Gangguan bipolar
Gangguan bipolar, dulu dikenal juga dengan nama manik depresif, adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang sangat ekstrem berupa mania (kebahagiaan) dan depresi (kesedihan), karena itu istilah medis sebelumnya disebut dengan depresif maniak. Suasana hati pengidapnya dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu mania dan depresi yang berlebihan tanpa adanya pola atau waktu yang pasti, atau bisa pula gabungan mania dan depresi sekaligus dalam satu waktu. Setiap orang pada umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik dan suasana hati yang buruk. Akan tetapi, seseorang yang menderita gangguan bipolar memiliki ayunan perasaan yang ekstrem dengan pola perasaan yang mudah berubah secara drastis. Suatu ketika, seorang pengidap gangguan bipolar bisa merasa sangat antusias dan bersemangat (mania). Saat suasana hatinya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, pesimis, putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh diri. Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania, atau di saat ringan disebut hipomania. Individu yang mengalami episode mania juga sering mengalami episode depresi, atau episode campuran di saat kedua fitur mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode suasana hati normal, tetapi dalam beberapa individu, depresi dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat yang dikenal sebagai rapid-cycle. Episode mania ekstrem kadang-kadang dapat menyebabkan gejala psikosis seperti delusi dan halusinasi. Episode mania biasanya dimulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu sampai lima bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode hipomania mempunyai derajat yang lebih ringan daripada mania. Gangguan bipolar dibagi menjadi bipolar I, bipolar II, cyclothymia, dan jenis lainnya berdasarkan sifat dan pengalaman tingkat keparahan episode suasana hati; kisaran ini sering digambarkan sebagai spektrum bipolar. Prosentase terjadinya gejalaInsiden gangguan bipolar berkisar antara 0,3% - 1,5% yang persentasenya tergolong rendah jika dibandingkan dengan persentase insiden yang dikategorikan skizofrenia. Gangguan bipolar saat ini sudah menjangkiti sekitar 10 hingga 12 persen remaja di luar negeri. Di beberapa kota di Indonesia juga mulai dilaporkan penderita berusia remaja. Risiko kematian terus membayangi penderita gangguan bipolar, dan itu terjadi karena mereka lebih memilih untuk mengambil jalan pintas. Episode pertama bisa timbul mulai dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita gangguan bipolar, risiko penyakit akan lebih berat, berkepanjangan, bahkan sering kambuh. Sementara anak-anak berpotensi mengalami perkembangan gangguan ini ke dalam bentuk yang lebih parah dan sering bersamaan dengan gangguan hiperaktif defisit atensi (ADHD). Orang yang berisiko mengalami gangguan bipolar adalah mereka yang mempunyai anggota keluarga yang juga mengidap gangguan bipolar. Tanda dan gejalaGangguan bipolar dapat terlihat sangat berbeda pada orang yang berbeda. Gejala bervariasi dalam pola, keparahan, dan frekuensi. Beberapa orang lebih rentan terhadap baik mania atau depresi, sementara yang lain bergantian sama antara dua jenis episode. Gangguan suasana hati sering terjadi pada seseorang, sementara yang lain hanya mengalami sedikit selama seumur hidup. Ada empat jenis episode suasana hati pada penderita gangguan bipolar, yakni mania, hipomania, depresi, dan episode campuran. Setiap jenis episode suasana hati gangguan bipolar memiliki gejala yang unik. Tanda dan gejala maniaGejala-gejala dari tahap mania gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
