proyek di Kejaksaan Agung
  8. I Wayan Koster, anggota DPR Fraksi PDIP. Nazaruddin melemparkan keheranannya tentang status Wayan Koster yang tak kunjung dijadikan tersangka. "Terus yang sampai sekarang belum tersangka juga kan Wayan Koster. Ada jin apa yang melindungi kan," tandasnya.[31] Dalam persidangan, Yulianis (Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup) menyebut ada aliran dana ke politikus PDI-Perjuangan I Wayan Koster dari Permai Grup, perusahaan milik Muhammad Nazaruddin.[32] Wayan juga pernah diperiksa KPK sebagai saksi bagi beberapa tersangka Hambalang.[33]
  9. Mirwan Amir. Anggota Komisi I DPR Fraksi Demokrat. Nazaruddin menudingnya bersama-sama dengan Wafid Muharram (Sesemenpora) pantas menjadi tersangka "Terus yang di DPR seperti Mirwan Amir (pantas jadi tersangka), dan beberapa nama lain yang sebenarnya terlibat menikmati, bukan membangun programnya tapi menikmati dari program yang bagus dari pemerintah," ungkap Nazar saat ditemui di gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2016).[34]
  10. Suaidi Yahya, Walikota Lhokseumawe dalam aliran dana suap ke Istri Muda
  11. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam proyek e-KTP dan seragam hansip.
  12. Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi dalam proyek e-KTP dan Hambalang.
  13. Chandra Hamzah (Wakil Ketua KPK). Nazaruddin menyebut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah dan Deputi Bidang Penindakan Ade Rahardja pernah bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Pertemuan untuk 'nego' kasus yang menyeret Nazaruddin. "KPK sudah ada deal khusus antara Anas dan Chandra Hamzah. Deal-nya, Chandra terpilih kembali menjadi pimpinan KPK, begitu juga Ade Raharja terpilih kembali. Ini deal untuk KPK ke depan," kata Nazaruddin dalam wawancara live dengan stasiun Metro TV, Selasa 19 Juli 2011. "Anas dan Ade Rahardja mengadakan pertemuan. Deal-nya, Anas tidak boleh dipanggil. Angelina Sondakh tidak boleh dipanggil, kasus ditutup hanya sampai Nazaruddin," kata Nazaruddin.[35] Selain itu Nazaruddin menyatakan Chandra menerima dana dari seorang pengusaha yang terbelit kasus pengadaan seragam Hansip untuk Pemilu. Nazaruddin juga menyebut ada Benny K. Harman pada pertemuan itu. "Pada November 2010, Chandra terima uang. Ada CCTV-nya. Chandra menerima uang dari proyek pengadaan baju Hansip," kata Nazaruddin dalam wawancara dengan stasiun Metro TV, Selasam 19 Juli 2011.[36] Baik Chandra dan Ade Rahardja, Anas dan Benny K Harman membantah tudingan tersebut. Selain itu, Chandra dituding membocorkan info pencekalan dirinya Muhammad Nazaruddin menyatakan telah mengetahui informasi pencekalan dirinya pada 24 Mei 2011 dari Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. "Pada hari Selasa (24 Mei 2011), saya memang mau berangkat ke luar negeri ke Singapura untuk berobat. Namun, Senin (23 Mei 2011) saya disuruh Anas harus berangkat. Info dari Chandra Hamzah bahwa saya akan dikenai cekal," kata Nazaruddin sebelum memulai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (7/3/2012). Dikatakan Nazaruddin, dia pernah lima kali menggelar pertemuan dengan Chandra Hamzah, sebelum akhirnya kabur ke Singapura. "Saya ketemu Chandra di restoran Jepang dekat Sahid, restoran Jepang di Casablanca. Ketiga di kantor KPK di ruangan Chandra, saya masuk dari belakang. Keempat di rumah saya juga termasuk kelima," kata Nazar. Nazar mengaku mengenal Chandra setelah diperkenalkan oleh Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. "Waktu itu yang kenalkan Chandra ke saya, Anas," kata Nazar.[37]
