Hubungan Jepang dengan Thailand
Hubungan Jepang dengan Thailand merujuk kepada hubungan bilateral antara Jepang dan Thailand. Kontak awal dimulai dengan perdagangan Jepang di kapal segel merah dan pembentukan komunitas Jepang di tanah Siam. Kontak berlanjut pada abad ke-19 dan berkembang pada titik dimana Jepang sekarang menjadi salah satu mitra penggerak ekonomi di Jepang. Thailand dan Jepang sama-sama merupakan negara yang tidak pernah diambil alih kedaulatannya oleh bangsa Eropa pada periode kolonial meskipun Thailand diduduki oleh Jepang pada Perang Dunia II. Kontak pertamaPada awal 1593, kronik-kronik Siam menyatakan bahwa raja Siam Naresuan memiliki 500 prajurit Jepang dalam tentaranya ketika ia mengalahkan Phra Maha Uparaja, Pangeran Mahkota Burma, dalam sebuah pertempuran yang didukung gajah.[1] Pada Desember 1605, John Davis, seorang penjelajah Inggris terkenal, dibunuh oleh para bajak laut Jepang di lepas pesisir Siam (Thailand), menjadikannya orang Inggris pertama yang dibunuh oleh Jepang.[2] Komunitas Jepang di SiamKawasan Jepang Ayutthaya merupakan tempat tinggal dari sekitar 1,500 penduduk Jepang (beberapa memperkirakan bahwa jumlahnya mencapai 7,000). Komunitas tersebut disebut Ban Yipun dalam bahasa Thai, dan dikepalai oleh seorang pemimpin Jepang yang ditunjuk oleh otoritas Thai.[3] Komunitas tersebut terdiri dari para pedagang, orang-orang yang berpindah ke agama Kristen ("Kirishitan") yang melarikan diri dari tanah airnya ke berbagai negara Asia Tenggara setelah penganiayaan Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu, dan mantan samurai pengangguran yang kehilangan jabatannya pada pertempuran Sekigahara.[3] Padre António Francisco Cardim menyatakan bahwa ia mengurusi sakramen untuk sekitar 400 Kristen Jepang pada 1627 di ibu kota Thai Ayuthaya ("a 400 japoes christaos")[3] Terdapat juga komunitas Jepang di Ligor dan Patani.[4] Lihat pulaCatatan
Referensi
Bacaan tambahan
|