Hari Sabat dalam Gereja AdventHari Sabat merupakan bagian yang penting dalam kepercayaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Ajaran ini diperkenalkan pada pendiri Gereja Advent pada pertenganan abad 19 oleh Rachel Oakes Preston.[1] Pemeliharaan Hari Sabat
“Sabat tidak dimasukkan untuk menjadi saat yang tanpa aktivitas secara sia-sia. Hukum melarang pekerjaan-pekerjaan sekuler pada hari Tuhan itu; pekerjaan untuk mencari nafkah harus dihentikan; tidak ada upaya untuk kesenangan diri atau keuntungan duniawi yang diizikan pada hari ini; tetapi sebagaimana Tuhan berhenti dari pekerjaan penciptaan-Nya, dan beristirahat pada hari Sabat dan memberkatinya, demikianlah manusia harus meninggalkan pekerjaan sehari-hari kehidupannya dan menyerahkan jam-jam yang kudus itu kepada perhentian yang menyehatkan, untuk berbakti, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang suci.”.[3] Hari Sabat dimulai pada saat matahari terbenam pada hari Jum’at petang dan berakhir pada matahari terbenam hari Sabtu petang (Kejadian 1:5; Markus 1:32). Pada hari Jum’at orang-orang Advent menyediakan makanan untuk hari Sabat sehingga selama jam-jam hari yang kudus itu mereka dapat berhenti dan segala pekerjaan mereka ( Kel 16:23; Bil 11:8).[4] Pada hari Jum’at senja, apabila hari Sabat itu mendekat, anggota keluarga atau kelompok umat percaya berkumpul bersama¬-sama sebelum matahari terbenam, dengan menyanyi, berdoa dan membaca Firman Allah, supaya dengan demikian mereka mengundang Tuhan datang sebagai tamu yang dihormati. Begitu pula mereka lakukan pada penutupan Sabat, mengadakan kebaktian bersama pada had Sabat, Sabtu petang, seraya memohon kepada Allah agar hadir dan menuntun sepanjang minggu berikutnya.[5] Ajaran tentang Hari SabatPernyataan ResmiDalam dasar-dasar kepercayaan, Gereja Mesehi Advent Hari Ketujuh memberikan pernyataan sebagai berikut:
= Hari Sabat dan Sejarah KekristenanPerubahan dari hari Sabat kepada Minggu sebagai Hari berbakti muncul perlahan-lahan. Tidak ada bukti perbaktian Kristen pada hari Minggu dalam minggu itu sebelum abad kedua, akan tetapi bukti menunjukkan bahwa pada pertengahan abad itu beberapa orang Kristen secara sukarela memelihara Hari Minggu sebagai hari perbaktian, bukan sebagai hari perhentian.[7] Pada abad-abad pertama, di Roma, yang menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi, rasa anti Yahudi sangat kuat, dan dan waktu ke waktu semakin kuat saja. Reaksi terhadap sentimen kebangsaan ini, orang-orang Kristen yang diam di kota itu berusaha membedakan diri mereka dari orang Yahudi. Mereka mulai meninggalkan beberapa kebiasaan yang dilakukan orang Yahudi dan mulai cenderung menjauh dan pemeliharaan hari Sabat sehingga menuju kepada pemeliharaan hari Minggu secara eksklusif.[8] Dan abad kedua sampai abad kelima, pengaruh hari Minggu mulai bangkit, orang-orang Kristen masih terus memelihara Sabat Hari ketujuh di hampir seluruh Kerajaan Roma. Sejarawan abad kelima, Socrates, menulis sebagai berikut: “Hampir semua gereja di seluruh dunia memelihara Sabat yang kudus setiap minggu, namun orang Kristen yang di Alexandria maupun di Roma, dengan alasan bebenara tradisi kuno, berhenti melakukannya.” [9] Pada abad ke-4 dan abad ke-5 banyak orang Kristen yang berbakti baik pada hari Sabat maupun hari Minggu. Sozomen, seorang sejarawan lain pada kurun waktu yang sama, menulis, “Penduduk Konstantinopel, dan hampir semua dimana-mana pun, berkumpul bersama-sama pada hari Sabat, dan juga pada hari pertama dalam minggu itu, kebiasaan yang tidak pernah dipelihara di Roma atau di Aleksandria.” [10] Para Ahli sejarah menduga kepopuleran dan pengaruh penyembahan matahari dari budaya kekafiran Kekaisaran Romawi memegang penanan penting dalam pemeliharaan Hari Minggu, yang semakin bertumbuh penerimaannya sebagai hari perbaktian. Penyembahan matahari memegang peranan penting selama sejarah purbakala. Ini merupakan “sebuah komponen yang paling tua dari agama Romawi....dan bagian awal abad kedua Masehi, aliran Sol Invictus sangat dominan di Roma dan di pelbagai bagian kerajaan itu.” [11] Agama populer ini memberi dampak pada jemaat Kristen yang mula-mula melalui orang-onang yang baru bertobat. “Orang-orang Kristen yang ditobatkan dan kafir tetap tertarik pada pemujaan matahari. Ini diindikasikan bukan hanya oleh betapa seringnya penghakiman atas praktik semacam ini dan pihak bapa-bapa gereja tetapi juga oleh refleksi yang begitu bermakna dan penyembahan Matahani di dalam liturgi Kristen.” [12] Pada abad keempat undang-undang hari Minggu mulai diperkenalkan. Undang-undang hari Minggu yang pertama dikeluarkan dan kemudian menjadi undang-undang hari Minggu yang bersifat religius. Undang-undang sipil pertama mengenai hari Minggu didekritkan oleh kaisar Konstantinus I pada tanggal 7 Maret 321 M. Dengan melihat bahwa hari Minggu itu sangat populer di kalangan pemuja matahari dan juga di kalangan Kristen, sehingga Konstantin berharap bahwa dengan menjadikan hari Minggu itu sebagai hari libur, ia dapat memastikan dukungan dan kedua konstituensi ini bagi pemerintahannya.