  14. M Jasin (Wakil Ketua KPK). Nazaruddin menyebut nama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan M Jasin salah satu orang yang merekayasa kasusnya. M Jasin langsung membantah keras tudingan itu. "Yang merekayasa itu ada Chandra (Chandra M Hamzah), ada Jasin," kata Nazaruddin dalam wawancara live dengan stasiun Metro TV, Selasa 19 Juli 2011. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Moqoddas, mengatakan pihaknya melakukan pengawasan internal kepada dua anggotanya, Chandra Hamzah dan M Yasin, terkait kasus Nazarudin.[38] "Sebenarnya kalau tidak ada indikasi kan tidak ada nilainya tetapi kami tetap membentuk tim untuk melakukan pengawasan secara internal apalagi yang disebut kan bukan hanya Chandra tetapi juga M Yasin, jadi keduanya diawasi tim,"[39]
  15. Sandiaga Uno (Wakil Gubernur Jakarta). Nazaruddin menyebut Sandiaga sebagai pemilik PT. DG (Duta Graha Indah), pemenang tender Wisma Atlet.[40]

Beberapa diantaranya sudah terbukti menjadi tersangka atau terpidana baik karena "Nyanyian" atau pengembangan kasusnya oleh KPK

  1. Neneng Sri Wahyuni, sang istri, juga menjadi tersangka pada 23 Mei 2011. Neneng yang kabur bersama Nazaruddin ke Singapura, sempat menjadi buronan Interpol. Saat suami tertangkap di Columbia, Neneng sempat terdeteksi di Vietnam, Malaysia, dll. Akan tetapi justru Neneng ditangkap di rumahnya kawasan Pejaten secara mendadak.[41] Neneng selaku Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara ini telah divonis 6 tahun penjara pada tahun 2013. Selain hukuman badan, Neneng juga didenda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Bahkan, majelis hakim juga mewajibkan Neneng membayar uang pengganti kepada negara Rp 800 juta, paling lambat satu bulan setelah inkracht. Hakim menilai Neneng terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan korupsi pada proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008 dan merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,72 miliar. Neneng bukanlah seorang penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi. Namun, dia merupakan pihak umum yang turut melakukan tindak pidana korupsi dan merugikan keuangan negara.[42] Pengadilan Tinggi menambah hukuman uang pengganti Neneng dari Rp 800 juta menjadi Rp 2,604 miliar.[43] Kasasinya pun ditolak oleh MA pada Desember 2013[44] karena baik KPK maupun Neneng saling mencabut kasasinya tersebut. KPK merasa sudah puas dengan hasil Pengadilan Tinggi tersebut.[45]
  2. Angelina Sondakh, Anggota Komisi X Fraksi Demokrat. Pengadilan tingkat pertama pada 10 Januari 2013 memutuskan Angie terbukti menerima suap sebesar Rp2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS dalam pembahasan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Namun putusan yang dijatuhkan hanyalah penjara 4,5 tahun dengan denda Rp250 juta. Sempat mendapat vonis 12 tahun dalam kasasi di Mahkamah Agung, Angie mendapat vonis 10 tahun dan membayar Uang pengganti Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS, subsider 1 tahun penjara pasca Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung pada tahun 2015.[46]
  3. Andi Mallarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga (2009-2012). Tersangka pada tahun 2012. Terbukti menerima suap melalui adiknya Choel Mallarangeng dan memperkaya diri sendiri dan orang lain.
  4. Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat (2010-2013). Tersangka tahun 2013. Telah divonis 18 tahun pada Kasasi di Mahkamah Agung dalam kasus Gratifikasi dan Pencucian Uang.
