Dadapayam, Suruh, Semarang
Akses menuju Desa Dadapayam dari Kota Salatiga dapat melalui Jalan Nanggulan ke arah timur melalui Jln. Salatiga-Dadapayam yang memakan waktu sekitar 40 menit, atau bisa juga diakses melalui Jalan Patimura dan Jalan Salatiga-Semowo-Dadapayam dengan waktu tempuh sekitar 25 menit menggunakan mobil. Kondisi jalan di desa ini sebagian besar beraspal, namun terdapat beberapa bagian yang bergelombang dan amblas, terutama di wilayah Dusun Blimbing dan Plaosan. Penerangan jalan di malam hari hanya tersedia di beberapa bagian jalan. EtimologiNama Dadapayam sudah tidak asing bagi warga sekitar Kota Salatiga, meskipun asal-usul namanya masih menjadi perdebatan. Secara spesifik, wilayah yang disebut Dadapayam mengacu pada Dusun Krajan, yang merupakan pusat pemerintahan desa. Kata "Dadap" mungkin merujuk pada jenis pohon Dadap atau Alas Dadap yang berada di barat Dusun Krajan (Deglok), sementara ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa nama Dadapayam berasal dari legenda Mbok Rondo Dadapan. Sedangkan kata "ayam" mungkin terkait dengan cerita ayam peliharaan Cindelaras. Sebelum era kolonial, daerah ini merupakan perkampungan dengan sedikit rumah penduduk, yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, menanam padi, jagung, singkong, dan palawija. Pada masa itu, padi mungkin hanya ditanam sekali setahun karena belum mengenal metode padi gogo. Namun, pada masa kolonial Belanda, terjadi banyak perubahan di masyarakat, termasuk pengenalan teknik bertani baru dan penanaman berbagai jenis tanaman pangan. Pembangunan Bendung Dresi juga berperan dalam menjadikan desa ini sebagai salah satu pusat ekonomi di wilayah timur Salatiga. SejarahPada masa kolonial, Desa Dadapayam memiliki peran penting sebagai salah satu pos pertahanan Belanda. Pos ini terletak di perbatasan strategis antara wilayah kekuasaan kolonial Belanda dan Kesultanan Surakarta, khususnya di wilayah Gilirejo. Letak geografis yang berada di perbatasan menjadikan Dadapayam sebagai titik pertahanan penting bagi Belanda, guna mengamankan wilayah kekuasaan mereka dari pengaruh dan potensi konflik dengan Kesultanan Surakarta. Selain fungsi militernya, Dadapayam juga dikenal sebagai salah satu dari sepuluh perkebunan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh Belanda. Perkebunan ini menjadi sektor strategis yang dikuasai bangsa Eropa, mengingat pentingnya produksi pertanian dan perkebunan pada masa itu untuk mendukung ekonomi kolonial. Berbagai jenis tanaman seperti kopi, tembakau, dan tanaman pangan lainnya ditanam di perkebunan ini, yang hasilnya sebagian besar diekspor untuk memenuhi kebutuhan ekonomi di Eropa. Keterlibatan bangsa Eropa dalam penguasaan lahan perkebunan di Dadapayam tidak hanya berdampak pada perekonomian, tetapi juga pada tatanan sosial masyarakat setempat. Masyarakat pribumi yang sebelumnya bertani secara mandiri harus beradaptasi dengan sistem baru yang diterapkan oleh Belanda, termasuk peraturan tenaga kerja dan pembagian hasil perkebunan. Dalam hal ini, masyarakat pribumi sering kali dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan yang dimiliki oleh penguasa kolonial, sementara bangsa Eropa mendapatkan keuntungan besar dari produksi perkebunan tersebut. Seiring dengan berkembangnya perkebunan, infrastruktur juga mulai dibangun di sekitar kawasan Dadapayam untuk mendukung kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur seperti jalan dan irigasi untuk pertanian, termasuk pembangunan Bendung Dresi, menjadikan kawasan ini semakin berkembang. Bendung Dresi, selain berfungsi untuk pengairan lahan pertanian, juga berperan dalam mendukung produktivitas perkebunan, sehingga semakin mengukuhkan posisi Dadapayam sebagai pusat ekonomi di wilayah timur Salatiga pada masa itu. Meskipun demikian, pengaruh besar