[13] Undang-undang hari Minggu Konstantin membayangkan latar-belakangnya selaku penyembah matahari. “Pada Hari pemujaan Matahari (venerabili die Solis) hendaknya para hakim dan penduduk yang tinggal di kota-kota beristirahat dan tempat-tempat kerja ditutup. Di pedesaan, penduduk yang berhubungan dengan pertanian dapat dengan bebas dan didukung undang-undang meneruskan usaha mereka.” [14] Beberapa dekade kemudian gerejapun mengikuti teladan itu. Konsili Laodikea (364 M), yang tidak merupakan konsili universal pertama kalinya mengeluarkan undang-undang pemeliharaan hari Minggu. Dalam Kanon 29 ketentuan gereja menyatakan bahwa orang-orang Kristen haruslah memuliakan hari Minggu dan “jika mungkin janganlah bekerja hari itu,” sementara itu mencela praktik pemeliharaan hari Sabat, dan mengatakan supaya orang-orang Kristen janganlah “berpangku tangan pada Sabtu (kata Yunani sabbaton, “Sabat”), dan harus bekerja pada hari itu.” [15] Pada tahun 538 M, Konsili ketiga Gereja Katolik Roma mengeluarkan sebuah undang-undang yang lebih keras dari yang dikelurkan Konstantin. Kanon 28 dan konsili ini mengatakan bahwa pada hari Minggu “pekerjaan pertanian pun harus disingkirkan agar dengan demikian orang-orang tidak terhalang datang ke gereja” [16] SejarahPengkudusan hari Sabat diperkenalkan kepada pergerakan Adventis yang dipimpin oleh William Miller oleh pengikutnya yang berasal dari Baptis Hari Ketujuh. Kelompok "Adventism pemelihara hari Sabat" muncul 1845-1849 dari kalangan pergerakan Adventis, yang dikemudian hari menjadi Advent Hari Ketujuh . Joseph Bates adalah penganjur utama pengkudusan hari Sabat di antara kelompok ini. Seorang awam dari Baptist Hari Ketujuh bernama Rachel Oakes Preston berperan dalam memperkenalkan Sabat pada Millerite Advent. Karena pengaruhnya, Frederick Wheeler mulai memelihara hari ketujuh sebagai hari perhentian setelah mempelajari masalah ini. Wheeler kemudian terkenal sebagai pendeta Advent hari ketujuh pertama yang berkhotbah dalam mendukung hari Sabat. Beberapa anggota gereja di Washington, New Hampshire dimana ia kadang-kadang melayani juga mengikuti keputusannya, membentuk gereja Advent Sabat pertama. Anggota-anggota pertama termasuk William Farnsworth dan saudaranya Cyrus T. M Preble. Kejadian-kejadian ini berlangsung sebelum "Kekecewaan Besar" yang tak lama kemudian, ketika Yesus tidak kembali seperti yang diharapkan pada 22 Oktober 1844. Preble adalah orang yang pertama dari pengikut Millerit yang mempromosikan Sabat dalam bentuk cetak; melalui risalah yang berjudul "Hope of Israel" tanggal 28 Februari 1845 di Portland, Maine. Pada bulan Maret 1845, dia menerbitkan ajaran Sabat dalam risalah "A Tract, Showing that the Seventh Day Should be Observed as the Sabbath".[17] Ini menyebabkan pertobatan JN Andrews dan keluarga Adventis lainnya di Paris, Maine, serta dengan Joseph Bates (tahun 1845). Orang-orang ini kemudian meyakinkan James dan Ellen White, serta Hiram Edson dan ratusan orang lainnya.[18] Preble telah memelihara Sabat hari ketujuh hingga pertengahan 1847. Dia kemudian menolak Sabat dan menentang Advent Hari Ketujuh. Bates mengusulkan bahwa pertemuan harus diselenggarakan bagi pengikut Millerit di New Hampshire dan Port Gibson. Pada pertemuan ini, pengikut Millirate di Port Gibson menerima pesan Sabat dan pada saat yang sama Bates menjalin hubungan dengan dua orang dari New Hampshire yang kemudian menjadi sangat berpengaruh di Gereja Advent, James dan Ellen G. White. Antara April, 1848 dan Desember 1850, diselenggarakan 22 rapat tentang Sabat di New York dan New England. Pertemuan-pertemuan ini digunakan para pemimpin seperti James White, Joseph Bates, Stephen Pierce dan Hiram Edson untuk mendiskusikan dan untuk mencapai kesimpulan tentang isu-isu doktrinal.[19] Pada tahun 1846, sebuah pamflet yang ditulis oleh Bates menciptakan minat luas kalangan pemelihara hari Sabat. Tak lama kemudian Bates, James White, Ellen Harmon, [Hiram Edson], Frederick Wheeler dan [SW Rhodes] memimpin promosi ajaran Sabat melalui penerbitan-penerbitan berkala.[20] Pada awalnya diyakini bahwa hari Sabat dimulai pukul 6 petang, tetapi pada 1855 secara umum diterima bahwa Sabat dimulai pada Jumat petang, saat matahari terbenam. Majalah Present Truth yang diterbitkan sebagian besar ditujukan untuk mempromosikan pemeliharaan hari Sabat. JN Andrews adalah orang Advent pertama untuk menulis buku sehubungan dengan hari Sabat, yang diterbitkan pada tahun 1861. Referensi
Pranala luar..
|