  5. Andi Zulkarnain "Choel" Mallarangeng. Adik dari Andi Alifian Mallarangeng. Tersangka pada tahun 2015. Diduga merupakan perantara Kasus Suap kepada kakaknya.[47]
  6. Fasichul Lisan Rektor Unversitas Airlangga (Unair) Surabaya (2006-2015). Tersangka pada Maret 2016 dalam kasus korupsi pengadaan. Pertama, kasus pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Unair yang bersumber dana DIPA tahun 2007-2010. Kedua, kasus peningkatan sarana dan prasarana Rumah Sakit Pendidikan Unair Surabaya dengan sumber dana DIPA tahun 2009. Akibatnya, dari total nilai proyek lebih dari Rp300 miliar, negara ditaksir merugi sekitar Rp85 miliar. Kasus ini juga menyeret Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kementerian Kesehatan Bambang Giatno Raharjo dan anak buah Nazaruddin, Manager Marketing PT Anugerah Nusantara, Minarsih. Dalam proyek senilai sekitar Rp87 miliar ini, negara dirugikan Rp17 miliar.[48]
  7. Made Meregawa, Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana Bali sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek pengadaan alat kesehatan. Tersangka pada Juli 2015 untuk dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana 2009-2011.[49] Divonis pidana empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair dua bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/1/2016) siang. Pejabat Unud ini dinilai merugikan negara sebesar Rp 7 miliar dari total proyek Rp 16 Miliar.[50]

Bebas murni

M Nazaruddin secara resmi bebas murni setelah selesai menjalani masa bimbingan permasyarakatan pada 14 Juni 2020. Nazaruddin bebas lima tahun lebih cepat dibandingkan vonis yang dijatuhkan kepadanya.[51]

Referensi

  1. ^ "Ini Alasan Nazaruddin Dipecat dari Partai Demokrat". Tempo. Diakses tanggal 2011-07-18. 
  2. ^ "Anggota DPR Partai Demokrat" (PDF). Komisi Pemilihan Umum. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-10-11. Diakses tanggal 2011-08-12. 
  3. ^ "Data Detail Anggota". Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-28. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  4. ^ Gunawan, A. & B.B.T. Saragih (3 Juni 2011). "Nazaruddin: Party pariah, hometown hero". The Jakarta Post. Diakses tanggal 2011-08-12. 
  5. ^ Lubis, I. (28 Mei 2011). "Nazaruddin, Elite Demokrat yang Terseret Kasus Suap Sesmenpora (1)". Radar Lampung. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-10. Diakses tanggal 2011-08-12. 
  6. ^ Alfiadi (4 Juli 2011). "Tak Punya Modal, Kini Harta Melimpah". Riau Pos. Diakses tanggal 2011-08-13. [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ Hernowo, M. (28 Mei 2011). "Nazaruddin, Bintang Baru yang Misterius". Kompas. Diakses tanggal 2011-07-08. 
  8. ^ "Kekayaan Nazaruddin versi Pengacara dan LHKPN beda Rp. 38 Miliar"
  9. ^ Widianto, W. (22 April 2011). "Sesmenpora Wafid Dijerat Pasal Penyuapan". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  10. ^ "Andi Masih Aman". Sriwijaya Post. 26 April 2011. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  11. ^ Hafil, M. (27 April 2011). "Perantara Suap Seskemenpora, Rosalina Staf Bendahara Umum Demokrat?". Republika.co.id. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  12. ^ Pakpahan, V. (27 April 2011). "MAKI: Perantara Suap Wafid Muharam Staf Ahli Bendahara Demokrat". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  13. ^ Hidayat, R. (27 April 2011). "Bendahara Umum Demokrat: Rosa Manulang Bukan Staf Saya". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  14. ^ a b Yasra, S.; Septian, A.; Aprianto, A. & F. Febiana (9 Mei 2011). "Olah Dana Komisi Olahraga". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-09. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  15. ^ Rastika, I. & H. Margianto (28 April 2011). "Atasan Rosa adalah Bendahara Umum Partai Berkuasa". Kompas.com. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  16. ^ Rastika, I. & Inggried (29 April 2011). "Rosa Pilih Djufri karena Aman dan Nyaman". Kompas.com. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  17. ^ Ahniar, N.F. & D. Priatmojo (12 Mei 2011). "Rosa Akhirnya Ubah BAP". VIVAnews. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-12. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  18. ^ Rastika, I. & A. Wisnubrata (10 Mei 2011). "Wafid Pernah Bertemu Nazaruddin". Kompas.com. Diakses tanggal 2011-08-11. 