Belanda dalam penguasaan sektor perkebunan tidak selalu diterima dengan baik oleh masyarakat lokal, yang kemudian menjadi cikal bakal pergerakan perlawanan di masa perjuangan kemerdekaan. Keberadaan pos pertahanan Belanda dan dominasi mereka dalam sektor perkebunan menciptakan ketegangan yang mempengaruhi dinamika sosial dan politik di wilayah ini pada masa kolonial. Agresi Militer Belanda IIPada tanggal 11 Juni 1948, Kepala Kepolisian Negara, Tjiptopranoto melaporkan akan situasi militer dan gerakan Belanda Kepada Delegasi Indonesia. Ia melaporkan bahwa Belanda akan menuju Solo dengan melalui daerah Susukan dan Karanggede, kemudian menuju Simo, Penasen dan Solo (ANRI: Delegasi Indonesia No.555). Dengan adanya laporan itu, maka pejuang-penjuang RI bersiap-siap untuk menghadapi Belanda yang akan melewati daerah RI. Pada tanggal 20 Desember 1948 sebelum pasukan mulai bergerak, dari markas artileri di Ngebul, Belanda melancarkan serangan dengan senjata� senjata beratnya ke berbagai penjuru. Akibatnya, pertahan kesatuan militer RI kocar-kacir, banyak desa hancur, dan rakyat menjadi korban. Selanjutnya dari Salatiga, konvoi pasukan Belanda bergerak maju ke Solo dikawal sejumlah senjata berat dan pesawat udara. Walaupun TNI berhasil menghancurkan jembatan Kali Ketanggi, namun tidak banyak menghambat gerak maju musuh, namun seorang tentara Belanda bernama Karel berhasil ditangkap (Wawancara R.Poniman Tonys, Juli 2008). Di Tengaran pasukan Belanda dihadang TNI sehingga pertempuran meletus. Dalam pertempuran tersebut gugur lima orang anggota Barisan Kyai, yaitu Kyai Mawardi, Kyai Zahrodji, Kyai Badjuri, Kyai Amri, dan Kyai Dulbari, yang terjebak dalam kepungan musuh sewaktu TNI bergerak mundur. Akibat cegatan itu, Belanda lalu menumpahkan kemarahannya pada rakyat desa di sekitarnya. Banyak rumah dibakar dan penduduknya ditangkap. Mereka yang ketahuan rumahnya dijadikan markas atau dapur umum, tanpa ampun langsung ditembak mati. Pada tanggal 1 Maret 1949, di Salatiga terjadi serangan umum terhadap pos-pos Belanda di Dadapayam, Tengaran, dan Bawangan. Serangan dilakukan secara besar-besaran dan serentak pada malam hari. Penduduk desa dimsekitarnya memukul kentongan dan lain-lain sehingga suasana menjadi hiruk-pikuk. Berapa besar kerugian pihak musuh tidak diketahui, namun peristiwa itu berhasil meningkatkan moril pasukan dan menambah kepercayaan rakyat. Pertempuran kecil secara sporadis terjadi di sana-sini, seperti di desa Mongkrong, Jatirejo, Tajuk, Tengaran, Gunung Tumpeng, Kalik-Rumpung, dan beberapa tempat lainnya (Balai Penelitian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2006:137). Sektor PP4A dibagi menjadi dua COP yang terletak di Tengaran dan Ngaglik. Komandan COP Sektor I Tengaran adalah Kapten Sarsono. Sedangkan Komandan COP Sektor II Ngaglik dipegang oleh Letkol Slamet Riyadi. Sektor PP4A berhadapan langsung dengan pos-pos Belanda. Pos Belanda tersebar di Ngaglik (di rumah H. Nakhrowi), Ngrandon, Karang Duren (dinas petanian), Tingkir, Setugur, Dadapayam, Bawangan, Tempuran, Wiru, Getas, Bringin dan pos polisi Sumber Rejo (Chusnul Hajati, dkk., 1997: 125). GeografiKetinggian wilayah Dadapayam bervariasi antara 250 hingga 500 meter di atas permukaan laut. Bagian selatan desa memiliki udara yang lebih sejuk, sementara bagian utara cenderung lebih panas. Desa ini terletak di bagian barat dari rangkaian Pegunungan Kendeng dan di sebelah timur dari rangkaian pegunungan vulkanik Ungaran-Merapi. Wilayah ini juga dilalui oleh salah satu anak sungai dari Kali Tuntang, yaitu Sungai Bancak (Kali Gobak), yang merupakan sumber daya air penting, terutama untuk keperluan irigasi di musim hujan. IklimIklim Desa Dadapayam adalah tropis. Menurut Köppen dan Geiger, iklim ini diklasifikasikan sebagai Am. Di Dadapayam, suhu rata-rata tahunan adalah 24.7°C. Suhu harian antara 28-33 °C, dengan suhu terendah 20 °C pada bulan Agustus - September, suhu tertinggi 35-36 derajat Celcius pada bulan Oktober. Berdasarkan daftar ZOM (Zona Musim) BMKG , Dadapayam masuk perbatasan ZOM antara 253/40 dan 244/31, dan berdasarkan anomali musiman seperti awal musim penghujan dan sifat hujan musim kemarau dibagi menjadi 2 ZOM:
Desa Dadapayam memiliki iklim muson yang terbagi menjadi dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya dimulai pada minggu pertama Oktober di wilayah utara (Krajan, Pojok, Bulu, Ngenjer, Ngroto, dan Gempol), sedangkan di wilayah selatan (Jambe, Kringin, Plaosan, Blimbing, Jangglengan, Plasan, dan Kleco) musim hujan dimulai pada minggu keempat Oktober. Puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari, dan peralihan ke musim kemarau biasanya berlangsung antara April hingga Mei. Durasi serta intensitas musim hujan dan kemarau sering dipengaruhi oleh fenomena El Niño dan La Niña, serta anomali iklim setempat seperti suhu muka laut di selatan Jawa dan Laut Jawa. Dampak siklus El Niño dengan intensitas moderat hingga kuat, yang disertai Indian Ocean Dipole (IOD) positif, menyebabkan perubahan curah hujan. Di bagian utara Dadapayam, curah hujan terpengaruh hingga 80-90%, dengan keterlambatan awal musim hujan hingga tiga dasarian (30 hari). Sementara itu, di bagian selatan, pengaruhnya mencapai 60-75%, dengan keterlambatan awal musim hujan hingga dua dasarian (20 hari). Selain itu, daerah ini dipengaruhi oleh perlambatan angin di wilayah tengah Jawa Tengah bagian timur, yang memengaruhi pembentukan awan hujan selama musim kemarau. Posisi geografis Desa Dadapayam, yang berada di antara pertemuan udara kering dan panas dari selatan-tenggara serta udara lembab dan dingin dari utara-barat laut, menyebabkan desa ini sering mengalami angin kencang, seperti puting beliung, lesus, dan downburst. Tercatat lima kali kejadian angin kencang di wilayah ini selama periode 2000-2024, yang kemungkinan terkait dengan siklus El Niño yang terjadi setiap 4-7 tahun sekali. Dari segi curah hujan, bagian selatan Dadapayam memiliki curah hujan yang lebih tinggi, yaitu 2.344 mm per tahun, dibandingkan bagian utara yang memiliki curah hujan 2.205 mm per tahun. Perbedaan ini disebabkan oleh letak geografisnya di batas Zona Musim (ZOM) serta perbedaan ketinggian dari permukaan laut yang memengaruhi suhu harian dan curah hujan. Suhu rata-rata harian di bagian utara juga lebih rendah, dengan suhu terendah rata-rata tercatat pada bulan Juli sebesar 24,9°C, dan suhu tertinggi pada bulan Oktober dengan rata-rata 26,7°C. Pola hujan di Dadapayam Utara biasanya mengikuti ZOM 253/40 dengan karakteristik hujan awal yang dimulai pada bulan September dan memasuki musim hujan pada minggu pertama Oktober. Puncak curah hujan terjadi pada bulan Januari dengan 344 mm, sementara bulan terendah terjadi pada Agustus dengan 57 mm. Di sisi lain, wilayah Dadapayam Selatan memasuki musim hujan pertengahan hingga akhir Oktober, dan mengalami peralihan ke musim kemarau lebih awal, yakni pada awal Mei. Meski kemarau lebih panjang, curah hujan di wilayah selatan cenderung lebih tinggi, dengan puncaknya pada bulan Maret sebesar 354 mm, dan curah hujan terendah pada Agustus sebesar 53 mm. Sebaran hujan yang lebih stabil di bagian utara, dengan musim kemarau yang lebih pendek dan curah hujan yang berkelanjutan hingga bulan Juni, memberikan keuntungan bagi sektor pertanian, khususnya dalam budidaya padi. Namun, wilayah ini perlu mewaspadai bencana alam, seperti puting beliung yang rawan terjadi di Dusun Krajan, Pojok, Ngroto, dan Gempol (dengan lima kejadian yang tercatat dari 2004 hingga 2022). Selain itu, wilayah Dusun Jambe, Blimbing, dan Jangglengan juga diidentifikasi sebagai daerah rawan longsor yang perlu diantisipasi.