Tanda dan gejala hipomaniaHipomania adalah bentuk kurang parah dari mania. Orang-orang dalam keadaan hipomanik merasa gembira, energik, dan produktif, tetapi mereka mampu meneruskan kehidupan sehari-hari dan tidak pernah kehilangan kontak dengan realitas. Untuk yang lain, mungkin tampak seolah-olah orang dengan hipomania hanyalah dalam suasana hati yang luar biasa baik. Namun, hipomania dapat menghasilkan keputusan yang buruk yang membahayakan hubungan, karier, dan reputasi. Selain itu, hipomania sering meningkat menjadi mania penuh dan terkadang dapat diikuti oleh episode depresi berat. Tahap hipomania mirip dengan mania, perbedaannya adalah penderita yang berada pada tahap ini merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali normal serta tidak mengalami halusinasi dan delusi. Hipomania sulit untuk didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tapi membawa risiko yang sama dengan mania. Gejala-gejala dari tahap hipomania pada gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
Tanda dan gejala depresi bipolarGejala-gejala dari tahap depresi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
Hampir semua penderita gangguan bipolar mempunyai pikiran tentang bunuh diri. dan 30% di antaranya berusaha untuk merealisasikan niat tersebut dengan berbagai cara. Tanda dan gejala episode campuranEpisode ini merupakan gangguan bipolar campuran dari kedua fitur gejala mania atau hipomania dan depresi. Tanda-tanda umum episode campuran termasuk depresi dikombinasikan dengan agitasi, iritabilitas, kegelisahan, insomnia, distractibility, dan layangan pikiran (flight of idea). Kombinasi energi tinggi dan rendah membuat suasana hati penderita berisiko tinggi untuk bunuh diri. Dalam konteks gangguan bipolar, episode campuran (mixed state) adalah suatu kondisi di saat tahap mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlalu-lalang di kepala, agresif, dan panik (mania). Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa kelelahan, putus asa, dan berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi bergantian dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat. Alkohol, narkoba, dan obat-obat antidepresan sering dikonsumsi oleh penderita saat berada pada epiode ini. Episode campuran bisa menjadi episode yang paling membahayakan penderita gangguan bipolar. Pada episode ini, penderita paling banyak memiliki keinginan untuk bunuh diri karena kelelahan, putus asa, delusi, dan halusinasi. Gejala-gejala yang diperlihatkan jika penderita akan melakukan bunuh diri antara lain sebagai berikut:
Penderita yang mengalami gejala-gejala tersebut atau siapa saja yang mengetahuinya sebaiknya segera menelepon dokter atau ahli jiwa, jangan meninggalkan penderita sendirian dan jauhkan benda-benda atau peralatan yang berisiko dapat membahayakan penderita atau orang-orang di sekelilingnya. Faktor penyebabGenetikaGenetika bawaan merupakan faktor umum penyebab gangguan bipolar. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap gangguan bipolar memiliki risiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15 % hingga 30%. Bila kedua orangtuanya mengidap gangguan bipolar, maka berpeluang mengidap gangguan bipolar sebesar 50% - 75%. Kembar identik dari seorang pengidap gangguan bipolar memiliki risiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada gangguan bipolar pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% - 15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan suasana hati. Penelitian genetika perilaku menunjukkan bahwa banyak daerah kromosom dan gen kandidat terkait dengan gangguan bipolar dengan memberikan efek ringan hingga sedang.[1] Risiko gangguan bipolar hampir sepuluh kali lipat lebih tinggi pada kerabat tingkat pertama dari mereka yang mengidap gangguan bipolar dibandingkan populasi umum. Hal serupa, risiko gangguan depresi mayor (berat) yaitu tiga kali lebih tinggi pada kerabat mereka yang memiliki gangguan bipolar dibandingkan populasi umum.[2] Temuan pertama pautan genetik untuk mania telah diungkap pada 1969,[3] tetapi berikutnya studi keterkaitan tersebut tidak konsisten.[2] Temuan menunjukkan gen-gen yang terlibat sangat heterogen dalam keluarga yang berbeda.[4] Studi asosiasi genom (genome-wide association study, GWAS) yang andal dan dapat direplikasi menunjukkan beberapa polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) umum dikaitkan dengan gangguan bipolar, termasuk varian pada gen CACNA1C, ODZ4, dan NCAN.