  19. ^ Agustia, R. (12 Mei 2011). "Wafid Tetap Dengan Pernyataan Awal". TEMPO Interaktif. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-19. Diakses tanggal 2011-08-12. 
  20. ^ [1], diakes pada 27 Mei 2011.
  21. ^ Harian Kompas 19 Juli 2011, hal. 4.
  22. ^ Nazaruddin tersangkut hukum kolombia[pranala nonaktif permanen]
  23. ^ "Divonis untuk dua kasus berbeda, Hukuman Nazaruddin jadi 13 tahun penjara"
  24. ^ "Divonis 6 tahun penjara, Nazaruddin: Saya ikhlas"
  25. ^ "Nazar sebut Ibas terima uang US$ 200Ribu di DPR"
  26. ^ "Nyanyian Nazaruddin soal Setya Novanto yang kebal hukum"
  27. ^ "Nyanyian Nazaruddin kini menyasar Menteri Marwan"
  28. ^ "Divonis 4,5 tahun, Teuku Bagus terbukti Suap Olly Dondokambey Rp. 2,5M"
  29. ^ ""Ganjar tertawakan tuduhan Nazaruddin soal Aliran Dana Proyek E-KTP"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-06. Diakses tanggal 2016-09-27. 
  30. ^ "Politikus PKB ini disebut suka amankan anggaran di DPR"
  31. ^ "Nazaruddin sebut ada Jin yang lindungi Wayan Koster"
  32. ^ "Bersaksi di Sidang Nazaruddin, Yulianis sebut Wayan Koster terima fee"
  33. ^ "Wayan Koster kembali diperiksa KPK"
  34. ^ ""Wafid Muharam dan Mirwan Amir Pantas jadi Tersangka Hambalang"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-01. Diakses tanggal 2016-09-27. 
  35. ^ "Nazaruddin: Anas dan Chandra Hamzah bertemu"
  36. ^ "Chandra Bantah terima Suap proyek baju Hansip"
  37. ^ "Chandra Hamzah bocorkan info pencekalan Nazaruddin"
  38. ^ "M Jasin bantah rekayasa kasus Nazaruddin"
  39. ^ "Busyro: Chandra dan Yasin diawasi secara internal"
  40. ^ "Bantu KPK, Nazaruddin Sebut Sandiaga Uno sebagai Pemilik PT DGI - Tribunnews.com". Tribunnews.com. 2017-09-07. Diakses tanggal 2018-07-03. 
  41. ^ "Perjalanan hidup Neneng, dari SPG hingga Direktur"
  42. ^ "Divonis 6 tahun penjara, Istri Nazaruddin ajukan Banding"
  43. ^ "Hukuman diperberat, Neneng Sri Wahyuni ajukan kasasi"
  44. ^ "MA tolak permohonan kasasi Istri Nazaruddin"
  45. ^ "Jaksa KPK Cabut Kasasi Kasus Istri Nazaruddin dan Bupati Buol"
  46. ^ "PK Dikabulkan, Vonis Angelina Sondakh Menjadi 10 Tahun"
  47. ^ "Kasus Hambalang, KPK tetapkan Choel Mallarangeng sebagai tersangka"
  48. ^ ""Dua Kasus Korupsi menjerat Mantan Rektor Unair"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-01. Diakses tanggal 2016-09-27. 
  49. ^ "Breaking News KPK Tahan Made Meregawa"
  50. ^ "Pejabat Unud divonis 4 tahun penjara Meregawa: Mungkin Sane Miang Tiang"
  51. ^ Fachri Audhia Hafiez, Medcom (2020-08-13). "Nazaruddin Bebas Murni". Medcom.id. Diakses tanggal 2020-08-13. 
Kembali kehalaman sebelumnya