Manuskrip DunhuangManuskrip Dunhuang adalah sekelompok koleksi dokumen-dokumen penting keagamaan dan sekuler yang ditemukan di Gua Mogao, Dunhuang, negara Tiongkok, pada awal abad ke-20. Berasal dari abad ke-5 sampai awal abad ke-11, manuskrip-manuskrip ini mencakup karya-karya mulai dari sejarah dan matematika hingga lagu-lagu rakyat dan tarian. Terdapat juga sejumlah besar dokumen keagamaan, sebagian besarnya adalah mengenai agama Buddha, namun agama-agama lain termasuk Taoisme, Kristen Nestorian, dan Manichaeisme adalah juga ada. Mayoritas manuskrip tersebut ditulis dalam bahasa Tionghoa. Bahasa lainnya yang ada adalah bahasa Khotan, Sanskerta, Sogdia, Tangut, Tibet, Uighur Kuno, Ibrani, dan Turk Kuno.[1] Manuskrip-manuskrip tersebut adalah sumber utama untuk studi akademis di berbagai bidang termasuk sejarah, studi keagamaan, linguistik, dan studi manuskrip. SejarahDokumen-dokumen tersebut ditemukan di sebuah gua tertutup oleh biarawan Taois, Wang Yuanlu pada tanggal 25 Juni 1900.[2] Dari tahun 1907 dan seterusnya dia mulai menjualnya kepada penjelajah Barat, terutama Aurel Stein dan Paul Pelliot. Penjelajah Jepang, Rusia, dan Denmark juga membeli koleksi manuskrip.[3] Namun, terutama disebabkan oleh upaya dari seorang cendekiawan dan kolektor barang antik yang bernama Luo Zhenyu, sebagian besar naskah berbahasa Tionghoa yang tersisa, mungkin seperlima dari total, dibawa ke Beijing pada tahun 1910 dan sekarang disimpan di Perpustakaan Nasional Tiongkok. Ribuan lembar manuskrip berbahasa Tibet tersisa di Dunhuang dan sekarang berada di beberapa museum dan perpustakaan di wilayah tersebut.[4] Manuskrip-manuskrip yang dibeli oleh para cendekiawan Barat sekarang disimpan di institusi-institusi di seluruh dunia, seperti Perpustakaan Britania dan Bibliothèque nationale de France. Seluruh koleksi manuskrip sedang didigitalisasikan oleh Proyek Dunhuang Internasional, dan dapat diakses dalam jaringan (online) secara bebas. Studi terhadap manuskrip DunhuangSementara sebagian besar studi menggunakan manuskrip Dunhuang untuk mengatasi masalah di bidang seperti studi sejarah dan keagamaan, beberapa kalangan telah mengajukan pertanyaan tentang asal dan materialitas manuskrip itu sendiri. Berbagai alasan telah dikemukakan terhadap penempatan manuskrip-manuskrip di dalam perpustakaan gua dan penyegelannya. Aurel Stein mengemukakan bahwa manuskrip itu merupakan "limbah sakral", penjelasan yang diketahui sesuai dengan pendapat cendekiawan kemudian termasuk Fujieda Akira.[5] Baru-baru ini, dikemukakan bahwa gua berfungsi sebagai ruang penyimpanan untuk perpustakaan biara Buddhis,[6] meskipun pendapat ini diperdebatkan.[7] Alasan penyegelan gua juga telah menjadi subyek spekulasi. Sebuah hipotesis populer, dikemukakan pertama kali oleh Paul Pelliot, adalah bahwa gua itu disegel untuk melindungi manuskrip pada saat munculnya invasi oleh tentara Xixia, dan cendekiawan kemudian menyertakan pendapat alternatif bahwa gua disegel karena kekuatiran terhadap invasi Kharkhanid Islamis yang ternyata tidak pernah terjadi.[6] Referensi
Kutipan karya
Bacaan lebih lanjut
Pranala luar |