Berdasarkan data kejadian angin kencang di Desa Dadapayam, wilayah ini telah mengalami beberapa siklus angin puting beliung dan badai downburst dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Kejadian pertama yang tercatat terjadi pada 29 Oktober 2004, di wilayah Gempol, Ngroto, Pojok, dan Krajan, di mana puting beliung menyebabkan kerusakan berat. Siklus angin di wilayah ini tampaknya berulang setiap 6-7 tahun. Contohnya, pada 23 Oktober 2010, badai downburst kembali melanda wilayah yang sama, dengan tambahan daerah Glagah, Ngaglik, dan Pucung Timur, juga menyebabkan kerusakan berat. Kejadian angin kencang lainnya terjadi pada 10 Maret 2014 di wilayah Mendoh, Bungkel, Pucung, dan Krajan Dadapayam, di mana badai downburst kembali menyebabkan kerusakan berat. Namun, siklus angin untuk kejadian ini tidak dapat dipastikan. Siklus 6-7 tahun juga terlihat pada kejadian badai downburst lainnya yang terjadi pada 19 Desember 2015, yang mempengaruhi wilayah Krajan, Pojok, dan Ngaglik, namun dengan tingkat kerusakan yang tergolong sedang. Pada 2 April 2022, badai downburst kembali terjadi di wilayah Gempol, Ngroto, Bulu, dan sebagian Glagah, dengan kerusakan sedang. Terakhir, pada Desember 2023, badai downburst melanda wilayah Gempol, Ngroto, dan Bulu dengan intensitas sedang, melanjutkan siklus angin kencang yang terjadi setiap 6-7 tahun. Dari pola kejadian ini, tampak bahwa Desa Dadapayam kerap dilanda angin kencang pada siklus tertentu, khususnya badai downburst, dengan tingkat kerusakan yang bervariasi dari sedang hingga berat. Mitigasi RisikoUntuk menghadapi potensi bencana angin kencang seperti puting beliung dan badai downburst yang sering melanda Desa Dadapayam, pemerintah setempat perlu mengambil langkah-langkah mitigasi yang komprehensif. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan adalah:
Kondisi AlamKondisi TektonikDesa Dadapayam tergolong dalam wilayah dengan risiko gempa sedang hingga berat, karena lokasinya yang berada di dekat sesar kerak dangkal. Desa ini terletak sekitar 10 km di sebelah timur Sesar Rawapening, yang berpotensi memicu gempa dengan magnitudo hingga 6 Mw. Di sebelah barat daya desa terdapat Sesar Merapi-Merbabu, sementara di barat laut terdapat Sesar Ungaran. Selain itu, di sebelah utara terdapat Kendeng Thrust, yang juga merupakan area dengan potensi aktivitas seismik. Mengingat lokasinya yang dekat dengan beberapa sesar aktif, sangat penting untuk memperhatikan pembangunan perumahan yang tahan gempa di desa ini. Meskipun secara sejarah dan berdasarkan penuturan masyarakat setempat belum tercatat adanya gempa besar yang merusak, kewaspadaan tetap diperlukan. Gempa bumi terakhir yang dirasakan oleh penduduk Desa Dadapayam adalah gempa Bantul pada tahun 2006, dengan kekuatan 6,0 Mw. Getaran gempa tersebut terasa selama sekitar 5-10 detik, menyebabkan perabotan rumah tangga berdenting, pohon-pohon bergetar, dan air di bak mandi beriak kecil. GeologiDaerah Dadapayam, yang terletak di wilayah Jawa Tengah, memiliki kondisi geologi yang kompleks dan menarik karena dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dan tektonik. Wilayah ini terbagi menjadi tiga zona utama berdasarkan satuan batuan yang berbeda: QVu (Undifferentiated Volcanic Rocks Ungaran) di bagian utara, TMk (Formasi Kerek) di bagian tengah, dan QVm (Undifferentiated Volcanic Rocks, Merbabu) di bagian selatan. 1. Bagian Utara - Satuan Batuan Qvu (Vulkanik Tak Terpisahkan, Gunung Ungaran)Bagian utara Dadapayam didominasi oleh satuan batuan Qvu, yang terdiri dari batuan vulkanik tak terpisahkan dari aktivitas vulkanik Gunung Ungaran. Satuan batuan ini terbentuk selama periode Plistosen dan terdiri dari beragam material vulkanik seperti breksi, lahar, tufa, dan lava yang dihasilkan oleh erupsi Gunung Ungaran. Material vulkanik ini umumnya keras, tetapi memiliki potensi untuk mengalami pelapukan, terutama di area yang terkena aktivitas tektonik dan cuaca yang ekstrem. Aktivitas tektonik di wilayah ini, yang ditandai dengan adanya sesar aktif, berpotensi menyebabkan retakan pada batuan vulkanik dan memicu longsoran tanah di lereng-lereng curam. 