Kasus Pulau Palmas
Kasus Pulau Palmas (Scott, Hague Court Reports 2d 83 (1932), (Perm. Ct. Arb. 1928), 2 U.N. Rep. Intl. Arb. Awards 829) adalah sengketa wilayah Pulau Palmas (atau Miangas) antara Belanda dan Amerika Serikat yang diangkat ke tingkat Pengadilan Arbitrase Permanen. Pulau Palmas dinyatakan sebagai bagian dari Hindia Belanda dan sekarang menjadi wilayah Indonesia. Kasus ini merupakan salah satu kasus konflik wilayah pulau paling berpengaruh. Latar belakang5°33′29″N 126°35′05″E / 5.55804°N 126.5847°E Palmas (Miangas) adalah sebuah pulau dengan potensi ekonomi atau strategis yang kecil. Pulau ini memiliki panjang 2,6 km dari utara ke selatan dan lebar 1,0 km yang membentang dari timur ke barat.[1] Pulau ini berpenduduk 750 jiwa pada tahun 1932 ketika kasus ini diputuskan. Pulau ini terletak di antara Mindanao, Filipina selatan, dan Kepulauan Nanusa, Indonesia utara. Pada tahun 1898, Spanyol menyerahkan Filipina kepada Amerika Serikat melalui Perjanjian Paris dan Palmas terletak di batas penyerahan tersebut. Pada tahun 1906, Amerika Serikat menemukan bahwa Belanda juga mengklaim kedaulatan atas pulau tersebut. Kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahan ini lewat arbitrase mengikat oleh Pengadilan Arbitrase Permanen. Pada tanggal 23 Januari 1925, kedua negara menandatangani perjanjian. Ratifikasinya diserahkan di Washington, D.C. tanggal 1 April 1925. Perjanjian ini terdaftar di League of Nations Treaty Series pada 19 Mei 1925.[2] Arbitrator kasus ini adalah Max Huber, seorang pengacara Swiss. Persoalan yang diajukan kepada arbitrator adalah apakah Pulau Palmas (Miangas) bagian dari Amerika Serikat atau Indonesia (saat itu bagian dari Kerajaan Belanda). Lihat pulaReferensi
Sumber
Pranala luar
|