Liem Thian JoeLiem Thian Joe (1895–1962) dulu adalah seorang sejarawan kolonial Indonesia, editor koran, jurnalis, dan penulis berlatar belakang Tionghoa Peranakan.[1][2] Ia kini paling terkenal berkat bukunya, Riwajat Semarang, 1416–1931, yang berisi gambaran umum mengenai sejarah komunitas Tionghoa di Semarang.[2] Ia pun disebut oleh sejumlah pihak sebagai sejarawan Tionghoa peranakan pertama yang menulis dalam bahasa Melayu dengan menggunakan metode sejarah 'modern'.[3] BiografiLahir pada tahun 1895 di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Hindia Belanda (kini Indonesia), Liem Thian Joe awalnya belajar di sekolah berbahasa Melayu dan Jawa.[1] Ia lalu belajar di sekolah berbahasa Hokkien selama sepuluh tahun, yakni Tiong Hoa Hak Tong di Ngadirejo, yang didirikan dan dijalankan oleh organisasi Konghucu, Tiong Hoa Hwee Koan.[1] Walaupun berbakat menulis, Liem awalnya bekerja sebagai seorang pedagang di Ngadirejo.[1] Ia lalu memulai karir menulisnya pada awal dekade 1920-an dengan menjadi jurnalis untuk Warna Warta, sebuah koran harian asal Semarang, dan kemungkinan juga untuk Perniagaan, sebuah koran yang berkantor pusat di Batavia.[2] Pada awal dekade 1930-an, Liem bergabung ke dewan editorial dari koran harian asal Semarang yang lain, yakni Djawa Tengah, dan versi bulanannya, Djawa Tengah Review.[2] Pada saat yang bersamaan, pada tahun 1938, Liem juga mulai menjadi editor dari koran bulanan asal Semarang yang lain, yakni Mimbar Melajoe. Liem juga mulai berkontribusi ke koran mingguan asal Batavia, yakni Sin Po.[2] Liem menulis Riwajat Semarang sebagai serangkaian artikel untuk Djawa Tengah Review mulai bulan Maret 1931 hingga Juli 1933, sebelum akhirnya diterbitkan dalam bentuk buku oleh Ho Kim Yoe pada tahun 1933.[1] Pada buku tersebut, Liem mencetuskan frase Cabang Atas untuk mendeskripsikan baba bangsawan atau bangsawan Tionghoa di Hindia Belanda pada saat itu.[4] Selain fokus pada sejarah komunitas Tionghoa di Semarang, Riwajat Semarang juga menjadi sumber sejarah Jawa Tengah, terutama Semarang, karena Liem masih dapat mengakses arsip dari Kong Koan (atau 'Dewan Tionghoa'), lembaga pemerintahan Tionghoa tertinggi di Semarang, yang kini telah hilang.[1] Liem juga menjadi penulis anonim dari Boekoe Peringetan Tiong Hoa Siang Hwee 1907-1937, sebuah buku untuk memperingati hari jadi Kamar Dagang Tionghoa Semarang, yang diterbitkan pada tahun 1937.[1][2] Buku sejarah lain yang ditulis oleh Liem meliputi Pusaka Tionghoa terbitan tahun 1952 dan Riwajat Kian Gwan, sebuah buku mengenai sejarah dari konglomerat terbesar di Asia Tenggara pada saat itu, yakni Kian Gwan, yang selesai ditulis pada tahun 1959, tetapi tidak pernah diterbitkan.[1][2] Liem meninggal di Semarang pada bulan Februari 1962.[2] Referensi
|