2. Bagian Tengah - Formasi Kerek (TMk)Di bagian tengah Dadapayam, terdapat satuan batuan Tmk, yang dikenal sebagai Formasi Kerek. Formasi ini terdiri dari napal, batugamping, dan batuan tufan yang bercampur dengan batupasir tuf. Formasi Kerek terbentuk pada periode Miosen dan merupakan hasil endapan laut dangkal yang mencerminkan lingkungan pengendapan laut purba. Formasi ini sering dijumpai dalam kondisi terlipat dan terpotong oleh sesar, yang merupakan indikasi dari aktivitas tektonik di wilayah ini. Batuan dari formasi ini dapat mengalami pelapukan dan menghasilkan tanah yang subur, namun rentan terhadap erosi di daerah yang curam. 3. Bagian Selatan - Satuan Batuan QVm (Vulkanik Tak Terpisahkan, Gunung Merbabu)Bagian selatan Dadapayan dikuasai oleh satuan batuan Qvm, yang terdiri dari material vulkanik yang tidak terpisahkan dari Gunung Merbabu. Batuan ini terbentuk pada periode Plistosen dan mirip dengan satuan Qvu di utara, dengan komposisi utama berupa breksi vulkanik, lahar, dan tufa. Aktivitas vulkanik yang pernah terjadi di Gunung Merbabu menghasilkan lapisan material vulkanik yang tebal dan luas di bagian selatan wilayah ini. Batuan vulkanik di area ini cenderung padat dan keras, namun tetap memiliki potensi untuk mengalami retakan akibat aktivitas sesar dan erosi permukaan. Potensi Bencana GeologiKondisi geologi di Dadapayan menunjukkan potensi risiko geologis yang signifikan. Aktivitas tektonik yang terindikasi oleh keberadaan sesar aktif di beberapa bagian wilayah ini menimbulkan risiko gempa bumi. Selain itu, keberadaan batuan vulkanik yang rentan terhadap retakan dan pelapukan, terutama di lereng-lereng curam, menambah risiko longsoran tanah, terutama pada musim hujan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemantauan geoteknik dan mitigasi risiko bencana di wilayah ini. GeomorfologiWilayah Desa Dadapayam didominasi oleh perbukitan struktural yang merupakan bagian dari Lipatan Kendeng. Batuan yang tersingkap di lembah-lembah sungai di desa ini terutama terdiri dari dan Batugamping Napalan, batugamping, batulempung, tuf gamping, serta batupasir. Keberadaan banyak batu pasir di lembah Kali Gobak, khususnya di lembah Curi Buthak, menandakan bahwa wilayah ini dulunya berada di dasar laut yang dalam sebelum terendapkan menjadi batuan batupasir. Beberapa batuan terkenal di daerah ini, seperti Batu Curi Buthak dan Curi Bon Guru, juga termasuk jenis batupasir. Kontur wilayah Desa Dadapayam bervariasi. Di bagian selatan, wilayah ini didominasi oleh lipatan-lipatan tekto-vulkanik yang terbentuk akibat kompresi dari aktivitas vulkanik Gunung Merbabu. Sementara itu, bagian utara desa cenderung datar dengan lebar kurang dari 3 km, yang merupakan batas dari pengaruh kompresi tekto-vulkanik tersebut. Di sebelah barat desa terdapat perbukitan Gunung Tengis-Kredo-Santen, yang merupakan pegunungan lipatan yang terbentuk akibat runtuhnya Gunung Soropati. Di sebelah timur terdapat perbukitan (antiklinal) Ngebleng-Lembu, yang merupakan bagian barat dari Pegunungan Kendeng. Selain itu, di sebelah selatan terdapat Perbukitan Sumberejo-Cukilan-Jangglengan, yang merupakan hasil dari endapan piroklastik Gunung Merbabu, dan dibatasi oleh perbukitan Blimbing-Jambe yang juga merupakan bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng. Topografi dan geologi yang bervariasi ini menjadikan Desa Dadapayam memiliki lanskap yang unik, dengan karakteristik geologi yang berasal dari proses tektonik dan vulkanik yang berlangsung selama ribuan tahun. HidrogeologiKondisi Hidrogeologi Desa Dadapayam 1. Wilayah Utara Dadapayam Berwarna Pink (Akuifer dengan Produktivitas Kecil)Wilayah yang ditandai dengan warna pink menunjukkan zona akuifer dengan produktivitas kecil. Dalam konteks hidrogeologi, akuifer dengan produktivitas kecil berarti bahwa lapisan batuan atau tanah di wilayah ini mengandung air, tetapi jumlah air yang tersedia untuk dieksploitasi terbatas. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
Meskipun air tanah tersedia di wilayah ini, produktivitasnya rendah, sehingga sumber air dari sumur atau sistem irigasi mungkin tidak cukup memadai untuk kebutuhan yang lebih besar, terutama selama musim kemarau. 2. Wilayah Selatan Dadapayam Berwarna Coklat (Air Tanah Langka)Wilayah yang ditandai dengan warna coklat mengindikasikan zona dengan air tanah langka. Dalam konsep hidrogeologi, wilayah ini memiliki ketersediaan air tanah yang sangat terbatas atau hampir tidak ada, sehingga sulit untuk mengeksploitasi sumber air dari bawah tanah. Faktor yang menyebabkan kelangkaan air tanah di wilayah ini dapat meliputi:
Wilayah dengan air tanah langka seringkali mengandalkan sumber air permukaan, seperti sungai atau waduk, dan dapat menghadapi masalah kekurangan air, terutama pada musim kemarau panjang. Untuk mengatasi kondisi ini, biasanya diperlukan solusi seperti pembangunan waduk, sistem distribusi air jarak jauh, atau pengelolaan air hujan yang lebih baik. Kesimpulan HidrogeologiWilayah yang berwarna pink dapat menyediakan air tanah dalam jumlah terbatas, tetapi produktivitasnya rendah. Wilayah ini dapat bergantung pada sumur dangkal atau akuifer kecil untuk kebutuhan lokal. Di sisi lain, wilayah coklat menghadapi tantangan signifikan dalam hal penyediaan air tanah karena kelangkaannya, sehingga memerlukan alternatif sumber air lain seperti pemanfaatan air permukaan atau teknologi penyimpanan air yang lebih canggih. TopografiTopografi Desa Dadapayam dapat dibagi menjadi dua bagian utama berdasarkan bentuk permukaan tanahnya:
Jenis Tanah di Desa DadapayamTanah di Desa Dadapayam dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama, yaitu:
Dengan perbedaan jenis tanah dan topografi yang beragam, Desa Dadapayam memiliki potensi pertanian yang baik, namun juga memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaan lahan, terutama di daerah berbukit yang rawan longsor dan di wilayah dengan tanah litosol yang berbatu. Pengelolaan tanah dan penggunaan tanaman yang tepat dapat membantu meningkatkan produktivitas pertanian serta menjaga stabilitas ekologi desa. AdministratifJumlah RW sebanyak 7 RW dengan 13 Dusun
DemografiDengan jumlah penduduk 5.841 jiwa pada tahun 2020, Penduduk Pria 2.912 Penduduk Wanita 2.931, dengan penduduk beragama Islam 99,8% (5.745 jiwa) Kristen Protestan 0.2% (11 Jiwa di Dusun Jangglengan). Pada Tahun 2023 jumlah penduduk menjadi 6103 jiwa, penduduk pria 3053 jiwa, perempuan 3050 jiwa. dengan penduduk beragam islam 99.89% (6090), Kristen Protestan 0,1% (11 jiwa) dan 1 Penghayat Kepercayaan Tingkat PendidikanSabagian besar penduduk lulusan SD 52%, SMP 17%, SMA 9%, Diploma & Sarjana 2% & Tidak Sekolah 17%. EkonomiSebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani, buruh lepas dan pedagang. Banyak warga desa yang merantau ke Sumatera. Akibatnya daerah ini menjadi daerah pinggiran dan kurang berkembang. dulu pasar Dadapayam lumayan ramai, tetapi penggerak ekonomi ini kian hari semakin sepi dan tidak berkembang, pusat perdagangan lebih berkembang di Pasar Kalimaling dan Pasar Wates. Analisa melemahnya perdagangan:
Komoditas yang dikembangkan ialah Padi Gogo, Padi Irigasi, Jagung dan Kacang tanah. Tanaman produksi seperti Jati, Sengon dan Karet mulai dibudidayakan. Peralihan lahan Jati menjadi Karet dan Sengon menjadikan lahan lebih produktif. PersawahanLuas sawah produktif Desa Dadapayam sekitar 255 Hektar dengan perkiraaan produksi gabah basah dalam 1 kali musim panen sekitar 1.371 Ton atau dalam setahun sekitar 2.742 Ton. Berikut lokasi lahan produktif:
Data di atas merupakan perkiraan dengan menghitung rata-rata per 100 meter persegi menghasilkan 69 Kg Gabah basah. Jadi Produktivitas Lahan sawah di Dadapayam diperikarakan 6,2 Ton Per Hektarnya. Lahan sawah di Desa Dadapayam masih terhitung belum produktif jika dibandingkan dengan rata-rata per hektar sawah menhasilkan 24 ton Gabah. Kedala-kendala yang dihadapi petani:
Perkebunan KaretSejarah Pengembangan Budidaya Tanaman Karet Desa Dadapayam:
Kendala budidaya karet di Dadapayam:
Untuk menghitung total produksi dan pendapatan dari kebun pohon karet dalam satu bulan, dengan luas tanah 2000 meter persegi dan jumlah pohon 250 Batang. Produksi per minggu = 30 kg: Total produksi dalam satu bulan = Produksi per minggu * Jumlah minggu Total Produksi=30kg/minggu×4minggu Setelah itu, kita dapat menghitung pendapatan dengan mengalikan total produksi dengan harga karet per kilogram. Pendapatan = Total Produksi×Harga Karet Pendapatan=(Total Produksi)×(8000Rp/kg) Total Produksi = 30kg/minggu×4minggu=120kg Pendapatan = 120kg×8000Rp/kg Pendapatan = 960,000Rp Jadi, jika kebun pohon karet menghasilkan 30 kg getah karet per minggu dan harga karet adalah 8000 Rp per kilogram, pendapatan dalam satu bulan akan menjadi 960,000 Rp. - 1.000.000 Rp. Tergantung fluktuasi harga karet alam. Luas Perkebunan / tegalan yang ditanami karet diperkirakan kurang lebih 40an hektar, namun belum ada sensus pasti untuk luasan perkebunan karet ini. Berikut potensi hasil karet alam Desa Dadapayam:
Jadi tingkat Tingkat produktivitas lahan per hektar dapat dihitung dengan membagi produksi total dengan luas lahan dalam hektar: Tingkat Produktivitas = Luas Lahan dalam Hektar / Produksi Total : Tingkat Produktivitas = 600 kg /hektar Jika dibandingkan pada umumnya di lahan perkebunan 1 hektar lahan bisa menghasilkan 1 ton getah karet alam basah, sehingga produktivitas lahan karet di Desa Dadapayam masih dibawah rata-rata. PendidikanTerdapat 5 TK/PAUD, 3 SD Negeri (SDN Dadapayam 1, 2 & 3), 2 MI Swasta, 1 SMP Swasta (SMP Islam Sudirman), 2 Pondok Pesantren. TransportasiDesa Dadapayam dilalui beberapa ruas jalan Kabupaten yang menghubungkan antar desa dan kecamatan. Jalan Kabupaten - Lokal Primer:
Jalan Kabupaten - Poros Antar Desa:
Jalan Desa antar Dusun:
Usulan menjadi pembangunan jalan antar dusun (alternatif):
Terdapat angkutan desa PP dari Pasar Dadapayam - Cukilan - Sumberejo - UjungUjung - Kalibening - Nanggulan - Pasar Blauran Salatiga. KebudayaanMerti DesaMerti Desa (MD) adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat Desa Dadapayam (Dusun Krajan & Dusun Pojok), Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, untuk menyebut upacara tradisi bersih desa, sebuah kegiatan adat yang bertujuan untuk membersihkan desa secara spiritual. Upacara ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus upaya melestarikan tradisi nenek moyang dan memberikan penghormatan kepada dhanyang desa atau penjaga gaib Desa Dadapayam. Upacara MD dilaksanakan setiap tahun secara turun-temurun, karena masyarakat setempat percaya bahwa MD adalah warisan leluhur yang harus tetap dijaga. Mereka menganggap bahwa tradisi ini merupakan bagian dari naluri nenek moyang yang disebut nalar sing wus kauri, yang berarti sebuah nalar yang telah mendarah daging di benak masyarakat Desa Dadapayam. Karena itu, pelaksanaan MD dianggap wajib, dan jika upacara ini tidak dilaksanakan atau tidak dilakukan sesuai tradisi, diyakini akan mendatangkan musibah bagi desa, baik bagi masyarakatnya maupun kondisi alam sekitarnya. Upacara Merti Desa ini menjadi salah satu simbol keberlanjutan tradisi lokal yang masih kental dalam kehidupan masyarakat Desa Dadapayam, di mana kepercayaan dan nilai-nilai leluhur terus dilestarikan demi menjaga keharmonisan desa dan alamnya. Tradisi Merti Desa di Desa Dadapayam dilaksanakan setelah masyarakat menyelesaikan panen raya, tanpa terikat pada bulan tertentu. Penentuan waktu upacara selalu jatuh pada hari Rabu Pahing, yang dipercaya memiliki makna khusus dalam kalender Jawa. Tradisi ini tidak hanya bergantung pada waktu panen, tetapi juga dukungan dari masyarakat. Kelancaran pelaksanaan upacara ini sangat bergantung pada dana yang dikumpulkan dari warga setempat, menunjukkan semangat gotong royong dan kebersamaan yang kuat di antara penduduk desa. Rangkaian Upacara dalam Tradisi Merti Desa di Desa Dadapayam, Kecamatan Suruh, Kabupaten SemarangTradisi Merti Desa (MD) di Desa Dadapayam, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, terdiri dari empat rangkaian upacara, yang masing-masing memiliki tata cara pelaksanaan yang berbeda. Setiap upacara juga disertai perlengkapan sesaji yang unik. Berikut adalah uraian empat rangkaian upacara tersebut: Nawu Kali (Menguras Air Sungai)Pelaksanaan Merti Desa diawali dengan upacara *nawu kali* atau menguras air sungai. Nawu kali dilakukan pada sore hari sebelum upacara utama MD, yaitu pada hari Selasa Legi. Tujuan dari kegiatan ini adalah membersihkan seluruh sungai di desa, agar mata air tetap mengalir dan hidup. Masyarakat Desa Dadapayam masih bergantung pada sungai untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi dan mencuci, sehingga menjaga kebersihan sungai menjadi sangat penting. Selain membersihkan sungai, nawu kali juga bertujuan untuk menangkap hewan-hewan air yang ditemukan, yang dikenal sebagai *sajodho*, yang berarti sepasang. Hewan-hewan ini bisa berupa ikan, siput, atau kepiting, yang kemudian akan dijadikan bagian dari sesaji pada upacara pagelaran wayang kulit yang diadakan pada hari Rabu Pahing. Beberapa sungai yang dibersihkan dalam kegiatan ini meliputi kali Sendhang, kali Balong, kali Sawah, kali Gempol, kali Dhawung, kali Reca, dan kali Pancur. Sebelum proses pembersihan dimulai, ada seseorang yang bertugas untuk *nembung* (berkomunikasi atau meminta izin) kepada *dhanyang* yang menjaga sungai tersebut. Meski upacara *nawu kali* tidak melibatkan sesaji secara langsung, hasil tangkapan hewan air dari proses ini digunakan sebagai bagian dari sesaji yang akan dipersembahkan