Dalam Buddhisme, cetasika (Pali: cetasika; Sanskerta: चैतसिक, caitasika atau चित्त संस्कार, citta saṃskāra), juga dikenal sebagai faktor mental dan faktor batin, diidentifikasi dalam ajaran Abhidharma (psikologi Buddhis) sebagai aspek-aspek batin yang memahami kualitas suatu objek dan memiliki kemampuan untuk mewarnai batin. Dalam Abhidhamma, cetasika-cetasika dikategorikan sebagai formasi (Pāli: saṅkhāra; Sanskerta: saṃskāra) yang muncul bersamaan dengan kemunculan kesadaran (Pāli dan Sanskerta: citta).[1][2][3] Terjemahan alternatif untuk cetasika mencakup "keadaan mental", "peristiwa mental", dan "pendamping kesadaran".
Daftar cetasika
Dalam Buddhisme, terdapat banyak sistem Abhidharma (umumnya disebut psikologi Buddhis) yang berbeda-beda sesuai pendirian doktrinal alirannya, dan setiap sistem memiliki daftar cetasika yang paling pentingnya masing-masing.[a][b] Daftar ini bervariasi dari satu sistem ke sistem lainnya, baik dalam jumlah cetasika yang tercantum maupun dalam definisi yang diberikan untuk setiap cetasika. Menurut beberapa aliran, daftar ini tidak dianggap sebagai daftar lengkap; melainkan suatu daftar yang menyajikan kategori dan cetasika penting yang berguna untuk dipelajari guna memahami cara kerja batin.[c]
Beberapa komentar utama tentang sistem Abhidharma yang dipelajari saat ini meliputi:[5]
(Perlu dicatat bahwa beberapa pendapat menyatakan bahwa daftar ini tidak lengkap karena ada cetasika lain yang disebutkan dalam ajaran Theravāda.[butuh rujukan] Daftar ini mengidentifikasi lima puluh dua cetasika penting yang membantu untuk memahami cara kerja batin.)
Tujuh cetasika universal
Tujuh cetasika universal (sabbacittasādhāraṇa cetasika) adalah cetasika yang eksis (sādhāraṇa) dalam semua kesadaran (sabbacitta). Bhikkhu Bodhi menyatakan: "Faktor-faktor ini menjalankan fungsi kognitif yang paling mendasar dan penting, yang tanpanya kesadaran terhadap suatu objek akan sama sekali tidak mungkin."[7]
Enam cetasika yang bersifat sesekali atau khusus (pakiṇṇaka cetasika) adalah cetasika yang bervariasi secara etika yang hanya ditemukan dalam jenis kesadaran tertentu.[8] Cetasika-cetasika tersebut adalah:
Kesadaran yang tidak baik (akusalacitta) adalah kesadaran yang disertai oleh salah satu dari tiga akar yang tidak baik—keserakahan, kebencian, dan delusi. Kesadaran seperti itu disebut tidak baik karena tidak sehat secara mental, tercela secara moral, dan menghasilkan akibat yang menyakitkan.
Dua puluh lima cetasika indah
Cetasika yang indah (sobhana cetasika) eksis dalam kesadaran yang baik (kusala citta).
Dua puluh lima cetasika yang indah (sobhana cetasika) adalah:
Kesadaran yang baik (kusalacitta) adalah kesadaran yang disertai dengan akar-akar yang baik—tanpa-keserakahan atau murah hati, tanpa-kebencian atau mencintai kebaikan, dan tanpa-delusi atau kebijaksanaan. Kesadaran seperti itu sehat secara mental, tidak tercela secara moral, dan menghasilkan akibat yang menyenangkan.
Studi Abhidharma dalam aliran Mahāyāna didasarkan pada sistem Abhidharma aliran Sarvāstivāda berbahasa Sanskerta, tetapi dengan beberapa perbedaan dari sistem Sarvāstivāda yang hanya mengidentifikasi empat puluh dua cetasika. Dalam sistem Abhidharma Mahāyāna, kitab Abhidharma-samuccaya mengidentifikasi lima puluh satu cetasika:
Kelima cetasika ini disebut universal atau ada di mana-mana karena beroperasi berdasarkan setiap situasi batin. Jika salah satu dari cetasika ini hilang, maka pengalaman terhadap objek tersebut tidak lengkap. Misalnya:
Jika tidak ada sparśa (kontak), maka tidak akan ada dasar bagi persepsi (saṃjñā).