[1][5] Analisis GWAS komprehensif yang terbaru pun belum berhasil menemukan lokus yang memberikan efek yang nyata, menunjukkan bahwa tidak ada gen tunggal yang bertanggung jawab atas gangguan bipolar dalam banyak kasus.[5] Polimorfisme pada BDNF, DRD4, DAO, dan TPH1 sering dikaitkan dengan gangguan bipolar dan awalnya dikaitkan dalam meta-analisis, tetapi hubungan ini menghilang setelah koreksi untuk beberapa pengujian.[6] Di sisi lain, dua polimorfisme di TPH2 diidentifikasi terkait dengan gangguan bipolar.[7] Karena temuan dari GWAS menunjukkan hasil tidak konsisten, berikutnya dilakukan pendekatan menganalisis SNP dalam jalur biologis. Jalur persinyalan yang secara tradisional sudah dipelajari terkait dengan gangguan bipolar termasuk persinyalan hormon pelepas kortikotropin, persinyalan β-adrenergik jantung, persinyalan fosfolipase C, persinyalan reseptor glutamat,[8] persinyalan hipertrofi jantung, persinyalan Wnt, persinyalan Notch,[9] dan persinyalan endotelin 1. Dari 16 gen yang diidentifikasi pada jalur-jalur ini, tiga gen ditemukan mengalami disregulasi pada bagian korteks prefrontal dorsolateral otak dalam studi post-mortem yaitu: CACNA1C, GNG2, dan ITPR2.[10] Gangguan bipolar dikaitkan dengan penurunan ekspresi enzim perbaikan DNA spesifik dan peningkatan tingkat kerusakan DNA oksidatif.[11] LingkunganGangguan bipolar tidak memiliki penyebab tunggal. Tampaknya orang-orang tertentu secara genetik cenderung untuk mengidap gangguan bipolar, tetapi tidak semua orang dengan kerentanan mewarisi penyakit berkembang yang menunjukkan bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Beberapa studi pencitraan otak menunjukkan adanya perubahan fisik pada otak pengidap gangguan bipolar. Dalam penelitian lain disebutkan, gangguan ini juga disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter, fungsi tiroid yang abnormal, gangguan ritme sirkadian, dan tingkat tinggi hormon stres kortisol. Faktor eksternal lingkungan dan psikologis juga diyakini terlibat dalam pengembangan gangguan bipolar. Faktor-faktor eksternal dapat memulai episode baru mania atau depresi dan membuat gejala yang ada makin memburuk. Namun, banyak episode gangguan bipolar terjadi tanpa pemicu yang jelas. Pengidap penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antarperseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (penghargaan) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita gangguan bipolar yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab di atas, alkohol, obat-obatan, dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya gangguan bipolar. Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat mendukung pengidap gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan normal. Berikut ini adalah faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya gangguan bipolar:
Penyakit penyertaOrang dengan gangguan bipolar sering memiliki penyakit kejiwaan lain yang ada bersama seperti kecemasan (hadir pada sekitar 71% orang dengan gangguan bipolar), penyalahgunaan zat (56%), gangguan kepribadian (36%), serta gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (10-20 %) yang dapat menambah beban penyakit dan memperburuk prognosis. Penyakit tertentu juga lebih sering terjadi pada orang dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan populasi umum, yaitu sindrom metabolik (hadir pada 37% orang dengan gangguan bipolar), sakit kepala migrain (35%), obesitas (21%), dan diabetes melitus tipe 2 (14%). Ini berkontribusi pada risiko kematian dua kali lebih tinggi pada mereka dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan populasi umum.[19] Penyakit kejiwaan lain yang menyertai (komorbiditas) yaitu gangguan obsesif-kompulsif, gangguan penggunaan zat, gangguan makan, gangguan fobia sosial, sindrom pramenstruasi (termasuk gangguan disforik pramenstruasi), atau gangguan panik.