saat pagelaran wayang. Hewan air tersebut merupakan bagian penting dan unik dari sesaji dalam tradisi Merti Desa di Desa Dadapayam. Beleh Kebo Beleh Kebo merupakan salah satu rangkaian penting dalam tradisi Merti Desa di Desa Dadapayam, yang dilaksanakan pada pagi hari sekitar pukul tujuh di hari Rabu Pahing. Ritual ini bertujuan untuk akekohan (penyembelihan kerbau sebagai bentuk persembahan) bagi kepentingan seluruh masyarakat desa. Darah kerbau yang disembelih dikubur di tanah sebagai bagian dari ritual ini. Setelah penyembelihan, daging kerbau tersebut dijadikan salah satu komponen sesaji yang akan dipersembahkan di kali-kali yang sudah dikuras sebelumnya. Sajen untuk kali-kali terdiri dari beberapa unsur, antara lain:
Selain sajen kali, ada juga pembagian daging kerbau bagi masyarakat yang berkontribusi lebih besar dalam iuran dana Merti Desa. Mereka akan mendapatkan bagian paha kerbau (sampil) yang dibagi rata menjadi empat bagian. Sisanya digunakan untuk konsumsi bersama di dapur. Kepala kerbau dibagi dua untuk Dusun Krajan dan Pojok. Sajen untuk Ritual Beleh Kebo:
Ritual Beleh Kebo ini merupakan salah satu elemen yang paling sakral dalam rangkaian Merti Desa, di mana kerbau yang disembelih tidak hanya menjadi simbol pengorbanan, tetapi juga bagian penting dari sesaji yang akan dipersembahkan kepada penjaga alam dan sungai di desa, sebagai wujud rasa syukur dan harapan untuk keberkahan di masa mendatang. Jolenan Jolenan merupakan rangkaian upacara ketiga dalam Tradisi Merti Desa setelah Beleh Kebo. Istilah jolenan berasal dari kata jolen yang ditambah sufiks -an. Kata jolen sendiri memiliki makna ojo lalen, yang berarti "jangan lupakan." Tradisi Jolenan ini merupakan wujud dari upaya masyarakat untuk tidak melupakan leluhur dan tetap melestarikan nilai-nilai budaya serta rasa syukur kepada Tuhan. Dalam tradisi ini, setiap dua hingga tiga RT (Rukun Tetangga) membuat satu jolen, yang merupakan wadah hiasan berbentuk berbagai benda, seperti kapal, rumah-rumahan, kendaraan, atau hewan, yang dihiasi dengan bendera merah putih. Setiap jolen tersebut mencerminkan kreativitas dan kemampuan masing-masing kelompok RT. Setelah semua jolen terkumpul di lokasi yang telah ditentukan, akan ada sambutan dari seseorang yang diberi tugas untuk membuka acara. Setelah acara resmi selesai, warga disuguhkan hiburan tradisional, seperti reog dan rodad, yang ditampilkan oleh warga setempat. Setiap jolen diisi dengan makanan sederhana yang dipersembahkan sebagai simbol persembahan syukur, antara lain:
Makanan dalam jolen disiapkan untuk konsumsi bersama, terutama untuk dalang dan anggota pengisi acara. Setelah upacara selesai, kerangka jolen dibawa pulang oleh pembuatnya, sementara makanan yang ada di dalam jolen dikonsumsi bersama oleh warga dan juga digunakan untuk jamuan dalam pagelaran wayang pada malam harinya. Selama prosesi jolenan, sebagian dari makanan yang disajikan diambil untuk dijadikan sesaji, yang disebut sonthongan. Sesaji ini terdiri dari:
Masing-masing dari sesaji ini diambil sedikit-sedikit sebagai persembahan dalam rangka menghormati leluhur dan dhanyang desa. Tradisi Jolenan ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Desa Dadapayam menjunjung tinggi nilai kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan kepada tradisi leluhur dalam wujud yang sederhana namun penuh makna. Wayangan Upacara Wayangan dilaksanakan pada malam hari setelah rangkaian upacara Jolenan selesai. Pagelaran wayang ini mengambil lakon yang sudah menjadi pakem dalam tradisi Merti Desa di Desa Dadapayam, yaitu lakon “Boyong Mbok Sri.” Lakon ini memiliki makna simbolis, di mana Mbok Sri melambangkan padi yang telah dipanen, sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah. Dalam upacara Wayangan, berbagai sesaji disiapkan sebagai bagian dari persembahan adat. Sesaji-sesaji ini memiliki makna dan fungsi tertentu dalam konteks spiritual dan simbolis. Berikut adalah daftar sesaji yang disiapkan dalam upacara Wayangan:
Sesaji ini tidak hanya digunakan sebagai bagian dari persembahan kepada leluhur dan dewa pelindung desa, tetapi juga sebagai simbol keberkahan dan harapan untuk kesejahteraan masyarakat Desa Dadapayam. Wayangan menjadi puncak dari serangkaian ritual dalam Merti Desa, memperlihatkan penghormatan yang mendalam kepada alam dan tradisi nenek moyang. Objek Wisata
Kesenian
KesehatanPuskesmas UPTD Dadapayam Olah RagaLapangan Dadapayam |