Islam dan perayaan ulang tahun
Hubungan antara Islam dan perayaan ulang tahun telah lama menjadi isu yang kompleks dan kontroversial. Banyak Muslim percaya bahwa Al-Qur'an dan Sunnah tidak menganjurkan atau bahkan melarang perayaan ulang tahun, karena dianggap meniru tradisi non-Islam dan tidak memiliki dasar dalam praktik Nabi Islam Muhammad. Di sisi lain, sebagian Muslim berpandangan bahwa ulang tahun adalah acara peringatan pribadi yang netral, dan selama dirayakan dengan cara yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, hal ini dapat diizinkan, walaupun mereka tahu didalam literatur agama sudah dijelaskan bahwa dilarang merayakan perayaan ulang tahun.[1][2] Meskipun ada perbedaan pandangan ini, perayaan ulang tahun tetap menjadi fenomena umum di beberapa kalangan Muslim di berbagai belahan dunia. Di beberapa wilayah, ulang tahun dirayakan secara sederhana dalam lingkungan keluarga atau dengan teman-teman dekat, menghindari elemen-elemen yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, seperti pemborosan atau praktik yang menyerupai ritual keagamaan lainnya.[3][4] Secara historis, praktik perayaan yang mengingatkan pada ulang tahun lebih umum ditemukan dalam budaya non-Muslim. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, dengan adanya globalisasi, sebagian masyarakat Muslim mulai mengadopsi perayaan ulang tahun sebagai bentuk apresiasi atau tanda syukur. Perayaan ini pun mengalami adaptasi untuk lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam, misalnya dengan mengutamakan doa, sedekah, atau refleksi pribadi.[5] Pada akhirnya, pandangan mengenai perayaan ulang tahun dalam Islam masih beragam, bergantung pada interpretasi masing-masing individu atau komunitas mengenai adat dan ajaran agama.[6] Hadis dan pendapat UlamaDalam Islam, perayaan ulang tahun menjadi isu kontroversial, terutama karena tidak ada dalil yang jelas dalam Al-Qur’an dan hadis yang mendukung atau mengatur perayaan hari kelahiran. Beberapa hadis bahkan menjadi dasar bagi mereka yang menganggap perayaan ulang tahun sebagai praktik yang sebaiknya dihindari.[7] Sebagian ulama menganggap perayaan ulang tahun sebagai bid'ah (inovasi dalam agama), karena Nabi Islam Muhammad, para sahabat, dan para tabi'in tidak pernah merayakan hari kelahiran. Dalam sebuah hadis, Nabi Islam Muhammad bersabda,[8]
Hadis ini sering dikutip oleh para ulama sebagai bukti bahwa perayaan yang tidak diperintahkan dalam agama, termasuk ulang tahun, tidak dianjurkan.[Catatan 1] Di samping perayaan-perayaan ini termasuk bid’ah yang tidak ada asalnya dalam syari’at, juga mengandung tasyabbuh yang menyerupai kaum Yahudi dan Nasarani yang biasa menyelenggarakan peringatan hari kelahiran, sementara Nabi Islam Muhammad telah memperingatkan agar tidak meniru dan mengikuti cara mereka, sebagaimana dalam sabdanya[Catatan 2]:
Makna ‘siapa lagi’ artinya mereka itulah yang dimaksud dalam perkataan ini. Hadis lain juga menunjukkan bahaya tasyabbuh, yaitu menyerupai kaum non-Muslim dalam tradisi mereka. Nabi bersabda,
Hadis ini sering digunakan untuk mengingatkan kaum Muslim agar tidak meniru tradisi perayaan yang bersumber dari budaya di luar Islam, seperti ulang tahun.[Catatan 3] Dalam hadits lainnya Nabi Islam Muhammad bersabda,[Catatan 4]
Ulama yang menentang perayaan ulang tahun berpendapat bahwa praktik ini awalnya berasal dari tradisi non-Muslim, seperti Yahudi dan Nasrani, sehingga menyerupai kebiasaan mereka dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Di samping itu, sebagian ulama menyebut bahwa tradisi perayaan kelahiran dalam Islam pertama kali diperkenalkan oleh golongan Syi’ah Fathimiyah pada abad ke-4 Hijriyah, yang kemudian diikuti oleh masyarakat lain karena kurangnya pemahaman atau sekadar meniru tradisi.[9][10] Namun, ada juga ulama yang berpandangan bahwa selama perayaan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam, seperti diisi dengan doa, sedekah, dan syukur kepada Allah, maka praktik ini dianggap sebagai muamalah (urusan sosial) yang netral. Pandangan yang beragam ini menunjukkan bahwa interpretasi hadis mengenai perayaan ulang tahun bergantung pada pendekatan masing-masing ulama dan madhhab dalam memahami tradisi dan inovasi dalam Islam.[9][10] Penyebutan dalam Al-Qur'anDalam Al-Qur'an, tidak ditemukan penyebutan yang secara eksplisit membahas peringatan hari kelahiran atau perayaan ulang tahun. Meskipun demikian, beberapa ayat sering digunakan sebagai dasar oleh para ulama yang menentang praktik ini, dengan alasan bahwa Islam melarang inovasi (bid'ah) dalam ibadah dan tata cara yang tidak memiliki dasar dalam syari’at. Salah satu ayat yang kerap dijadikan rujukan adalah firman Allah dalam Surah Asy-Syura, yang berbunyi[11]:
Ayat ini sering ditafsirkan oleh para ulama sebagai peringatan untuk tidak menambahkan tata cara ibadah atau ritual baru yang tidak diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan dasar ini, mereka yang menentang perayaan ulang tahun berpendapat bahwa peringatan hari kelahiran tidak memiliki landasan dalam agama dan karenanya termasuk dalam perbuatan bid’ah.[11] Ayat lain yang juga dikutip dalam konteks ini adalah dari Surah Al-Jatsiyah, yang menyatakan[12]:
Ayat ini menunjukkan pentingnya mengikuti syariat yang telah ditetapkan Allah dan menghindari keinginan atau praktik yang bersumber dari hawa nafsu, termasuk di antaranya praktik yang berasal dari budaya luar Islam yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.[12] Ayat lain dari Surah Al-A'raf menyebutkan:
Ayat-ayat tersebut kerap digunakan sebagai argumen untuk memperingatkan agar umat Islam tidak meniru tradisi atau praktik yang tidak diajarkan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah, termasuk perayaan ulang tahun yang dianggap sebagai budaya dari luar Islam dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tauhid serta keaslian ajaran Islam.[13] Catatan
Lihat pulaReferensi
|