Terapi Perilaku DialektikaTerapi Perilaku Dialektika atau dialectic behaviour therapy (DBT) adalah terapi yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri, emosional dan kognitif terutama pada penderita gangguan kepribadian ambang (BPD),[1] dapat juga dilakukan pada orang dan anak yang mengalami gangguan kepribadian dengan tanda anti sosial tahap melewati batas hukum yang tarafnya ditetapkan negara.[2] Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa DBT dapat bermanfaat untuk mengobati mood disorder dan ide bunuh diri serta juga untuk mengubah pola perilaku seperti menyakiti diri sendiri dan penggunaan obat-obatan.[3] DBT berkembang dalam proses dimana terapi dan klien bekerja sama dengan strategi "menerima" dan ber-orientasi pada perubahan.[4] Pendekatan ini telah dikembangkan oleh Marsha M. Linehan, seorang peneliti psikologi di University of Washington. Dia mendefinisikannya sebagai "a synthesis or integration of opposites" (sebuah sintetis atau integrasi dari kebalikan).[5] DBT di desain untuk membantu orang dengan meningkatkan kemampuan mengontrol emosional dan kognitif. Hal ini dilakukan dengan mempelajari pemicunya yang selanjutnya mengarah ke state reaktif serta membantu untuk menganalisa dan memilih daya tanggulang (coping skill) yang sesuai digunakan pada suatu peristiwa, pikiran, perasaan dan perilaku untuk menghindari reaksi yang tidak di inginkan. Linehan selanjutnya membuka ke publik tentang perjuangan dan kepercayaan yang dia derita dengan gangguan kepribadian ambang (inggris:Borderline personality disorder). DBT berkembang dari beberapa kegagalan dari pengaplikasian protocol terapi perilaku kognitif (inggris:cognitive behavioral therapy (CBT)) di akhir tahun 1970 dengan klien berkeinginan bunuh diri kronis.[5] Penelitian tentang ke-efektif-an dalam mengobati kondisi yang lain telah berbuah sukses.[6] DBT telah digunakan oleh praktisi untuk mengobati orang dengan depresi, obat-obatan, masalah alkhohol,[7] gangguan stres pascatrauma (PTSD),[8] Cedera otak traumatis (TBI), binge-eating disorder,[9] dan mood disorder.[10][5] Peneliti mengindikasikan bahwa DBT mungkin dapat membantu pasien dengan gejala dan perilaku yang diasosiasikan dengan spektrum mood disorder, termasuk menyakiti diri sendiri (self-injury).[11] Hal ini juga memberikan kefektif-an dari korban kekerasan seksual[12] dan ketergantungan bahan kimia.[13] DBT mengkombinasikan standar teknik cognitive-behavioral untuk regulasi perasaan dan reality-testing dengan konsep distress tolerance, acceptance dan mindful awareness yang kebanyakan diturunkan dari praktik meditasi kontemplasi. DBT berdasarkan teori biosocial penyakit mental dan merupakan terapi pertama yang pernah di demonstrasikan secara ekperimental yang secara umum efektif mengobati gangguan kepribadian ambang (BPD).[14][15] Percobaan klinis acak yang pertama menunjukkan pengurangan persentase suicidal gestures, rawat inap psikiatris, dan putus pengobatan jika dibandingkan dengan pengobatan yang biasanya.[5] Sebuah meta-analysis menemukan bahwa DBT mendapat efek yang cukup baik di dalam penanganan individu dengan BPD.[16] Tetapi DBT mungkin bukan hal yang dapat digunakan untuk semua penyakit sebagaimana ditunjukkan bahwa DBT berbahaya atau tidak mempunyai efek apa-apa di dalam study tentang penggunaan DBT skill training remaja di sekolah meskipun belum tentu partisipan dalam study tersebut melakukan aktifitas dengan benar.[17] SejarahTerapi Perilaku Dialektika adalah terapi yang dikembangkan oleh Psikolog Marsha M. Linehan pada tahun 1980-an. Terapi ini menjadi bagian dari psikoterapi khusus yang berasal dari perilaku-kognitif. Pada awalnya terapi ini bertujuan untuk perawatan untuk gangguan kepribadian borderline.[18] Karakteristik
