Mengembalikan Tionghoa ke Dalam Historiografi Indonesia
Mengembalikan Tionghoa ke Dalam Historiografi Indonesia adalah sebuah buku genre sejarah karya Asvi Warman Adam yang diterbitkan pada 2024.[1] Asvi Warman Adam merupakan sejarawan sekaligus Profesor Riset Bidang Sejarah Sosial Politik pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang fokus dalam penulisan tentang rekayasa sejarah Orde Baru dan historiografi Indonesia dari perspektif korban.[2] Rilis BukuBuku Mengembalikan Tionghoa ke Dalam Historiografi Indonesia diluncurkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Politik bekerja sama dengan Penerbit Buku Kompas pada 7 November 2024 di Kampus BRIN, Jakarta. Peluncuran buku ini juga merupakan bentuk persembahan 70 tahun Asvi Warman Adam yang purnatugas sebagai peneliti BRIN.[3] Kegiatan rilis buku menampilkan empat narasumber, yaitu sejarawan Didi Kwartanada, sinolog Natalia Soebagjo, serta anggota DPR RI Bonnie Triyana.[4] Buku versi PDF dirilis pada 13 Januari 2025.[5] Isi bukuBuku berukuran 15 X 23 cm ini berisi kumpulan pemikiran Asvi mengenai etnis Tionghoa Indonesia, baik yang telah dipublikasi dalam bentuk artikel koran, jurnal, bagian dari buku, maupun tulisan populer lain. Koleksi tulisan ini merupakan catatan atas pelurusan peran Tionghoa dalam historiografi Indonesia.[5] TanggapanPada acara peluncuran buku, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko di Kampus BRIN menyatakan, buku ini diharapkan bisa menjadi referensi penting dalam memperdalam pemahaman tentang eksistensi etnis Tionghoa. Terdapat kontribusi Tionghoa terhadap pembangunan di Indonesia, termasuk demokratisasi dan globalisasi.[3] Leo Suryadinata, Visiting Senior Fellow ISEAS Yusof Ishak Institute, Singapura menyatakan bahwa buku koleksi tulisan Asvi Warman Adam ini merupakan rekam jejak seorang sarjana dan intelektual publik Indonesia yang konsisten meluruskan peran Tionghoa dalam historiografi Indonesia. Para pembaca akan menyaksikan bagaimana sejarawan Asvi mengembalikan Tionghoa―yang sengaja dihilangkan dari buku sejarah oleh Orde Baru―ke dalam tubuh sejarah nasional Indonesia. Asvi turut menyukseskan terpilihnya Laksamana John Lie sebagai Pahlawan Nasional.[1] Di luar acara peluncuran buku, pada waktu dan tempat yang berbeda, terdapat resensi yang ditulis oleh Ahmad Najib Burhani. Dinyatakan bahwa ada satu nama dari etnis Tionghoa yang menjadi Pahlawan Nasional dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu Laksamana Muda John Lie. Itu pun baru terjadi pada 10 November 2009. Bahkan, ada empat nama dari golongan Tionghoa yang menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang masih sering hilang dalam historiografi Indonesia, yaitu Liem Koen Hian, Oey Tiang Tjoei, Oei Tjong Hauw, dan Tan Eng Hoa. Dua isu ini di antaranya yang digarisbawahi dalam diskusi dan peluncuran buku ini.[6] Referensi
|