[17][20][21] Mekanisme penyakitSalah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap gangguan bipolar adalah terganggunya keseimbangan neurotransmiter utama di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter dalam menjalankan tugasnya. Norepinefrin, dopamin, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls saraf. Pada penderita gangguan bipolar, senyawa kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang. Sebagai contoh, ketika seorang pengidap gangguan bipolar dengan kadar dopamin yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri. Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi yang terjadi ketika kadar senyawa kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri. Seseorang yang menderita gangguan bipolar menandakan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh penghargaan (pencapaian tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert (bersifat terbuka), peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang melibatkan dopamin dan perilaku untuk memperoleh penghargaan. Peristiwa kehidupan yang melibatkan penghargan atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania, tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania. Selain gangguan pada neurotransmiter, sistem neuroendokrin juga mengalami gangguan pada bipolar. Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus yang berfungsi mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituari. Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari kortisol yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari kortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal. Banyaknya kortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipokampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipokampus yang tidak normal. Penelitian mengenai sindrom Cushing juga dikaitkan dengan tingginya tingkat kortisol pada gangguan depresi. DiagnosisJenis gangguan bipolarGangguan bipolar dapat terlihat dalam berbagai bentuk. Beberapa jenis telah diidentifikasi; jenis-jenis tersebut terutama terkait dari pola terjadinya gangguan bipolar:[22][23]
Diagnosis bandingGangguan bipolar diklasifikasikan oleh International Classification of Diseases sebagai gangguan mental dan perilaku.[24] Gangguan mental lain dengan gejala yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan bipolar termasuk skizofrenia, gangguan depresi mayor,[25] ADHD, dan gangguan kepribadian tertentu, seperti gangguan kepribadian ambang.[26][27][28] Meskipun tidak ada tes biologis yang mendiagnosis gangguan bipolar,[3] tes darah dan/atau pencitraan dilakukan untuk menyelidiki apakah ada penyakit dengan presentasi klinis yang mirip dengan gangguan bipolar sebelum membuat diagnosis pasti. Penyakit neurologis seperti sklerosis multipel, kejang parsial kompleks, strok, tumor otak, penyakit Wilson, cedera otak traumatis, penyakit Huntington, dan migrain dapat meniru fitur gangguan bipolar.[29] EEG dapat digunakan untuk menyingkirkan dugaan kelainan neurologis seperti epilepsi. Sedangkan CT scan atau MRI kepala dapat digunakan untuk menyingkirkan dugaan lesi otak.[29] Selain itu, hipotiroidisme, hipertiroidisme, dan penyakit Cushing juga penyakit jaringan ikat, lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit yang berbeda dari bipolar. Infeksi tertentu juga dapat menimbulkan mania yang mungkin tampak mirip dengan mania bipolar termasuk herpes ensefalitis, HIV, influenza, atau neurosifilis.[29] Kekurangan vitamin tertentu seperti pellagra (kekurangan niasin), kekurangan vitamin B12, kekurangan folat, dan sindrom Wernicke Korsakoff (kekurangan tiamin) juga dapat menyebabkan mania.[29] Obat umum yang dapat menyebabkan gejala manik termasuk antidepresan, prednison, obat penyakit Parkinson, hormon tiroid, stimulan (termasuk kokain dan metamfetamin), dan antibiotik tertentu.