Jika tidak ada vedanā (perasaan, sensasi), maka tidak ada kenikmatan terhadap objek.
Jika tidak ada saṃjñā (persepsi), maka karakteristik khusus dari objek tidak dirasakan.
Jika tidak ada cetanā (kehendak), maka tidak ada gerakan menuju dan menetap pada objek.
Jika tidak ada manasikāra (atensi/perhatian), maka tidak ada pegangan pada objek.[10]
Lima cetasika penentu objek
Lima cetasika penentu objek (viṣayaniyata) adalah:
Samādhi – konsentrasi (juga disebut ekaggata, kemanunggalan)
Kelima cetasika tersebut disebut penentu objek karena masing-masing cetasika tersebut memahami spesifikasi objek. Jika cetasika-cetasika tersebut stabil, maka ada kepastian mengenai setiap objek.[11]
^Berzin 2006 menyatakan: "There are many different systems of abhidharma (chos-mngon-pa, topics of knowledge), each with its individual count and list of subsidiary awarenesses. Often, the definitions of the awarenesses they assert in common differ as well."
^Bodhi 2012: "A second distinguishing feature of the Abhidhamma is the dissection of the apparently continuous stream of consciousness into a succession of discrete evanescent cognitive events called cittas, each a complex unity involving consciousness itself, as the basic awareness of an object, and a constellation of mental factors (cetasika) exercising more specialized tasks in the act of cognition. Such a view of consciousness, at least in outline, can readily be derived from the Sutta Pitaka's analysis of experience into the five aggregates, among which the four mental aggregates are always inseparably conjoined, but the conception remains there merely suggestive. In the Abhidhamma Pitaka the suggestion is not simply picked up, but is expanded into an extraordinarily detailed and coherent picture of the functioning of consciousness both in its microscopic immediacy and in its extended continuity from life to life."
^Daftar faktor mental tidak dianggap lengkap. Misalnya:
Dalai Lama menyatakan: "Whether the system includes fifty-one mental factors or more or less, none of those sets is meant to be all-inclusive, as though nothing is left out. They are only suggestive, indicative of some things that are important."[4]
Berzin 2006: "These lists of subsidiary awarenesses are not exhaustive. There are many more than just fifty-one. Many good qualities (yon-tan) cultivated on the Buddhist path are not listed separately – for example, generosity (sbyin-pa), ethical discipline (tshul-khrims), patience (bzod-pa), love (byams-pa), and compassion (snying-rje). According to the Gelug presentation, the five types of deep awareness (ye-shes) – mirror-like, equalizing, individualizing, accomplishing, and sphere of reality (Skt. dharmadhatu) – are also subsidiary awarenesses. The various lists are just of certain significant categories of subsidiary awarenesses."
^Lima puluh dua faktor mental ini diuraikan dan didefinisikan dalam Bab 2 kitab Abhidhammattha-sangaha. Lihat:
Tsering, Geshe Tashi (2006), Buddhist Psychology: The Foundation of Buddhist Thought, Perseus Books Group, Kindle Edition
Goleman, Daniel (2008), Destructive Emotions: A Scientific Dialogue with the Dalai Lama, Bantam, Kindle Edition
Dessein, Bart (1996), "Dharmas associated with Awarenesses and the dating of Sarvastivada Abhidharma Works", Asiatische Studien 50, no. 3 (1996): 623-651
Guenther, Herbert V.; Kawamura, Leslie S. (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding", Dharma Publishing, Kindle Edition
Kunsang, Erik Pema (2004), Gateway to Knowledge, Vol. 1, North Atlantic Books
Traleg Rinpoche (1993). The Abhidharmasamuccaya: Teachings by the Venerable Traleg Kyabgon Rinpoche. The Kagyu E-Vam Buddhist Institute.[1]