Kelas rangkap

Kelas rangkap (multigrades) merupakan situasi pembelajaran saat seorang guru di dalam satu kelas mengajar dua atau tiga tingkat sekaligus. Dua tingkat atau lebih tidak dipisahkan dalam ruangan berbeda.[1] Pembentukan kelas rangkap mendorong efisiensi. Untuk itu kelas rangkap dapat mengatasi kekurangan jumlah guru ataupun siswa. Apabila jumlah siswa di sekolah sedikit maka perlu dipikirkan agar jumlah guru tidak melebihi jumlah siswa yang ada. Pada kelas rangkap guru juga dapat melakukan pembagian kelompok yang bertujuan memaksimalkan potensi siswa. Tugas untuk kelas empat dapat diberikan pada siswa kelas tiga karena memang mampu. Sebaliknya siswa kelas empat yang masih belum paham konsep dapat memantapkan pemahaman konsepnya dengan mengerjakan tugas-tugas untuk kelas tiga. Pada kelas rangkap siswa juga dapat belajar maksimal karena dapat bersosialisasi dengan baik. Pembelajaran yang baik merupakan pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi di antara siswa. Semakin banyak interaksi, kemampuan mereka semakin berkembang. Apabila hanya bersosialisasi dengan teman yang jumlahnya sedikit perkembangan siswa akan kurang baik.[2]

Berikut beberapa alasan dilaksanakannya pembelajaran kelas rangkap:

  1. Alasan geografis, seperti: lokasi daerah terpencil, terbatasnya sarana transportasi, pemukiman berpindah-pindah, lokasi pengungsian karena terdampak bencana
  2. Alasan demografis, seperti: jumlah siswa sangat sedikit mengharuskan sekolah melaksanakan efisiensi kelas
  3. Kekurangan guru, seperti terjadi di daerah-daerah terpencil
  4. Terbatasnya jumlah ruang kelas
  5. Ketidakhadiran guru, kejadian ini mengakibatkan diperlukannya kehadiran guru pengganti yang sedang mengajar di kelas lainnya [3]

Contoh di Indonesia

Pemerintah Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur membuat keputusan untuk melaksanakan merger sekolah dan kelas rangkap. Sekolah-sekolah yang berada di dalam satu desa dan masih dapat dijangkau penduduknya digabungkan. Untuk sekolah-sekolah kecil yang tidak mungkin untuk digabung diselenggarakan kelas rangkap. Kebijakan tersebut telah diformalkan dalam peraturan bupati tentang pembelajaran kelas rangkap yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2015.[4]

Hasil studi mengenai pendidikan SD di Indonesia juga mendukung kebijakan tersebut. Digambarkan bahwa empat skenario bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi kebutuhan guru kelas SD. Pertama, tidak perlu mengambil kebijakan apa pun. Kedua, skenario penggabungan sekolah atau kelas rangkap dijalankan. Ketiga, skenario alih fungsi guru mata pelajaran menjadi guru kelas diterapkan. Keempat, menggabungkan skenario kedua dan ketiga.[5]

Referensi

  1. ^ Departemen Pendidikan Nasional (2007). Paket Pelatihan 2 Pembelajaran Kelas Rangkap. Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 69. 
  2. ^ Departemen Pendidikan Nasional (2007). Paket Pelatihan 2 Pembelajaran Kelas Rangkap. Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 70–71. 
  3. ^ Jalil, Aria (2014). Pembelajaran Kelas Rangkap (PDF). Jakarta: Universitas Terbuka. hlm. 1–49. ISBN 9789790113459. 
  4. ^ USAID PRIORITAS (2017). Prakti yang Baik Tata Kelola Guru. Jakarta: USAID PRIORITAS. hlm. 3. 
  5. ^ Seftiawan, Dhita (1 Mei 2017). "Jumlah Guru Kelas Harus Ditambah". Pikiran-Rakyat.com. Diakses tanggal 13 September 2021. 
Kembali kehalaman sebelumnya