[30][31] Tata laksanaSeperti kebanyakan penyakit mental lainnya, banyak cara untuk melakukan tata laksana perawatan gangguan bipolar. Kadang-kadang pemberian obat-obatan dan terapi/konsultasi dapat membuat hal ini lebih mudah dikontrol. Tetapi hal ini belum tentu bisa dilakukan pada semua orang dan tidak jarang terjadi masa kegembiraan berlebihan (manik), ketika mereka berhenti minum obat, karena mereka merasa sudah dapat mengontrol dirinya sendiri. Hal ini dapat membuat sulitnya hidup dengan gangguan bipolar, tetapi dengan adanya edukasi tentang hal ini, maka gangguan bipolar sesungguhnya tidak benar-benar sulit. Kadang-kadang, penderita gangguan bipolar perlu diberikan obat-obatan atas kemauannya; tergantung dari tingkat beratnya, penderita mungkin berpikir tentang bunuh diri, atau mungkin mereka tidak dapat melihat keadaannya dengan tepat. Dalam banyak kasus, menerangkan kasusnya pada penderita akan sangat membantu. Ketika mereka telah melewati banyak tahap dari gangguan bipolar ini berulang kali, mereka sering kali melihat tata laksana perawatan dapat membuat hidup mereka lebih mudah. PsikososialBerikut ini cara-cara untuk membantu diri sendiri dalam penanganan gangguan bipolar:[butuh rujukan]
Obat-obatanObat-obatan sering diresepkan untuk membantu meringankan gejala gangguan bipolar. Obat-obatan yang disetujui untuk mengobati gangguan bipolar termasuk penstabil suasana hati, antipsikotik, dan antidepresan. Terkadang kombinasi obat-obat tersebut juga dilakukan. Pilihan obat mungkin berbeda tergantung pada jenis episode gangguan bipolar atau jika orang tersebut mengalami depresi unipolar atau bipolar. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan ketika dipilih terapi obat yaitu penyakit penyerta, respons terhadap terapi sebelumnya, efek samping, dan keinginan orang tersebut untuk dirawat.[20] Penstabil suasana hatiLitium karbonat dan antikonvulsan karbamazepin, lamotrigin, dan asam valproat diklasifikasikan sebagai penstabil suasana hati pada terapi gangguan bipolar.[32][33][34] Litium memiliki bukti keseluruhan terbaik dan dianggap sebagai pengobatan yang efektif untuk episode manik akut, mencegah kekambuhan, dan depresi bipolar.[35][36] Litium mengurangi risiko bunuh diri, melukai diri sendiri, dan kematian pada orang dengan gangguan bipolar.[37] Litium lebih disukai untuk menstabilkan suasana hati jangka panjang.[38] Litium memiliki efek samping yaitu mempengaruhi fungsi ginjal dan tiroid dalam waktu lama. Valproat telah menjadi pengobatan yang umum diresepkan dan efektif mengobati episode manik.[39] Karbamazepin kurang efektif dalam mencegah kekambuhan dibandingkan litium atau valproat.[40][41] Lamotrigin memiliki beberapa kemanjuran dalam mengobati depresi, dan manfaat ini paling besar pada depresi yang lebih parah.[42] Lamotrigin juga telah terbukti memiliki beberapa manfaat dalam mencegah kekambuhan gangguan bipolar (walau penelitian mengundang diskusi), dan tidak bermanfaat dalam subtipe gangguan bipolar siklus cepat.[43] Valproat dan karbamazepin bersifat teratogenik dan harus dihindari sebagai pengobatan pada wanita usia subur, tetapi penghentian obat-obatan ini selama kehamilan dikaitkan dengan risiko kekambuhan yang tinggi.[44] Efektivitas topiramat tidak diketahui.[45] Karbamazepin secara efektif mengobati episode manik, dengan beberapa bukti memiliki manfaat yang lebih besar pada gangguan bipolar siklus cepat, atau pada orang-orang yang memiliki lebih banyak gejala psikotik atau lebih banyak gejala yang mirip dengan gangguan skizofrenia. Penstabil suasana hati digunakan untuk pemeliharaan jangka panjang, tetapi belum menunjukkan kemampuan yang cepat untuk mengobati depresi bipolar akut.[46] PenelitianArah penelitian untuk gangguan bipolar pada anak-anak termasuk mengoptimalkan perawatan, meningkatkan pengetahuan tentang dasar genetik dan neurobiologis dari gangguan pediatrik, dan meningkatkan kriteria diagnostik.[47] Beberapa penelitian terkait terapi menunjukkan bahwa intervensi psikososial yang melibatkan keluarga, psikoedukasi, dan pengembangan keterampilan (melalui terapi seperti CBT, DBT, dan IPSRT) dapat bermanfaat, selain penggunaan obat-obatan.[48] Referensi
Pranala luar
|