ModulMindfulnessMindfulness atau kesadaran penuh yang memiliki definisi di mana seseorang dibantu untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu dan memegang kendali atas perasaan, pikiran dan sensasi. Mindfulness adalah salah satu ide inti di belakang semua elemen DBT. Hal ini dapat dianggap pondasi dari skill lain yang di ajarkan di DBT, hal ini karena mindfulness membantu individu menerima dan montolerir emosi atau perasaan yang kuat saat mereka mau merubah kebiasaan dan saat berhadapan dengan situasi yang menjengkelkan atau tidak menyenangkan. Konsep dari mindfulness dan meditasi berasal dari tradisional kontemplatif religi, walaupun versi yang di ajarkan dalam DBT tidak melibatkan konsep agama atau metaphysical. Kapasitas DBT adalah untuk memberi perhatian, non-judgemental, hidup di saat ini, menerima pengalaman perasaan dan emosional secara penuh, namun dengan perspektif. Praktik mindfulness dapat juga di buat untuk membuat orang lebih menyadari (inggris:aware) dengan lingkungan sekitar melalui lima indra :sentuhan, penciuman, pengelihatan, pengecapan dan pendengaran.[19] Mindfulness bergantung dengan berat kepada prinsip "menerima", terkadang disebut "radical acceptance". Yakni skill menerima yang mengandalkan kemampuan pasien untuk melihat situasi tanpa penilaian baik-buruk, benar-salah atau yang lain dan menerima situasi dan perasaan yang menyertainya. Secara keseluruhan hal ini mengurangi stress, dimana dapat membuat pengurangan perasaan tidak nyaman dan simptom. Efektivitas InterpersonalEfektivitas Interpersonal, yaitu proses untuk membantu seseorang meyakini bahwa tujuan itu dapat terpenuhi dan sekaligus tetap menjaga hubungan dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Efektivitas Interpersonal merupakan beberapa skill yang dapat digunakan untuk membantu seseorang membuat dan membina hubungan antar individu lebih efektif, seimbang, dan saling menghargai. Hal ini dilakukan dengan mengajari individu untuk mengutarakan pikiran dan perasaan secara jelas dan saling menghargai serta membuat batasan diri dan orang lain sehingga dapat menghindari konflik.[20] Beberapa skill interpersonal dalam DBT adalah menghargai diri sendiri, memperlakukan orang lain dengan perhatian, minat, validasi, dan menghargai, serta assertiveness. Dialektikal dalam hubungan yang sehat dengan orang lain merupakan menyeimbangkan kebutuhan orang lain dengan kebutuhan diri sambil menjaga kehormatan diri.[21] Berikut beberapa skill yang lain dalam Interpersonal Effectiveness :[22]
Tolerance terhadap tekanan jiwaTolerance terhadap tekanan jiwa (stres) atau distress tolerance, yaitu menyunting hal-hal yang mengarah ke pada titik berdamai dengan masalah yang dihadapi. Hal-hal yang dilakukan biasanya adalah: pengalihan perhatian, menenangkan diri, peningkatan situasi terkini, dan memikirkan pro dan kontra. Sehingga seseorang dapat memberikan respon yang baik saat datangnya tekanan jiwa. Konsep dari distress tolerance muncul dari metode yang digunakan dalam person-centered, psychodynamic, psychoanalytic, gestalt, dan/atau narrative therapies serta praktik religious dan spiritual. Distress tolerance berarti belajar untuk menanggung ketidak nyamanan emosional dengan baik, tanpa menggunakan reaksi yang maladaptif. Mempelajari coping skill yang lebih sehat termasuk intentional self-distraction, self-soothing, and 'radical acceptance.[23]
Skill distress tolerance muncul secara alami sebagai hasil dari mindfulness. Dalam distress tolerance seseorang harus mempunyai kemampuan untuk “menerima” tanpa penilaian dan tanpa menghakimi terhadap diri sendiri dan lingkungan. Hal ini dimaksudkan sebagai sikap yang tidak menghakimi, tidak menyetujui atau mengundurkan diri. Goalnya adalah mampu untuk secara tenang mengetahui situasi negatif dan efek-nya sehingga tidak kewalahan ataupun bersembunyi. Hal ini mengizinkan individu untuk membuat keputusan dengan bijak tentang apa dan bagaimana mengambil tindakan, tidak jatuh ke dalam ketegangan, putus asa serta reaksi emosional yang merusak.[25] Pengaturan EmosiIndividu dengan borderline personality disorder dan kecenderungan untuk bunuh diri kebanyakan adalah individu yang emosinya intens dan labil. Mereka marah, sangat frustasi, depresi atau cemas. Karenanya individu ini mungkin akan mendapat manfaat dari belajar untuk me-regulasi atau mengatur emosi mereka. Beberapa skill pengaturan emosi dengan regulasi emosi sebagai berikut:
Skill emotional regulation berdasarkan dari teori bahwa emosi yang intens merupakan respon yang terkondisi terhadap pengalaman sulit. Suatu stimulus yang terkondisi dan karenanya diperlukan untuk mengubah respon terkondisi pasien. Skill ini dapat dikategorikan menjadi empat modul : memahami dan memberi nama emosi, mengganti emosi yang tidak di inginkan, mengurangi vulnerability, dan mengelola kondisi ekstrem :[6]
Referensi
|